Restorasi Nasdem, Restorasi As If

Harun Masiku Diframing Jadi Penjahat Besar. Opini Djoko Edhi

Restorasi Nasdem, Restorasi As If. Oleh: Djoko Edhi Soetjipto Abdurrahman, Anggota Komisi Hukum DPR (2004 – 2009), Advokat, Wakil Sekretaris Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU.

Jika Parpol Nasdem menang, niscaya nama kabinet 2014 ialah “Kabinet Restorasi”. Jika Parpol Nasdem mampu mengawal Amandemen UUD 45 ke arah restorasi dalam Sidang Umum MPR 2014, silogisme koalisi politiknya, ialah “Koalisi Restorasi”. Artinya, bukan an sich koalisi kekuasaan untuk kekuasaan yang kacau ketika ruling party terjebak korupsi, lalu sama sekali tak membawa pencerahan.

Fenomena Parpol Nasdem memang nyaris meyakinkan para analis, bakal jadi The Winner Pemilu 2014. Maklum, Parpol Nasdem memang diurus serius, sehingga memiliki resources “pembentuk harga” systems pasar, sejak media pandang dengar, media dengar, media cetak, multi media, konter (networking), lembaga riset, modal besar, dan think tank (LSM Nasdem), makin mantap sejak integrasi Hari Tanoe.

Makhluk apa itu Restorasi?

Awam mengira Restorasi Parpol Nasdem ialah restoran di kereta api yang juga bernama restorasi. Padahal, restorasi ialah suatu yang dibutuhkan bangsa untuk keluar dari kemelut systems fail: (i) Eksekutif distrust, (ii) Legislatif distrust, (iii) Yudikatif distrust, plus demokrasi wani piro yang lapar duit haram.

Jika toh, awam mengerti ideologi restorasi, pasti sama dengan saya: bagaimana mungkin dari pikiran Surya Paloh, yang tak idealis, pebinis, keluar dari Partai Golkar lalu mendirikan LSM Nasdem dan Parpol Nasdem, muncul ide hebat: Restorasi? Luar biasa. Kutip dong William Shakespierre, “Jangan tengok orangnya, lihat apa yang ia katakan..!”.

Hanya satu idiom restorasi ditemukan, termuat dalam 12.000 artikel di Internet, yaitu Meiji Restoration dan Meiji Ishin. Sehingga, yang dimaksud oleh Parpol Nasdem sama dengan yang dimaksud oleh LSM Nasdem, yaitu Terminologi Restorasi pada sejarah bangsa Jepang.

Oktober 1868, mulanya, Kaisar Mutsohito mengumumkan “Kabinet” Restorasi Meiji, artinya “Pemerintahan Cerah”. Derivasi “Cerah” dalam Voltaire, Enlightenment > Empowerment, dalam Emily Durkheim dan Burkraht Kreim, Enklarung > Aufklarung. Suatu series teknik metodologi ideologisasi! Yaitu, pemerintahan berfokus utama memodernisasi Jepang yang kolot, terbelakang, tertutup, penuh konflik, dikenal sebagai Restorasi Meiji dalam sejarah dunia.

Setelah Kaisar Komey mangkat, 1866, anak lelakinya, Mutsohito, 14 tahun, menggantikan Komey. Namun Era Meiji dalam klaim sejarawan mengacu 1668 – 1912. Itu, mengambil waktu mangkatnya Mutsohito pada 1912.

Restorasi Meiji diterminonologis sebagai Revolusi, dan juga Pembaruan, merujuk peristiwa puncak pengembalian kekuasaan negara kepada Kaisar Jepang dari (i) Keshogunan, (ii) Daimyo, dan (iii) Domain di penghujung Zaman Edo, akhir kekuasaan Rezim Shogun Tokugawa (1868) yang feodal.

Restorasi menghasilkan perubahan struktur sosial politik Jepang secara radikal dalam tiga tahun, 1866 – 1869, yaitu akhir zaman Edo hingga awal Pemerintahan Meiji, bersumber dari Traktat Shimoda dalam Perjanjian Towsen Harris yang diinisiasi Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat (AS) saat armada AS pertama kali hendak memasuki perairan Jepang.

Pengaruh mendasar Shimoda, adalah perubahan konstitusi Jepang yang kelak disupervisi Jenderal Mac Arthur (AS) ke arah negara super power. Konstitusi itu, berlaku hingga kini. Menarik sekali, di mana aktor pelakon reformasi itu, jumlahnya tak lebih dari 100 anak muda cerdas yang berdedikasi tinggi.

