Ocean and Woods (Antara Oliver Woods, Mieko dan Haf)

Ocean and Woods (Antara Oliver Woods, Mieko dan Haf)
Ilustrasi cerpren berjudul "Ocean and Woods (Antara Oliver Woods, Mieko dan Haf)"

Ocean and Woods (Antara Oliver Woods, Mieko dan Haf). Ditulis oleh: Aqila Restu A, Penulis Muda.

Seorang pria tengah duduk di salah satu bangku bus. Mata kelabunya mengamati pemandangan yang tersaji dibalik kaca. Sebuah lanskap pegunungan dengan padang rumput nan luas. Nampaknya tak banyak penumpang di dalam bus ini. Terik mentari menyinari padang rumput. Namun, sinarnya terasa hangat disertai udara nan sejuk.

Indahnya lanskap seperti memikat sang pria untuk tak jenuh menatap. Ia adalah Oliver Woods. Seorang seorang fotografer yang kerap kali berpergian ke berbagai tempat di belahan dunia karena profesinya.

Tak terasa, bus pun berhenti pada rute terakhir. Oliver Woods kemudian melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Kedua mata kelabunya memandang area sekitar. Kedua kakinya melangkah menyusuri jalanan kota kecil ini.

Tepat di salah satu sudut kota, terdapat sebuah meja kecil. Terasa sekali, keberadaan meja tersebut berkaitan dengan masyarakat setempat karena ada sebuah patung diatas meja tersebut.

Tak terasa, kini Bus berhenti pada rute terakhir, Oliver telah tiba. Ia pun melanjutkan langkahnya. Kedua mata kelabunya memandang area sekitar. Kedua kakinya melangkah. Menyusuri jalanan kota kecil ini. Tepat di salah satu sudut kota, terdapat sebuah meja kecil dengan sebuah patung diatasnya. Nampaknya, keberadan patung itu berkaitan dengan masyarakat setempat.

Patung itu berwujud wanita berambut panjang dengan paras yang cantik nan menawan. Wanita itu tengah berdiri diantara ombak pantai. Terdapat beberapa cangkang kerang dan bebatuan karang yang diletakkan diatas meja.

“Haf, putri Laut…” ujar seorang wanita tua yang tiba-tiba berdiri tepat di sebelah Oliver. Sontak atensi pria inipun teralih pada sang wanita tua.

“Ialah pembawa keberkahan serta kemakmuran…” tambah sang wanita tua sembari meletakkan sebuah cangkang kerrang diatas meja. Ia  tersenyum saat kembali menatap Oliver Woods.

“Haf…?” Oliver mengernyitkan dahinya.

Wanita tua itu mengangguk pelan dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya.

“Kami mempercayai adanya kekuatan besar dibalik lautan… Karena Haf, dia lah yang mengusir badai serta membawa keberkahan bagi kami. Namun… Jika badai datang, maka itulah pertanda bahwa sang Putri Laut tengah dilanda rasa sedih atau gelisah…” ujar sang Wanita tua.

“Baiklah, saya harus pergi..” kata Wanita tua itu sebelum pergi menjauh, meninggalkan Oliver yang masih mengamati pahatan yang sangat detail dari patung tersebut.

Pria itu menghela napas pelan, sebelum akhirnya melanjutkan langkahnya menuju pantai. Ia berencana langsung mengambil foto begitu tiba di pantai. Entah mengapa, rasa penasaran akan Haf dan pantai tersebut tiba-tiba bergejolak. Sekilas informasi tentang kota kecil  yang ia dapat, bahwa penduduk setempat sangat menjunjung tinggi kepercayaan tentang kekuatan alam. Namun, benaknya dihujani berbagai macam pertanyaan.

Tak butuh waktu lama untuk tiba di pantai. Oliver Woods pun disambut angin laut berhembus kencang dan ombak yang menghantam pasir putih. Beberapa batuan nampak berjajar di sepanjang area pantai. Namun, langit nampak kelabu. Burung-burung berterbangan menuju kota. Oliver tak peduli. Ia tetap bersikeras untuk memotret meski alam telah memperingatinya.

