HARIANNKRI.ID – Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda Islam (GPI) Diko Nugraha memastikan akan melaporkan siapapun yang telah merusak atribut organisasi yang tertera dalam baliho atau spanduk GPI Istiqomah Perangi Maksiat. Metode dakwah langsung tersebut bertujuan memberikan informasi kepada umat tanpa tendensi apapun.
Ditemui hariannkri.id di kawasan Cikini Jakarta Pusat, Minggu (11/02/2024), Diko memberikan tanggapannya atas video viral pencopotan salah satu baliho GPI Istiqomah Perangi Maksiat. Pencopotan baliho yang dipasang di kota Cirebon pada Minggu 14 Januari 2024 tersebut disinyalir dilakukan sekitar seminggu usai pemasangan.
“Saya minta maaf ke semua pihak jika gerakan kami menimbulkan kontroversi. Bahwa mengenai pogram dakwah PP GPI tersebut memang kami melakukan gerakan amar makruf nahi mungkar. Kita melakukan syiar, dakwah, memberikan informasi kepada umat seputar anti kemaksiatan. Ada beberapa hal metode dakwah, secara langsung atau melalui media. Nah, baliho dan spanduk yang kami pasang di berbagai daerah itu adalah dakwah yang kami lakukan secara verbal atau fisik,” kata Diko.
Aktivis muda nasional yang namanya dikenal sejak insiden Makar 313 ini menjelaskan, muatan isu dakwah selalu disuaikan dengan fakta-fakta. Terlepas fakta yang terjadi menyangkut soal pemerintahan, birokrator swasta bahkan aparatur negara. Diko menegaskan, tidak ada unsur apapun dalam dakwah terbuka mereka.
“Karena sifatnya ini adalah umum. Ketika secara kasuistik dikaitkan dengan seseorang, itu hanya kebetulan saja,” tegas Ketum PP GPI.
Intinya, lanjut Diko, siapapun yang bagi GPI melanggar etika, melanggar moral ketimuran, tidak sesuai dengan kaidah hidup berbangsa, beragama, GPI akan bergerak. Alasannya, bagi GPI, fondasi kehidupan beragama dan bernegara adalah budi pekerti.
“Dan isu kemaksiatan itu di agama manapun di positif hukum manapun, itu dilarang. Makanya GPI melakukan syiar melalui media itu,” tambahnya.
Terkait dakwah terbuka yang dilakukan bersamaan dengan situasi pilihan presiden (pilpres), Diko merasa tidak ada relevansinya. Diko menekankan, hampir sepanjang tahun GPI melakukan tindakan mereaksi semua yang berkaitan dengan kemaksiatan. Pemasangan baliho dan atau spanduk GPI Istiqomah Perangi Maksiat sejatinya sudah menjadi salah satu program dakwah yang terencana.
“Kami tekankan, tiap tahun. Jangan sampai ada korban hoaks, pembodohan. Dan umat harus tahu, bangsa ini harus tahu rekam jejak atau trackrecord siapapun yang kami anggap promaksiat. Siapapun yang melakukan dan atau berafiliasi dengan kemaksiatan. Umat punya hak untuk tahu. Itu saja,” tekan Ketum PP GPI.
Diko dengan tegas menyatakan, GPI tidak ada hubungannya dengan partai politik dan tidak ada hubungannya dengan relawan. Ia mengklaim faham betul dengan istilah dan ruang kerja setiap lembaga pada proses pemilihan umum. Seperti; Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bahkan kinerja Kepolisian, Kejaksaan pada proses pelaksanaan pemilu dalam satu kesatuan Gakumdu.
“Itu sudah ada jalurnya masing-masing dalam PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum-red). Sedangkan PHPU sama sekali tidak menyentuh relasi keormasan, dengan kerja ormas. Ruang lingkupnya beda, teritorial hukumnya beda,” jelasnya.
Terkait dengan video pencopotan baliho GPI Istiqomah Perangi Maksiat, Diko mengaku tidak terlalu menyoroti pelakunya. Ia menekankan, definisi atribut organisasi adalah tanda kelengkapan, lambang, atau sifat yang menjadi penjelas organisasi. Baginya, siapapun yang menurunkan atribut GPI, sedangkan GPI adalah organisasi legal yang pastinya dilindungi oleh Undang-Undang, maka bagi Diko, hal itu jelas-jelas pelanggaran.
“Dan saya wajib membela hak konstitusi organisasi saya. Tidak ada yang boleh merusak atribut organisasi GPI. Mau parpol, relawan, siapapun, saya pastikan akan membela. Itu hak konstitusi saya. Kalau KPU atau Bawaslu saya akan lanjutkan ke DKPP, kalau partai pemilu atau relawan ya saya lanjutkan ke Gakumdu. Yang pasti, saya lanjutkan,” tutup Ketum PP GPI. (ANW)