Subtansi restorasi adalah: (i) Restorasi Konstitusi, (ii) Restorasi Pemerintahan, menggunakan aspek pendidikan dengan doktrin Bushido (1. Disiplin tinggi, 2. Asketik, 3. Pengutamaan Etika dan Tata krama) dengan doktrin Samurai (4. Jujur, 5. Kerja keras, 6. Tahu malu, 7. Ikuti pemimpin, 8. Tidak individualis, 9. Tidak egois, 10. Bertanggung jawab, 11. Bersih hati), kemudian ditopang oleh karakter (12) konsisten, serta sikap umum (13) kehendak kuat menolong orang lain (13 unit doktrin tersebut mestinya sudah dalam bentuk kontrak politik Nasdem untuk ditawarkan kepada rakyat). Chemistry perilaku Tokugawa – yang piawai dalam pemerintahan – Bushido – Samurai, tadi, telah membantu Jepang mempertahankan identitasnya tatkala bertransformasi menjadi kapitalis dari sebelumnya sosialis komunal. Menggunakan postulat hermeneutika, saya kira Meiji Ishin adalah Dekonstruksi (bukan Konstruksi, bukan Rekonstruksi).

Siswono Yudhohusodo dalam diskusi terbatas di markas PBNU, Juli 2012, mengemukakan bahwa Restorasi Meiji, sukses mengakselerasi industri Jepang yang jadi modal dasar Kebangkitan Jepang menjadi super power ekonomi sekaligus kekuatan militer dunia mulai 1905 di bawah slogan Fukoku Kyohei (Negara Makmur Militer Kuat). PBNU berharap Partai Nasdem kelak berkuasa, bukan lain, hadir untuk memotori Restorasi Indonesia.

Jika benar, wajib kita dukung dia. Mampukah Nasdem mengajak (i) komponen bangsa untuk melakukan dekonstruksi Meiji Ishin? (ii) Menawarkan kepada Parpol lainnya dan (iii) kepada kelompok Islam? Sekarang Nasdem terdesak oleh tematik as-usual, bukan sibuk bikin doktrin Bushido or Samurai yang jelita ala Indonesia.

Jawaban Untuk Prabowo

Di Pilleg & Pilpres (2014 – 2015), nyaris pasti Nasdem The Winner. Bahkan para kyai sampai pada kesimpulan partai Islam habis. Gerindra, PAN, PKS, PPP, Hanura, PKB, dan sekelasnya, di lubang jarum ambang batas parlemen (PT) yang 3,5% itu.

Mari berhitung! 300 Caleg Nasdem disubsidi Rp 3 Miliar per kapita. Secara empiris [saya], hampir pasti pula mereka semua sampai ke Senayan. Bego aja Calegnya kalau tak nyampe. Jumlah yang 300 itu = 54% dari total 560 kursi di Senayan yang didulang Nasdem. Sisanya 260 kursi atau 46% (Non-Nasdem). Jadi, untuk alokasi Caleg, Nasdem menerbitkan costing Rp 3 miliar dikali 300 Caleg = Rp 900 Miliar. Taruhlah untuk capai 300 kursi, Nasdem mengerahkan subsidi Rp 1 Triliun untuk 333 Caleg, atau loses 10%. Murah, karena RI-1-nya juga Nasdem.

Pola sama dioperasikan Gerindra Pemilu lalu. Dengan demikian, Gerindra punya data empirik lebih akurat. Jadi, pola Nasdem itu, bukan isapan jempol! Untuk gunakan pola aquo, minimal Parpol harus punya modal dasar Rp 2 Triliun, sbb: (i) Alokasi Caleg Rp 1 triliun. (ii) Alokasi Promo Rp 600 Miliar. (iii) Alokasi Manajemen Rp 400 Miliar cukup jika hemat (termasuk biaya ikat LSM dan Parpol Putus Asa). Angka ini bisa ditekan hingga 80% jika Gerindra punya TV, Radio, Koran Besar, dan Lembaga Riset2an.

Mari hitung lanjut: jika Nasdem menyedot 54% kursi Senayan, yang disedot kursi siapa [kini]? Jika prorata, maka Gerindra, PAN, PKS, PPP, Hanura, PKB yang disedot sampai tak lolos ambang batas. Taruhlah Gerinda gunakan pola sama dengan Nasdem karena Gerindra punya big boss, maka PAN, PPP, Hanura, PKS, PKB yang terhisap sampai di bawah par. Kelimanya hingga kini belum terdengar punya costing <Rp 2 Triliun plus minus dinamika. Yang lolos: (1) Nasdem, (2) Golkar, (3) PDIP, (4) Gerindra, (5) Demokrat [yang terakhir ini jika tak mampu bersigera membersihkan internal bisa lenyap, juga karena polanya di Pemilu lalu basi, useless].

Komposisi bagus! Cukup lima partai saja. Nah, Islam akan melebur ke lima itu. Pemenangnya, yang mampu tampung Islam lebih luas. Ya, Nasdem [jika tak berbasis Muhammadiyah an-sich], saya kira cukup menjanjikan masa untuk depan Indonesia asal bukan Restorasi As If (seolah-olah).

Loading...