HARIANNKRI.ID – Banyak hal yang dianggap janggal pada kronologis penetapan Pegi sebagai Daftar Pencaian Orang (DPO) dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon. Banyak prosedur hukum yang tidak dilakukan secara utuh pada kasus tersebut.
Hal ini dikatakan Sekretaris Bidang Kajian Hukum dan Undang-undang Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Nicholay Aprilindo kepada hariannkri.id, Sabtu (06/07/2024). Ia meyakini, secara kronologis, proses penetapan DPO pada Pegi bermasalah.
“Karena untuk ditetapkan sebagai DPO, harus diawali dengan adanya Dumas (Pengaduan Masyarakat-red),”kata Nicho melalui sambungan selular.
Lanjutnya, setelah dibuat dumas oleh Penyelidik, kemudin keluar Surat Perintah Penyelidikan yang ditanda tangani oleh atasan Penyelidik dalam hal ini Kasat Reskrim a/n Kapolres atau Dirkrimum. Stelah itu dilakukan penyelidikan dengan mengundang para saksi, teradu untuk diminta keterangan klarifikasi atas Pengaduan Masyarakat terhadap suatu tindak pidana.
kronologis selanjutnya adalah mendapatkan cukup bukti berdasarkan 2 alat bukti yang sah. Keharusan adanya minimal 2 alat bukti ini ditetapkan dalam pasal 184 KUHAP. Jika terpenuhi, maka dilakukan Gelar Perkara. Tujuannya berdasarkan hasil penyelidikan, interview serta alat bukti lainnya apakah dapat ditingkatkan ke Penyidikan.
“Bila dalam gelar perkara didapat cukup bukti, maka penyelidikan ditingkatkan ke Penyidikan,” ujar Nicho.
Ia menekankan, hasil gelar perkara tersebut para penyelidik menentukan sepakat atau tidak dinaikkan ke penyidikan. Jika berlanjut, maka Kasat Reskrim atasnama Kapolres atau Dirreskrimum sebagai atasan penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan. Saat itu pula dilakukan penetapan status Tersangka untuk ditindak lanjuti dalam penyidikan.
Kemudian, ungkapna,setelah Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan maka Penyidik membuat SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) kepada Kejaksaan Tinggi. Penyidik kemudian memanggil Pembuat Dumas untuk membuat Laporan Polisi dan di BAP.
“Disini status Pengadu Dumas merubah menjadi Pelapor berdasarkan LP (Laporan Polisi-red),” imbuhnnya.
Kronologis selanjutya, Penyidikan dilakukan dengan memanggil saksi-saksi. Penyidik juga mengumpulkan bukti-bukti surat, meminta keterangan ahli dan memanggil Terlapor/Tersangka.
Ia menekankan, Saksi-saksi atau Terlapor/Tersangka kemudian dipanggil secara patut. Saksi-saksi atau Terlapor/Tersangka diperbolehkan tidak datang memenuhi panggilan penyidik sebanyak duakali dengan alasan yang patut. Selanjutnya, penyidik dapat melakukan upaya paksa dengan menjemput saksi-saksi atau terlapor/tersangka.
Namun jika saksi, Terlapor/Tersangka tidak ditemukan, maka Penyidik memasukkan saksi, Terlapor/Tersangka didalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Penyidik membuat Berita Acara DPO serta membuat pengumuman DPO. Di dalamnya dijabarkan identitas, ciri-ciri, foto, serta pasal tindak pidana yang dilakukan.
“Itulah beberapa syarat yang harus dan wajib dilakukan atau dipenuhi penyidik untuk menetapkan seseorang menjadi DPO. Dalam kasus Pegi Setiawan sebagai DPO, banyak terjadi hal janggal dan prosedur hukum yang tidak dilakukan secara utuh,” tutup Nicho. (OSY)