Pendidikan Karakter Di Era Digital. Oleh: Muhammad Subairi, Pimpinan Pondok Pesantren Modern Darul Madinah Wonosari.
Pendidikan intinya adalah interaksi antara manusia. Sekarang saja kita memakai kurikulum. Tidak banyak orang yang pekerjaannya berinteraksi dengan orang lain secara konstan atau terus-menerus. Karena memang pendidikan intinya adalah interaksi antara manusia.
Para ulama dan ilmuwan di masa lalu mereka menyelenggarakan pendidikan secara tradisional, konvensional jauh dari kata modern tetapi mampu melahirkan alumni atau luaran yang mempunyai kapasitas ilmu yang sangat luar biasa. Sekarang saja kita memakai kurikulum, buku, ruang kelas. Tetapi sebetulnya proses belajar itu sudah ada sebelum ada kelas, struktur, tetapi interaksi itu kuncinya. Tantangan pendidikan karakter di era digital saat ini adalah kita mesti mengambil saripatinya dari proses pendidikan dan ternyata saripatinya adalah interaksi antara manusia. Interaksi itu lalu dibuatkan sistemnya supaya ketika dikerjakan di waktu yang berbeda hasilnya sama, tetapi sebetulnya intinya pada interaksi.
Ada sebuah ungkapan pakar pendidikan yang mengatakan bahwa anak didiknya abad 21 gurunya abad 20 sekolahnya abad 19. Ungkapan ini mengilustrasikan kepada kita bahwa sebagian pendidik susah beradaptasi saat terjadi proses pembelajaran susah berinteraksi dengan anak didiknya sehingga proses pembelajaran terlaksana secara monoton tidak ada Inovasi dan kreativitas yang memantik antusias peserta didik untuk belajar secara maksimal.
Sekolah atau instansi pendidikan harus berani melakukan revolusi apalagi sekolah yang membawa nama Islam di dalamnya. Islam adalah agama yang sangat adaptif dengan perkembangan zaman. Islam adalah agama yang mengikuti perkembangan zaman dan tidak pernah ketinggalan zaman. Revolusi ini bukan hanya revolusi gurunya, tetapi secara totalitas mulai dari kurikulum atau metodologi mengajarnya serta desain ruangan pembelajarannya, harus menimbulkan daya tarik peserta didik saat terjadi proses pembelajaran.
Pendidikan Karakter Dan Era Digital
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengambil hikmah, merefleksikan Apa yang dilihat oleh pendidik terhadap peserta didik saat terjadi interaksi pada waktu proses belajar mengajar terjadi. Guru atau pendidik harus mampu mengambil hikmah disetiap proses pembelajaran.
Di era digital saat ini kita temukan beraneka ragam teknologi yang sangat canggih yang dapat membantu proses pembelajaran di kelas. Pertanyaannya sekarang Bisakah guru perannya digantikan dengan teknologi?
Atau pertanyaannya kita ganti dengan narasi guru macam apa yang bisa digantikan dengan teknologi? Guru atau pendidik yang dapat digantikan perannya oleh teknologi adalah guru yang cara mengajarnya repetitif, mekanistik. Tipologi guru yang semacam itu bisa digantikan dengan PowerPoint atau rekaman.
Seorang pendidik yang menggunakan metodologi pembelajaran secara monoton tidak mempunyai variasi metodologi yang adaptif sesuai dengan perkembangan anak didik, dari semester ganjil sampai semester genap metodologi mengajarnya monoton maka guru yang semacam ini layak tergantikan oleh teknologi.
Akan tetapi guru yang menginspirasi, guru yang mencerahkan, guru yang datang dengan hati, teknologi apapun tidak akan bisa menggantikannya. Pertanyaannya sekarang kita termasuk guru yang mana? Golongan guru yang pertama atau yang kedua? Lalu tandanya apa? Agar kita mengetahui masuk kategori guru yang pertama atau yang kedua.
Kita semua pasti mempunyai banyak guru, Mulai sejak kita belajar ditingkatan TK, SD, SMP, SMA, bahkan ke perguruan tinggi, tentunya guru kita banyak sekali. Namun dari sekian banyak guru yang pernah mengajari diri kita siapa kira-kira nama guru yang paling kita hafal dan kita kenal? Penandanya itu gampang diingat. Yang pertama adalah guru yang menginspirasi atau guru yang sangat menjengkelkan.