Tak berselang waktu lama hingga pada akhirnya terdengar suara menggelegar yang dahsyat. Ombak menerjang daratan dengan ganas. Oliver tetap bersikukuh mengabadikan momen yang ada. Bukankah akan menjadi gambar terbaik jika berhasil menangkap gambar badai? Bukankah ini momen langka?

Dengan antusias, Oliver Woods mengarahkan kamera miliknya, membidik momen yang tersaji di hadapannya. Tanpa rasa takut ia fokus mngabadikan momen dengan kameranya. Berdiri angkuh dengan kedua kakinya tetap tegap di pasir pantai.

Angin berhembus jauh lebih kencang, kilat punmenggelegar di angkasa kelabu. Laut nampaknya semakin murka. Ombak semakin ganas menghantam bibir pantai. Seakan murka dengan kehadiran Oliver. Tiba-tiba, ombak menghantam pria tersebut. Membuat dunia seketika menjadi gelap. Oliver seolah kehilangan kesadarannya.

“Oliver? Oliver?” terdengar suara lembut seorang wanita.

Kedua mata yang terpejam kini terbuka. Rupanya semua yang ia alami hanyalah mimpi semata. Dengan tersenga Oliver memposisikan tubuhnya untuk duduk. Wanita itu menatap Oliver heran.

“Kau ba-“

“Kau marah padaku?” potong Oliver sembari menatap istrinya.

Wanita itu hanya menggeleng pelan.

“Tidak. Aku tak ma-“

Belum sempat menyelesaikan ucapannya, Oliver Woods dengan cepat memeluk tubuh sang istri. Seolah ia hampir saja akan pergi untuk selamanya. Sang istri nampak bingung beberapa saat, sebelum akhirnya membalas pelukan hangat tersebut.

“Maaf aku tertidur, Mieko..” ucap Oliver sembari tersenyum pada sang istri.

Mieko. Wanita yang tak lain merupakan istri Oliver. Wanita itu memiliki paras yang cantik nan anggun. Rambut hitam panjangnya kerap dibiarkan terurai. Kedua mata birunya, seolah menghanyutkan imaji Oliver. Bagaikan Samudra yang luas nan dalam.

Saat ini, Oliver tengah menemani sang istri. Mieko kerap kali berendam di bathtub. Jemarinya dengan lembut meraih tangan sang istri.

Oliver Woods menghela napas pelan. Jemarinya mengusap punggung tangan sang istri. Mieko bagaikan samudra tanpa arus. Cantik. Wajah indahnya dengan ekspresi tenang. Wanita itu menyadari, tatapan Oliver seolah menerawang masuk ke jiwanya.

“Oliver? Sebaiknya kau mengganti pakaianmu..” ujar Mieko sembari menunjuk pakaian yang tengah dikenakan Oliver.

“Tak masalah. Lagipula… Pasti ada kemungkinan bahwa aku akan Kembali terkena percikkan air..” balas Oliver sembari terkekeh.

Entah mengapa, mata kelabunya seolah terpikat pada pesona sang istri seorang. Kulitnya yang putih, bagaikan awan yang menghiasi angkasa luas. Kedua mata biru itu, seolah membuat Oliver tenggelam. Andai saja seisi dunia tahu, betapa indahnya jatuh hati pada Mieko.

“Oliver..”

Begitu lembut nan mendayu, nada Mieko saat menyebut nama sang suami. Pria itu menoleh, sedikit memiringkan kepalanya. “Ada apa, sayangku?” sahutnya dengan lembut.

Kedua mata biru Mieko menatap permukaan air yang nampak begitu tenang. Menghela napas pelan, sebelum pada akhirnya membiarkan jemari lentiknya berdansa di atas permukaan air.

“Aku takut…” ujar Mieko sembari menggerakkan jemarinya di permukaan air.

“Apa yang membuatmu takut? Aku ingin tahu apa yang membuat wanitaku takut…” Oliver dengan lembut mengusap pipi Mieko, menunggu jawaban dari wanita tercinta.

