HARIANNKRI.ID – Ketua Poros Rawamangun Rudy Darmawanto menyebut ada selisih 44 ribu rupiah per paket bansos DKI yang diberikan kepada masyarakat di hampir seluruh putaran pembagian. Ia juga menyebut selama itu pula, kerap ditemukan beras dari bansos tersebut tidak layak konsumsi.
Dihubungi melalui sambungan selular, Minggu (20/12/2020) dini hari, Rudy mengaku prihatin akan bansos DKI yang selama ini diberikan kepada masyarakat Jakarta terdampak covid-19, terutama beberapa kecamatan di wilayah Jakarta Timur. Berdasarkan hasil survei pihaknya di lapangan, Rudy mengaku ada selisih 44 ribu dari nilai paket bansos yang seharusnya. Ia juga mengaku, pada sebagian besar putaran pembagian bansos, beras yang diberikan dinilai tidak layak konsumsi.
“Prinsip saya begini. Kalau bersedekah itu, kata Rosulullah, sedekahlah sebaik-baiknya sedekah. Berasnya yang cakep. Tidak boleh mengurangi timbangan. Syukur apa (seperti-red) yang biasa kita makan, itu yang kita sedekahkan. Jadi beras bansos tidak memenuhi standar azas kepatutan,” kata Rudy Darmawanto.
Ia menuturkan, bansos yang diberikan Pemprov DKI kepada masyarakat terdampak covid-19 sebanyak 12 putaran. Sekitar tanggal 14 Desember 2020 lalu, bansos DKI memasuki putaran ke-11. Adapun putaran terakhir akan disalurkan pada akhir bulan ini.
Menurutnya, nilai paket bansos sendiri pada putaran pertama sejumlah 149.500, dengan 8 item barang, tidak temasuk kantong plastik. Menginjak putaran ketiga, nilai bansos naik menjadi 275 ribu perpaket dengan 10 item, tidak termasuk kardus.
Ketua Poros Rawamangun ini menegaskan, dugaan ada selisih nilai paket bansos DKI ini terjadi sejak putaran ketiga. Masyarakat juga mengeluhkan kualitas beras bansos yang dinilai tak layak konsumsi. Namun ia mengaku baru mendapatkan bukti pada putaran kedelapan hingga terakhir.
“Sebenarnya kejadian tersebut sudah ada sejak putaran ketiga. Yang saya ada bukti, ya putaran 8,9,10 sama 11. Putaran ketiga, nilainya dinaikkan menjadi 10 dengan total harga 275.000. Itu di luar kardus dan ongkos produksi serta kirim. Pada putaran keempat, orang pada protes soal beras. Dimasak hitam, banyak kerikil. Pada putaran kedelapan, saya memang mendapati beras yang tidak bisa dimakan. Saya simpan. Itu bulan Agustus. Putaran 9 juga begitu. Kesepuluh, malah ada yang 4,2 kilo, seharusnya 5 kilo,” ujarnya.
Kepada Ketua RT yang masyarakatnya mengeluhkan bansos tersebut, ia menyarankan untuk dilaporkan ke pihak Inspektorat Jakarta Timur. Rusy mengaku, laporan masyarakat tersebut sudah diterima namun hingga putaran 11 belum juga ada perbaikan kualitas.
Sekitar tanggal 14 Desember, Rudy menuturkan, dirinya menggelar jumpa pers dengan wartawan. Pada jumap pers tersebut ia menjabarkan bahwa nilai bansos DKI sejumlah 275 ribu itu terdiri dari 10 item, diantaranya; 10kg beras, 2 sarden, 2 opor ayam kalengan, kecap, mie instan, sabun, tepung terigu, minyak goreng.
Berdasarkan temuannya di lapangan, kualitas bansos yang diberikan pada beberapa putaran terakhir berbeda dengan putaran awal. Ia menyebut, produk yang ada di bansos tersebut sama, namun mereknya berbeda. Ia menekankan, harga barang yang sama dengan merek yang berbeda, hampir seluruhnya lebih murah dibanding merek sebelumnya.
Di jumpa pers tersebut juga dikatakan, Rudy meminta stafnya untuk berbelanja dengan item yang sama persis seperti yang ada di paket bansos. Ia pun meminta stafnya untuk berbelanja secara retail di Indomaret atau Indogrosir.
“Kalau beli satuan, ketemunya 216.500. Padahal beli satuan di Indogrosir. OK lah asumsi termahal 231 ribu. Jadi kita temukan di angka 44 ribu. Kalau 44 ribu satu kotak, sementara penerima bantuan itu 2,4 juta orang. Kalau 44 ribu kali 2 juta saja, itu sudah 88 miliar satu putaran. Anggaplah 10 kali putaran, 880 miliar. Hampir 1 triliun,” tegas Rudy.
Lanjutnya, kejadian seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Rudi menekankan, semua upaya untuk mengambil keuntungan dengan tidak seharusnya adalah perbuatan tindak pidana korupsi. Terlebih program bansos DKi ini aalah program pemberian bantuan karena terdampak bencana.
“Meskipun ada omongan perusahaan harus profit. Kalau mau profit, pakai modal sendiri, jangan APBD atau APBN. Modal sendiri boleh loe cari profit, ini APBD atau APBN, tidak boleh ada profit. Pajak aja di-nol-in. Itu yang jadi masalah,” kata Ketua Poros Rawamangun ini.
Ia mengaku sempat mengkonfirmasikan hak ini kepada PD Pasar Jaya selaku pihak yang dikuasakan oleh Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta untuk menyediakan barang yang akan dibagikan. Ia mengaku sempat berdialog dengan humas PD Pasar Jaya yang bernama Gatra dan beberapa stafnya. Rudy menuturkan, pada dialog tersebut, pihak PD Pasar Jaya disebutnya tidak bisa menjelaskan alasan yang mengapa terjadi selisih harga dan beras bansos tidak layak konsumsi.
“Mereka tidak bisa ngejelasin ini. “Iya pak, kita kalau ada rusak kita ganti pak”, kata mereka. Saya bilang, “urusan loe kalau loe mau ganti. Tapi mens rea-nya, hukum tindak pidana korupsi itu sudah ketahuan loe”. Ada niatan dari awal, ada niatan emang. Jadi kalau ada komplain, diganti. Gak bener itu. Ada niatan dari awal dan itu memang tindak pidana korupsi,” tegasnya.
Rusy mengaku sudah mengkomunikasi temuannya dengan Ketua KPK Firli Bahuri. Saat ini pihaknya tengah menunggu konfirmasi waktu pertemuan dengan Komisioner KPK.
Harapannya, apa yang telah perjuangkan selama hampir tiga minggu ini adalah dusut tuntasnya kasus dugaan selisih nilai bansos DKI dan beras bansos yang tak layak konsumsi. Ia mengaku hanya minta hukum ditegakkan secara adil dan transparan, serta koruptor diseret ke pengadilan.
“Gak ada yang gua minta. Gua hanya minta pada aparatur, baik itu KPK. Kalau kelamaan nanti Bareskrim, gua minta untuk turun dan bisa mengusut semua ini secara tuntas dan disampaikan kepada masyarakat. Orang lagi susah, terima ya terima aja. Tapi gak boleh manfaatkan begitu. Dosa, dholim bos. Ini untuk masyarakat langsung. Dosa bos dosa,” ujar Rudy.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Irmansyah, saat dihubungi, belum bersedia dikonfirmasi. (OSY)