HARIANNKRI.ID – Pengamat politik Dr Nicholay Aprilindo SH MH MM mengatakan, jika terdapat dugaan kecurangan TSM (Terstruktur, Sistematis dan Masif) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, segera tempuh jalur hukum. Ia mengajak semua pihak lapang dada menerima hasil pilpres 2024, tidak usah bangun narasi negatif yang berpotensi merusak kerukunan bangsa.
Nicho menuturkan, fase pemilihan presiden sudah melalui masa pencoblosan pada 14 Februari 2024 lalu. Berdasarkan hasil quick count yang diunggah di berbagai televisi menyatakan Prabowo Giban menang satu putaran. Semua pihak masih harus menunggu hasil rekapitulasi KPU.
“Kepada paslon 01 dan 03 yang belum beruntung pada pilpres 2024 ini supaya tidak lagi membangun narasi-narasi kecurangan TSM dan narasi negatif lainnya dengan mengatasnamakan rakyat. Jangan menuduh seolah-olah terjadi kcurangan.,” kata Nicho melalui tiktok yang diunggah perdana pada Rabu (14/02/2024).
Berkaca pada pada pemilu 2019 lalu, lanjutnya, justru pihak yang saat ini getol menarasikan kecurangan TSM dan sebagainya, malah menerima bahkan percaya pada quick count. Mereka berpatokan dari hasil quick count dan ternyata hasil rekapitulasi KPU juga tidak jauh berbeda.
“Oleh karena itu, pada kesempatan ini marilah kita dewasa dalam berpolitik. Jangan lagi mempunyai sifat kekanak-kanakan dalam berpolitik. Jangan menarasikan sesuatu hal yang tidak pernah terjadi. Kalau memang terjadi scara TSM, buktikan kecurangan itu di Mahkamah Konstitusi,” tegas Nicho.
Alumni Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) ini mengingatkan Undang-Undang No.7 Tahun 2017. Pada UU No.7 Tahun 2017, sebuah kecurangan akan disebut TSM jika terbukti terjadi di 50 persen provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Artinya, kecurangan TSM tersebut minimal terjadi di 20 provinsi.
“Jika memang mempunyai bukti dari 50 persen provinsi di Indonesia yang sahih, valid, maka silahkan membawa itu ke Mahkamah Konstitusi. Tidak usah membangun narasi-narasi dengan kecurangan secara TSM dari hilir ke hulu. Tidak usah membangun narasi itu. Dewasalah dalam berpolitik. Pakailah perangkat hukum yakni Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan mengadili perkara TSM tersebut. Kalau betul itu terjadi,” ungkapnya.
Nicho menjelaskan, tahun 2018, ia menulis disertasi mengenai kecurangan TSM. Disertasi tersebut diklaimnya disusun berdasarkan fakta dan data yang dikumpulkan sejak 2009, 2014 dan 2019. Fakta dan data tersebut dibangun dalam satu karya ilmiah untuk memperoleh gelar doktor ilmu hukum.
Berdasarkan disertasinya, Nicho menekankan, jika bicara kecurangan TSM, maka perlu pembuktian dari hulu ke hilir. Jangan bicara TSM tidak mempunyai bukti dari hulu ke hilir. Apalagi kalau tidak punya bukti sebanyak 38 provinsi di Indonesia. Harus dibuktikan dari 50 persennya, apakah betul terjadi pelanggaran atau kecurangan secara TSM.
“Jika bisa dibuktikan, marilah kita mengikuti proses demokrasi yang ada. Tapi kalau tidak bisa, janganlah mempengaruhi rakyat. Karena rakyat sudah bosan dengan provokasi, sudah bosan dengan adu domba, pecah belah. Rakyat ingin bersatu membangun negeri ini. Rakyat ingin bersatu memajukan, mensejahterahkan dan memakmurkan Indonesia melalui pemerintahan yang baik, sah dan dipilih langsung oleh rakyat,” tukasnya.
Nicho pun mengajak kubu 01 dan 03 untuk kembali bergandengan tangan dengan kubu 02 usai pilpres 2024. Karena semua bersaudara sehingga tidak perlu ada permusuhan dan pecah belah. Diingatkan pula, pemilu terjadi 5 tahun sekali, tetapi keberadaan bangsa ini sudah ada sejak tahun 1945 hingga selamanya.Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara besar, berdaulat dan merdeka. Demokrasi yang dibangun harus bernilai Pancasila, bukan liberal, bukan demokrasi negara yang tidak mengenal gotong royong dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Semoga para politikus, elit, pengamat, akademisi yang getol menyuarakan kecurangan, hal-hal fitnah, hoaks dan hal-hal yang negatif lainnya, mari hentikan. Kita bergandengan tangan, kita bersatu kembali untuk membangun bangsa dan negara kita yang tercinta. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan konstitusi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945,” tutup Nicho. (OSY)