Mieko melontarkan pandangannya kepada pria itu. Nampak raut wajahnya tengah gelisah, ada sesuatu yang kini mengganjal benaknya.

“Akan tiba hari dimana rambutmu memutih, fisikmu melemah. Semakin bertambahnya waktu, bertambah pula usiamu. Dan itu berarti… usiamu juga berkurang. Tahun demi tahun berlalu, hingga pada akhirnya… kau tiba dipenghujung usia. Kau bisa saja pergi kapanpun takdir berkehendak, meninggalkanku…” jelas wanita itu dengan lirih. Kedua mata biru itu nampak berkaca-kaca.

“Aku tahu, Sayangku. Pasti berat memikirkan itu semua. Namun… bukankah semesta telah memberikan kita waktu? Tentu saja, sudah seharusnya aku berakhir menua. Itulah manusia Sayangku…” balas Oliver Woods. Dengan lembut ia mengusap air mata yang jatuh dari mata wanitanya.

“Lagipula, jika suatu saat aku pergi… Aku tetap akan mencintaimu. Kaulah wanitaku…” Oliver kembali menjelaskan sembari mengusap pelan pipi wanita yang dicintainya itu.

“Mieko… Aku telah berjanji untuk terus mencintaimu dan bersamamu hingga akhir hayatku. Meski aku pergi… aku akan tetap mencintaimu…” Oliver Woods pun tersenyum pada akhirnya.

“Berjanjilah untuk tetap mencintaiku di kehidupan berikutnya..” Mieko sesegukan sembari memberikan jari kelingkingnya.

Oliver pun terkekeh pelan saat melihat keluguan sang istri. Iapun menautkan kelingkingnya ke kelingking Mieko. Tersenyum menyaksikan raut gelisah itu tergantikan dengan senyuman hangat yang terlukis indah pada wajah cantiknya.

“Tentu saja, sayangku… Wanitaku. Kaulah duniaku… Tempatku pulang. Aku berjanji akan menemukanmu di kehidupan berikutnya..” kata Oliver sembari menggerakkan tangan kirinya menghelai rambut istrinya.

Mieko tersenyum tatkala mendengar ucapan suaminya, batinnya tenang. Tak ada lagi rasa gelisah ataupun beban yang menghantui benaknya. Mata biru yang sebelumnya nampak bergejolak, kini kembali tenang. Bagai badai yang pergi begitu saja.

“Sayangku, kita terhubung di alam bawah sadar… Itu mengapa aku bermimpi mengenai ombak dan badai..” ujar Oliver sembari menggeleng pelan.

“Nampaknya kita terikat…” balas Mieko, ia sedikit terkekeh.

Oliver kembali mengusap pelan pipi wanita yang sangat berharga baginya. Dengan halus dan lembut, ia menyentuh tangan Mieko. Bagaikan permata yang rapuh. Mendekatkan punggung tangan Mieko. Mendaratkan kecupan lembut pada punggung tangannya. Mata kelabunya menatap dalam, menembus samudra sang wanita. Mieko seketika tersipu.

“Nampaknya aku membuatmu tersipu, bukankah kau menyukainya?” Nada pria itu terdengar seolah ia tengah merayu wanita pujaan hatinya. Menggemaskan sekali melihat wajah yang kerap kali terlihat tenang, kini tersipu setelah mendengar rayuannya.

Dengan lembut, Oliver Woods sedikit mengangkat dagu Mieko. Membuat wajah kedua insan itu berada di jarak yang cukup dekat. Pria itu menyeringai, sementara sang istri hanya tersipu malu. Oliver terkekeh tatkala melihat reaksi dari sang istri.

“Sepertinya aku ingin sedikit memanjakan wanitaku malam ini…” bisik pria bermata kelabu itu.

Tamat

Bionarasi Penulis

Aqila Restu A, merupakan seorang penulis muda yang kini menetap di Cirebon, Jawa Barat. Lahir di Gresik, Mei 2006. Mulai menulis cerita pendek sejak duduk dibangku SD. Baginya, menulis merupakan salah satu cara untuk menuangkan imajinasi. Kerap kali menulis cerita bergenre horror dan misteri.

Loading...