HARIANNKRI.ID – Percaya bahwa anak kandungnya keturunan Genderuwo, sepasang orangtua bersama dukun dan asistennya menenggelamkan seorang anak berusia 7 tahun yang berinisial A dalam air bak mandi hingga meninggal. Diyakini bakal hidup kembali, mayat dirawat di kamar tidur rumah hingga 4 bulan.
Kejadian ini dipaparkan oleh Kapolres Temanggung AKBP Benny Setyowadi dalam konferensi pers di Mapolres Temanggung, Rabu siang (19/5/2021). Dikatakan, kejadian tersebut terjadi di Dusun Paponan RT 02 RW 03, Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung.
Ia menjelaskan, kejadian berawal dari M dan S (bapak dan ibu A) mengeluhkan anaknya yang masih kelas Satu SD sering berulah atau nakal. H dan B yang dikenal sebagai dukun dan asisten mengatakan bahwa perilaku nakal A karena ia adalah keturunan genderuwo. Agar bisa sembuh, maka A harus “dibersihkan” dengan ritual ditenggelamkan ke dalam air.
“Menurut keterangan pelaku dan saksi kejadian ini terjadi pada sekitar bulan Januari (2021-red). TKP nya di rumah korban,” kata Kapolres Temanggung.
Lanjutnya, H pun menyuruh asistennya B dan kedua orangtua A untuk menenggelamkan kepala A ke bak mandi beberapa kali sampai tidak sadar. Setalah A tidak sadar lalu dibawa ke kamar untuk ditidurkan yang diduga saat itu A sudah meninggal dunia.
“Dengan cara tersebut H meyakinkan kedua orangtua korban bahwa anaknya akan hidup kembali dan tidak nakal. Maka selama kurang lebih 4 bulan korban dirawat seperti orang biasa. Bulan Januari sampai Maret, seminggu dua kali sang ayah membersihkan tubuh korban. Selanjutnya pada bulan April sampai sekarang (Mei-red) ibu korban yang membersihkan dengan tisu,” imbuhnya.
Tragedi “Keturunan Genderuwo” Terbongkar
Tragedi “keturunan genderuwo” ini terbongkar pada saat Hari Raya Idul Fitri. Keluarga S menanyakan keberadaan A yang sekitar 4 bulan tidak kelihatan kepada M dan S. Orangtua A menjelaskan bahwa A berada di rumah kakeknya di dusun Silengkung, Desa Congkrang. Keluarga S pun mendatangi rumah kakek A. Namun kakek A menjelaskan bahwa A tidak berada di rumahnya. Merasa ada kejanggalan, kakek A mendatangi rumah M dan menanyakan keberadaan A
“Setibanya di rumah Pelaku, kakek korban meminta pelaku menunjukkan kamar korban. Pelaku M langsung menuju kamar dimana Korban A diletakkan. Lalu pintu kamar di buka oleh kakeknya, korban sudah dalam keadaan meninggal. Diperkirakan korban meninggal sudah 4 bulan yang lalu,” ujar Kapolres Temanggung.
AKBP Benny Setyowadi menuturkan, kakek A langsung melaporkan kejadian tersebut kepada perangkat desa bahwa mayat A ada di kamarnya. Setelah perangkat desa memastikan keberadaan mayat A di kamar tidurnya dalam posisi terlentang.
“Ternyata hal itu benar adanya, ada seorang mayat anak diatas tempat tidur di dalam kamar dengan posisi terlentang, kemudian dengan cepat Kades Bejen melaporkan kejadian tersebut ke Unit Reskrim Polres Temanggung dan dilakukan cek TKP. Kemudian membawa kedua orangtua korban ke Polres untuk dimintai keterangan,” jelasnya.
Dari hasil keterangan yang diperoleh M dan S, bahwa kejadian tersebut atas perintah H dan B. Selanjutnya, ujar AKBP Benny Setyowadi, anggota unit Reskrim Polres Temanggung dengan dibantu Kades dan masyarakat, mencari keberadaan H dan B di rumah mereka masing masing. Dukun beserta asistennya ini pun akhirnya berhasil diamankan dan dibawa Polres Temanggung untuk dimintai keterangan.
Jangan Percaya Omongan Dukun Atau Paranormal
Menurut keterangan Kapolres Temanggug, pihaknya berencana akan memeriksa kejiwaan dari orangtua A.
Kapolres Temanggung menghimbau kepada masyarakat agar kejadian tersebut dijadikan pelajaran. Orangtua seharusnya jangan mudah untuk percaya dengan apa yang dikatakan oleh dukun atau paranormal. Karena hal itu akan membuat diri sendiri tidak percaya kepada Sang Pencipta.
“Saya minta kepada masyarakat, kita jangan mudah percaya dengan ucapan seorang dukun atau apapun, karena itu menyesatkan diri kita sendiri. Percaya dan serahkan kepada Allah. Kalau kejadiannya seperti yang rugi kita sendiri,” pungkasnya.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya, keempat orang tersebut diancam menggunakan Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun penjara dan denda paling banyak 3 miliar rupiah. Apabila dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka ancaman hukuman ditambah 1/3 dari ancaman hukuman diatas.. (STA)