Ramadhan Momen untuk Berkontemplasi

Ramadhan Momen untuk Berkontemplasi
Ramadhan Momen untuk Berkontemplasi. Ditulis oleh: Muhammad Subair, Pengasuh Pondok Pesantren Modern Darul Madinah Wonosari

Ramadhan Momen untuk Berkontemplasi. Ditulis oleh: Muhammad Subair, Pengasuh Pondok Pesantren Modern Darul Madinah Wonosari

Ramadhan hadir untuk membawa pesan korektif atau tepatnya melakukan introspeksi kebangsaan terhadap apa yang sedang terjadi saat ini. Pesan untuk melakukan introspeksi selama bulan Ramadhan sejalan dengan QS Al-Hasyr:18. “Hai orang-orang yang beriman, Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Sesungguhnya perbuatan apa yang dilakukan hari ini merupakan manifestasi terhadap apa yang akan terjadai di masa yang akan datang. Jika itu hal yang kurang baik, satu-satunya jalan adalah bertobat dan tidak mengulangi perbuatan tersebut. Kata introspeksi atau ihtisab, dikutip dalam Hadis Rasullah SAW. Hadis ini menganjurkan orang berpuasa untuk melakukan kegiatan introspeksi atau mawas diri sebagai syarat mencapai tujuan ibadah puasa, yang berarti akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT.

Disebutkan di situ, “Barang siapa berpuasa (di bulan Ramadhan) penuh dengan keimanan dan introspeksi diri, maka diampuni segala dosa yang telah lalu” (HR Bukhari Muslim). Jadi, untuk dapat mencapai ampunan dari Allah tersebut, perlu ada introspeksi atau melakukan koreksi terhadap segala tindakan dan tingkah laku yang tidak baik dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya.

Munurut cendekiawan Muslim Nurcholis Madjid (Cak Nur), kata ihtisab akan lebih tepat kalau diterjemahkan dengan self examination atau melakukan koreksi diri. Cak Nur menilai, koreksi diri adalah tindakan yang sangat sulit dilakukan, khususnya oleh mereka yang tidak memiliki sikap jujur dan rendah hati. Kemauan melakukan koreksi atau kritik terhadap kesalahan diri adalah pekerjaan yang amat sulit.

Akan tetapi, ini adalah hakikat akhlak mulia sebagaimana yang dimaksudkan oleh hadis Nabi di atas. Di situlah pentingnya amalan puasa harus diikuti oleh tindakan ihtisab agar orang yang beriman dapat memiliki akhlak mulia. Sebaliknya orang yang tidak mau melakukan introspeksi disebut sebagai sikap sombong atau fasiq, yang akan membawa pada kehancuran.

Dalam konteks hari ini, Cak Nur menyebut orang fasiq sering diidentikkan dengan orang yang tidak mau mengikuti atau peduli pada aturan hukum yang berlaku. Bahkan cenderung memaksakan kehendak agar sejalan dengan kemauannya saja.

Puasa dalam bahasa Arab disebut shaum atau syiyam, dimaknai sebagai imsak yang berarti menahan diri. Sejak fajar menyingsing hingga matahari tenggelam, umat Islam menahan diri dari makan, minum, dan segala perbuatan buruk. Kegiatan keagamaan ini memberikan manfaat secara fisik dan spritual.

Secara fisik, puasa memberi waktu bagi organ-organ pencernaan untuk beristirahat dari kesibukan memproses makanan-minuman yang dikonsumsi manusia. Jeda ini membersihkan tubuh dari asupan yang berlebihan, bahkan racun. Secara spritual, puasa juga menjadi sarana untuk menghentikan berbagai perilaku buruk, khilaf, dorongan hawa nafsu, dan kotoran hati serta pikiran. Selama puasa umat Islam didorong untuk memperbanyak amalan baik, bersyukur, serta mendekatkan diri pada Tuhan. Ramadhan yang berlangsung diharapkan dapat menjernihkan batin dan pikiran warga Indonesia. Kejernihan ini penting setelah bangsa ini mengelar pemilu pada 14 Februari 2024.

Loading...