HARIANNKRI.COM – Sejumlah Masyarakat Adat Pulau Buru melakukan aksi unjuk rasa jilid dua menolak Danau Rana menjadi tempat Wisata Menyapa Dunia. Mereka khawatir program ini akan berdampak buruk kepada tempat keramat di wilayah setempat.
Kordinator lapangan Aliansi Masyarakat Adat Pulau Buru (AMA-PB) Epot Latbual menjelaskan, lebih dari 40-50 orang turut berpatisipasi untuk melakukan aksi demo ini. Ia mengaku aksi ini dilakukan karena khawatir akan merusak tempat-tempat keramat. Dampak semakin buruk ke depan juga menjadi pertimbangan karena danau Rana merupakan tempat peninggalan sejarah untuk masyarakat adat.
“Kami meminta kepada bapak Ramli Umasugi (RU) sebagai Bupati Buru. Bapak Amustofa Besan (AB) sebagai wakil bupati Buru dan bapak Setiyadi Istanto (SI) sebagai Kadis Parawisata Pulau Buru menyatakan sikap kepada media. Membatalkan perencanaan danau Rana dijadikan destinasi wisata menyapa dunia. Karena itu sangat berdampak buruk untuk keramat peninggalan sejarah Pulau Buru. Ini adalah insiden buruk dan kami meminta hapus video di yuotube yang telah mempromosikan danau Rana sebagai wisata internasional (Rana Menyapa Dunia-red),” kata Epot latbual di depan gedung DPRD kabupaten Buru, Rabu (30/10/2019).
Sementara itu, salah satu orator, Helmi Lesbasa menegaskan perlunya ada undangan dari dprd untuk bupati buru dan kadis pariwisata kabupaten buru, untuk paripurnakan dan mengeluarkan surat rekomendasi pembatalan destinasi danau rana di jadikan tempat wisata menyapa dunia.
“Tuntutan kami sederhana. bahwa cabut surat edaran dan batalkan perancangan terhadap danau rana di jadikan wisata menyapa dunia Dprd sangat diperlukan, dan kepada Dprd agar dapat menindak lanjuti penyampaian kami ini,” Helmi lesbasa.
Orator Aliansi Masyarakat Adat Pulau Buru Sahril Lesnusa dengan tegas menjelaskan danau Rana tempat peninggalan sejarah pusaka 24 suku atau marga Pulau Buru. Dan merupakan tempat sakral yang mempunyai nilai religius dan magic yang harus terus dijaga dan dilestarikan.
“Danau Rana adalah jantung dari pertahanan hukum adat Pulau Buru seutuhnya. Yang tidak bisa di jadikan tempat berkunjung khalayak umum, atau tempat liburan seperti tempat lain. Karena di dalamnya terdapat tempat sakral sumber mata air sakral yang patut di jaga dengan baik,” tegasnya.
Ia juga berharap seluruh pemuda Pulau Buru ataupun mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Pulau Buru (AMA-PB) lebih kritis terhadap situasi yang terjadi di pulau buru saat ini. Kedepannya, pemuda dan mahasiswa anak adat bisa menjadi pembelah hak adat yang lebih berani melawan ketidakkeadilan tegas.
Tak berselang lama setelah menyampaikan aspirasinya, massa aksi diterima oleh angota DPRD kabupaten Buru. Diantaranya Mohamad Waikabu SH MMP, Robi Nurlatu, Marsel Salasiwa dan Suhardi Papalia. Keempat anggota DPRD ini menyatakan mendukung aksi.
“Kami juga selaku asli anak adat Pulau Buru. Kami menolak detinasi danau Rana dijadikan tempat wisata Menyapa Dunia. Selaku anggota DPRD, menolak destinasi danau Rana di jadikan Wisata Menyapa Dunia. Kami menunggu Ketua DPRD untuk melakukan pembahasan membatalkan danau Rana sebagai destinasi Wisata Menyapa Dunia. Soal tanah adat bukan hukum nasional atau negara, tapi tanah adat hukum adat,” ujar Mohamad Waikabu SH MMP.
Kordinator lapangan menambahkan, aksi ini tidak terbatas pada pemuda yang tergabung di Aliansi Masyarakat Adat Pulau Buru (AMA-PB). Ia ingin menjadikan aksi ini sebagai masalah universal yang harus diselesaikan.
“Untuk itu, kepada pemuda dan mahasiswa adat. Mari bersama-sama mendukung tuntutan ini. Dan aksi ini akan kami lanjutkan jilid tiga yang akan dilaksanakan setelah diadakan pelantikan Matgugul Wakolo pada tangal 20 November 2019 apabila penyampaian kami ini tidak segera ditindaklanjuti dengan tegas,” Epot latbual. (ARB)