HARIANNKRI.COM – Gerakan Pemuda Islam (GPI) Jakarta Raya menggelar konferensi pers terkait konflik Uighur dan menagih janji Kapolri menyelesaikan kasus Novel Baswedan. GPI juga mengajak organisasi lain untuk mendukung sikap mereka tentang dua persoalan tersebut.
Dalam konferensi pers yang digelar di Markas GPI jalan Menteng Raya 58 Jakarta Pusat ini, Ketua GPI Jakarta Raya Rahmat Himran menagih janji Kapolri Idham Aziz. Janji tersebut diucapkan Idham Aziz didepan anggota DPR saat fit and proper test.
“Berjanji bahwa akan menuntaskan dan akan menyelesaikan kasus Novel Baswedan pada awal Desember. Sementara ini sudah akhir Desember dan kasus tersebut tak kunjung selesai. Ada apa dengan janji-janji yang ducapkan oleh petinggi-petinggi Polri tersebut, kata Rahmat Himran, Senin (23/12/2019).
Ia juga mengingatkan bahwa Presiden Jokowi telah mengultimatum Mabes Polri agar kasus Novel Baswedan segera diselesaikan. Bahkan Presiden Jokowi ingin kasus ini diungkap hingga terang benderang.
“Tapi alhasil sampai bulan Desember ini kasus Novel Baswedan terkesan ngambang. Tanpa tersentuh oleh hukum yang ada di negara Indonesia,” tegas Himran.
Untuk masalah konflik Uighur, Ketua GPI Jakarta Raya mengecam atas tindakan pemerintah China yang mempersekusi, menyiksa dan melarang untuk beribadah. Ia mengatakan, GPI akan melakukan aksi atas sikap pemerintah China tersebut.
“GPI akan melakukan aksi “Usir Dubes China” dari Republik Indonesia. Dan kita akan duduki kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang ada di Indonesia. Kita akan melakukan aksi di kantor PBB. Sebagai bentuk kepedulian GPI terhadap persoalan Uighur,” tegas Himran.
Sementara iru Irawan AHM selaku Komandan Brigade GPI Jakarta Raya mengaku siap melaksanakan instruksi organisasi. Irawan bersama pasukannya berjumlah 100 orang akan mengawal agenda tersebut dengan unjuk rasa. Sasaran lokasinya berada di Mabes Polri dan Kedubes China
“Saat ini anggota Brigade GPI sendiri lebih kurang 100 orang untuk mengawal dua agenda tersebut,” ujar Irawan AHM.
Ditempat yang sama, Sekretaris Jenderal PP GPI Diko Nugraha menekankan bahwa masalaj konflik Uighur bukan hanya persoalan empati dan simpati belaka. Ia mengingatkan bahwa masalah tersebut adalah persoalan saudara sesama Islam.
Sesama Muslim di dunia ini, siapapun adalah saudara. Dan itu adalah kewajiban membela saudara-saudara kita, walau darah (menetes-red) sekalipun. Ini soal ukhuwah islamiyah. Saudara kami etnis Uighur disana, hari ini mengalami penindasan, penderitaan, penyiksaan. Maka kami yang mayoritas di NKRI ini, akan membelanya,” tegas Diko.
Sekjend PP GPI ini menegaskan bahwa umat Islam selaku mayoritas di Indonesia, melindungi yang minoritas. Diko mengaku umat Islam tidak akan membiarkan jika umat Islam yang minorotas di negara lain diperlakukan tidak sepantasnya.
“Kami sangat mendukung pemerintah. Kalau benar punya empati. Kami sangat menyayangkan dan kecewa suara pemerintah hari ini sedikit lemah menyikapi masalah kemanusiaan ini. Sangat friendly dengan RRC,” kata Diko Nugraha.
Lanjutnya, GPI telah menjalin koordinasi dengan forum-forum umat Islam untuk mengambil sikap yang tegas terhadap permasalahan konflik Uighur.
“Kalau selama ini ada empat kali aksi dan kedutaan China tidak menggubris dan pemerintah menganggap hal ini biasa, maka jangan salahkan kami. Kami akan menduduki kantor PBB di Indonesia. Walau pun RRC punya hak Veto, itu bukan urusan kami,” ujar Diko.
Ia kembali mengingatkan bahwa selama ini umat Islam tidak pernah mengusik etnis China yang ada di Indonesia. Maka Diko meminta agar hal yang sama seharusnya berlaku untuk etnis Uighur di China.
“Ini harus jadi perhatian. Jika tidak, jangan salahkan kalau kelompok pribumi bersuara,” imbuh Diko. (AMN)