Pesan Sosial Puasa Ramadhan. Ditulis oleh: Muhammad Subair, Pengasuh Pondok Pesantren Modern Darul Madinah Wonosari.
Puasa adalah ibadah individual, tetapi tidak demi menjadikan manusia makhluk yang mengisolasi diri. Justru, nilai-nilai yang diperoleh selama berpuasa itu harus diimplementasikan (diterapkan) ke kehidupan sosial kita. Mayoritas orang meganggap bahwa puasa adalah tujuan akhir, padahal semestinya pintu masuk untuk belajar mengelola pikiran dan perasaan yang kemudian diterapkan selamanya.
Jika kita mengeksplorsi, digali lebih dalam, sesungguhnya ibadah puasa Ramadhan lebih dari sekedar ritual atau ibadah simbolik dengan menahan makan dan minum di siang hari, tetapi ia sarat dengan nilai-nilai moral dan sosial. Umat Islam diperintahkan memiliki kekokohan iman dan menaati semua perintah Allah meski tampak berat sekalipun.
Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi, ”Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan iman dan penuh perhitungan (ihtisab), maka Allah akan mengampuni segala dosanya.” Iman adalah keyakinan mendalam bahwa apa yang datang dari Allah SWT adalah benar dan tidak boleh diragukan sedikit pun.
Umat Islam juga tidak hanya diperintahkan berpuasa Ramadhan sebulan penuh dan kemudian setelah itu berhari raya, tetapi juga lebih dari itu bagaimana mereka mampu menginternalisasi nilai-nilai ibadah puasa itu dalam kehidupan sehari-hari selama 11 bulan ke depan (pasca Ramadhan). Yang diperintahkan Allah SWT adalah berpuasa untuk melahirkan nilai takwa sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran (QS Al-Baqarah: 183)
Jika diperhatikan secara cermat, semua amal ibadah dalam ajaran Islam hakikatnya megandung pesan moral dan tanggung jawab sosial yang kompatibel dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan keadilan, mulai dari shalat, puasa, zakat, hingga haji dan ibadah kurban. Zakat, infak, dan sedekah (ZIS), misalnya memiliki hikmah memberantas sifat kikir, membantu kaum mustadh’afin, dan mengatasi kemiskinan.
Shalat lima waktu adalah kategori ibadah yang secara formal harus dilaksanakan terus menerus. Haji wajib dilakukan sekali seumur hidup bagi yang mampu, baik secara finansial maupun fisik (istitha’ah). Puasa Ramadhan yang secara formal wajib dilakukan setahun sekali. Namun, yang perlu dipahami, seluruh perintah ibadah mahdhah itu secara terus menerus harus memiliki dampak kabaikan dan kemanfaatan bagi dirinya dan bagi orang lain.
Karena itulah, ibadah shalat disebut dalam Al Quran dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS Al-‘Angkabut:45). Demikian juga ibadah puasa merupakan ibadah memupuk jiwa ketundukan kepada Tuhan dan memahami makna egalitarianisme dalam masyarakat. Dengan demikian, semua ajaran dan ibadah dalam Islam terkait dengan dengan relasi vertikal dan horizontal (hablun minallah wa hablun minannas).
Umat Islam tidak dibenarkan hidup egoistis dan melepaskan diri dari tanggung jawab sosialnya. Setiap pribadi Muslim- diperintahkan peka dan ikut bertanggung jawab terhadap persoalan-peersoalan yang dihadapi masyarakat. Kesedian orang Islam berpuasa di bulan Ramadhan juga merupakan pesan konkret doktrin Islam kepada pemeluknya. Untuk senantiasa memiliki perhatian sosial ke sekelilingnya.
Di samping itu, semua tugas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi setiap Muslim merupakan tanggung jawab yang harus ditunaikan, baik secara individual maupun secara kolektif, terutama bagi para pemimpinnya. Dalam perspektif Islam, setiap pribadi Muslim diperintahkan peka dan ikut bertanggung jawab terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat. Mereka dituntut berperan aktif dalam mewujudkan pembangunan lahir dan batin, pembangunan manusia seutuhnya.
Bukan dalam slogan-slogan, melainkan harus diwujudkan secara konkret dalam masyarakat. Dalam konteks relasi sosial Islam, Rasulullah SAW sangat membenci orang Islam yang bersikap tak acuh terhadap kepentingan masyarakat dan mengabaikan perjuangan agamanya sebagaimana sabdanya, “Barang siapa yang tidak mau mementingkan urusan kaum Muslimin, maka ia tidak termasuk golongan kami.”
Ibadah puasa dilakukan oleh umat-umat sebelumnya juga sejatinya lebih dari sekedar menahan makan dan minum di siang hari. Secara subtansial, ia merupakan ibadah sosial untuk memerangi egoisme dan mentyerahkan jalan hidup ini hanya kepada Tuhan semata. Ini telah dibuktikan para rasul Allah dari zaman ke zaman.