Bayang Korupsi Ditengah Pandemi. Opini Yuliyati Sambas

Bayang Korupsi Ditengah Pandemi. Opini Yuliyati Sambas

Bayang Korupsi Ditengah Pandemi. Oleh: Yuliyati Sambas S.Pt, Pegiat literasi, Komunitas Penulis Bela Islam

Dunia kini tengah diuji dengan merebaknya pandemi Corona. Semua kalangan menyadari bahaya dari pandemi itu dan berupaya untuk melakukan upaya terbaik agar terhindar darinya.

Namun di balik gempita pemberitaan terkait Corona, ada satu celah bayang buram yang menelusup. Bayang korupsi yang dikhawatirkan turut menyertai penggelontoran dana bagi penanganan kasus pandemi.

Sebagaimana dilansir oleh COMPAS.COM (22/03/2020) bahwa Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawal penggunaan anggaran Rp27 Triliun yang akan dikeluarkan pemerintah untuk penanganan virus Corona.

“Dalam hal ini selain KPK dan DPR, publik juga harus turut mengawasi supaya penggunaan dana realokasi tersebut,” kata Hidayat dalam keterangan tertulis, Jumat (20/3/2020).

Hidayat pun meminta pemerintah berhati-hati dan transparan dalam menggunakan anggaran tersebut.

Sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Wakil Ketua MPR di atas, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri pun mengingatkan semua pihak agar tidak melakukan praktik korupsi di tengah pandemi virus Corona di Indonesia.

Firli menegaskan, hukuman mati mengancam para oknum yang berani melakukan praktik korupsi pada masa terjadinya bencana. Seperti pada saat pandemi virus Corona ini. (KOMPAS.com, 21/03/2020)

Sungguh demikian buruk perilaku seseorang, jika musibah dan pandemi pun bisa menjadi inspirasi dalam melakukan tindak kriminal. Hal ini seiring dengan semakin dalamnya paham kapitalis menerobos ke dalam benak masyarakat. Satu paham yang mendewakan harta dan materi. Tanpa memandang cara yang digunakan untuk meraihnya. Halal atau haram bukan prioritas.

Peluang kejahatan akan senantiasa terjadi di alam demokrasi sekuler, dalam kondisi pandemi sekalipun.
Pemikiran sekuler yang telah merasuki masyarakat, kian mereduksi rasa takut tiap individu ketika berseberangan dengan aturan Sang Maha Pencipta. Hal ini umum terjadi, baik di kalangan rakyat biasa bahkan pejabat pengampu pemerintahan.

Tindakan tegas yang diberlakukan oleh KPK pun kepada para pelaku kriminal berupa kecurangan dan korupsi nyata tak berefek jera. Terbukti dengan kian banyaknya kasus demi kasus korupsi yang mengemuka. Padahal lembaga tersebutlah yang diharap masyarakat untuk menjadi garda terdepan dalam pemberantasan segala bentuk kecurangan berupa korupsi.

Hal ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang buruk tengah terjadi di negeri dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia ini. Tentu dimulai dari ranah individu yang kian keropos dari rasa keimanan dan ketakwaan. Diperparah oleh kontrol masyarakat yang makin melemah. Dengan fakta budaya individualis yang demikian kentara. Dua pilar tersebut ditopang oleh lemahnya sistem dan mekanisme yang diberlakukan negeri ini. Pasal karet dan Undang-Undang ala kapitalisme yang sejatinya buatan manusia sangat berpeluang untuk bisa direkayasa. Fakta menunjukkan betapa ia demikian tumpul ke atas sementara tajam ke bawah.

Sungguh kondisi buruk yang tengah membelit negeri ini, terkait bayang korupsi, bukan perkara mustahil dapat dienyahkan hingga ke akarnya. Dengan meneropong pandangan Islam terkait hal ini.

Islam memandang bahwa segala bentuk kecurangan dalam proses pengumpulan harta seseorang adalah suatu perbuatan buruk. Dimana akan berkonsekuensi dosa berupa siksa di akhirat. Juga hukuman setimpal ketika di dunia. Sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang artinya:

“Dari Jabir bin Abdullah ra., berkata, Rasulullah saw. bersabda ‘Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan berbuat baiklah dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas/mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya). Maka bertakwalah kepada Allah Swt. dan berbuat baiklah dalam mencari harta. Ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.’.” (HR Ibnu Majah)

Korupsi adalah satu di antara berbagai kecurangan itu. Di dalam konsep Islam, korupsi mempunyai tiga istilah yang paling popular yaitu al-rishwah (suap menyuap), ash-shut (gratifikasi), dan al-ghulul (menyembunyikan/mengambil sesuatu yang bukan haknya). Ketiga jenis kecurangan ini adalah perilaku yang terkatagori dosa dan tercela.

Dalam tataran hukum, Islam demikian tegas ketika berhadapan dengan kasus kecurangan ini. Hal itu yang akan menjadikan efek jera sehingga masyarakat terjaga hartanya dari perilaku tercela pribadi lain. sanksi institusi negara bagi pelaku korupsi mampu memberikan efek cegah dan jera. Bentuk dan kadar sanksi atas tindak korupsi diserahkan kepada ijtihad khalifah (pemimpin pemerintahan tertinggi dalam sistem Islam) atau qadhi (hakim). Bisa dengan disita seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab, atau tasyhîr (diekspos), penjara, hingga hukuman mati.

Sungguh kita akan melihat bahwa sistem apapun, jika itu lahir dari karya manusia tak akan membuat rakyat nyaman apalagi diprioritaskan. Termasuk dalam sistem kapitalis saat ini.

Permasalahan umat saat ini, dengan diberikannya ujian berupa pandemi Covid-19, pelaku kriminal, korupsi dan seterusnya kian menyadarkan pada kita semua betapa butuhnya kita sebagai makhluk untuk senantiasa bergantung pada Zat yang Menciptakan alam semesta ini. Maka semua permasalahan yang tengah membelit negeri tentu arah penyelesaian terbaiknya adalah dengan bersegera menuju taubatan nasuha (taubat yang sesungguhnya) dalam seluruh tatanan kehidupan. Dengan mengembalikan segala sesuatu pada aturan-Nya. Agar Ia ridha dan memberi jalan keluar terbaik bagi semesta. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Loading...