HARIANNKRI.COM – Ketua LHB Phasivic Raden Mas Muhamad Agus Rugiarto SH yang biasa dipanggil Agus Flores menolak keberadaan TKA Cina yang ada di Morowali Sulawesi Tengah. Saat ini tenaga kerja lokal (pribumi) dirasa sudah mempunyai keahlian yang lebih dari cukup.
Masih dipekerjakannya tenaga kerja asing (TKA) dari Cina dirasa Agus Flores saat ini sudah tidak dibutuhkan lagi. Sudah saatnya pribumi secara total mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia. Ditemui di kantor LHB Phasivic di Graha Samali lantai 3 Jakarta Selatan, Selasa (12/3/2019), mantan Ketua YLKI Gorontalo selama 17 tahun ini menyayangkan maraknya penggunaan TKA di Morowali Sulawesi Tengah.
“Saya ini kelahiran Tompe Sirenja kabupaten Donggala. Cucu dari om Ade, pensiunan polisi Sirenja. Saya putra daerah asli. Saya prihatin dengan keberadaan TKA Cina di Morowali,” kata Agus Flores.
Pengacara milenial ini menjelaskan bahwa dirinya tidak hanya terlibat secara emosional saja terkait maraknya TKA di Sulawesi Tengah, khususnya Morowali. Dirinya mengaku juga terlibat secara langsung urusan TKA Cina di Morowali. Agus mengaku pernah bertindak sebagai pengacara tenaga kerja pribumi terkait kesenjangan upah pekerja.
“Waktu tenaga kerja asing masuk ke Morowali, saya yang lebih dahulu keberatan. Terutama pada masalah penentuan perbedaan upah minimum pekerja. Pekerja asing sekitar 15 juta, sedangkan untuk pribumi kisaran 4 sampai 5 juta. Perusahaan asing namanya PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP-red),” tutur Agus Flores.
Saat itu Agus Flores mendapat keluhan bahwa perbedaan upah antara tenaga lokal dengan TKA yang hampir semuanya berasal dari Cina ini berbeda jauh. Ia pun mengupayakan untuk menaikkan upah tenaga kerja pribumi.
“Pada saat itu muncul diskriminasi upah TKA lebih tinggi daripada tenaga lokal. Itu yang saya perjuangkan ke Pak Jokowi kemarin. Akhirnya dinaikkan lah upah tenaga lokal. Naik sampai kisaran 10 juta,” tutur Agus Flores.
Ia tidak menampik jika pada awalnya keberadaan TKA Cina dibutuhkan di Morowali. Ia bisa menerima pernyataan CEO PT IMIP, Alexander Barus di beberapa media massa tentang alasan penggunaan TKA. Seperti yang dikutip dari tribuntimur.com (7 Agustus 2018), Alexander Barus mengatakan penggunaan TKA karena sebagian besar bekerja di bidang konstruksi. Pekerjaan yang masih kurang bisa dikerjakan sendiri oleh tenaga kerja lokal.
“Memang ada beberapa yang hanya sedikit diisi oleh pekerja dari Tiongkok, kalau PLTU atau power plant kita tak perlu bergantung banyak ke mereka. Tapi begini, kalau beli AC yang pasang siapa, yah mereka kan, gak mungkin pasang sendiri. Tapi dalam proses pemasangan ini banyak karyawan kita yang harus bersaing,” kata Alexander Barus.
Alexander Barus juga mengatakan, terdapat perbedaan antara tenaga kerja lokal dangan asing, khususnya terkait etos kerja. Dimana TKA dinilai memiliki etos kerja lebih baik, meski fasilitas yang diterima dari perusahaan sama dengan yang diterima tenaga kerja lokal.
PT IMIP juga mengaku kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja lokal, karena banyak yang enggan ke Morowali untuk bekerja dan lebih memilih di Jawa.
“Perusahana sulit merekrut dari lokal, karena lulusan politeknik seperti ATMI ataupun Polman di Bandung, kebanyakan gak mau ke Morowali. Karena pekerjaan di Jawa banyak,” tutur Alexander Barus.
Atas pernyataan tersebut, Agus Flores mengingatkan bahwa keberadaan TKA Cina di Morowali ini sudah 3 tahun. Rentan waktu ini dirasa sudah sangat cukup bagi pekerja pribumi untuk belajar.
“Masa selama 3 tahun orang pribumi tidak belajar? Kan tidak masuk akal. Apa tenaga kerja kita sebodoh itu? 3 tahun belajar tidak pintar-pintar? Ah ini kan menghina namanya. Kalau cuma masang AC saja pakai TKA Cina, seharusnya di setiap daerah tidak ada service AC. Gimana sih. TKA Cina harus keluar dari Morowali Sulawesi Tengah,” tegas Agus Flores.
Menanggapi sulitnya merekrut tenaga lokal karena tidak mau bekerja di Morowali, hal ini juga dirasa Agus Flores tidak masuk akal. Pemerintah saat ini sedang berusaha menekan angka pengangguran. Alasan pekerjaan di Jawa banyak itu jelas tidak masuk akal.
Terkait maraknya keinginan masyarakat Sulawesi Tengah agar dirinya maju menjadi calon Wakil Gubernur, Agus Flores dengan tegas menolak. Sebagai putra daerah, ia pasti akan mengambil langkah tegas jika dirinya terpilih.
“Lebih baik saya tidak ikut konstetasi pilkada Sulteng. Karena kalau saya ikut dan jadi Wakil Gubernur, saya akan pulangkan TKA Cina ke negaranya. Izin PT Indonesia Morowali Indonesia Park harus dicabut. Bukan itu saja, perusahaan asing di Sulawesi Tengah akan gulung tikar. Karena saya tidak mau paham kapitalis menguasai Sulawesi Tengah,” kata Agus Flores.
Selain itu pengacara nyentrik ini sangat kaget ketika mendapat informasi bahwa PT IMIP sudah melakukan pembangunan pabrik baterai litium di Morowali. Dilansir dari tirto.id 29 November 2019, presiden Joko Widodo akan melakukan peletakan batu pertama pada tanggal 11 Januari 2019.
“Lho saya kok tidak tahu ada pembuatan pabrik baterai lithium di Morowali? Perusahaannya PT IMIP juga ya? Lithium itu berbahaya lho. Sudah amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red) belum?” tanya Agus Flores.
Disebutkan bahwainvetasi awal untuk pendirian pabrik baterai lithium senilai 700 juta dolar AS. Dalam perkembangannya, ditargetkan investasi di pendirian pabrik ini mencapai 4,3 Milliar dolar AS.
Sejumlah investor asing juga ditarik untuk terlibat dalam kerja sama dengan Indonesia dalam pendirian pabrik ini, yakni dari Jepang, Korea, dan Cina. Sejumlah investor asing itu ialah GEM (perusahaan daur ulang baterai), Tsingshin Group, CATL (perusahaan baterai terbesar di Cina) dan Hanwa (perusahaan Jepang). Sementara investor dari Indonesia adalah PT IMIP.
Menanggapi pembuatan pabrik baterai lithium tersebut, Agus Flores dengan tegas meminta kepada PT IMIP agar seluruh pekerjanya harus tenaga pribumi. Jika memang alasan awal maraknya TKA Cina di Morowali karena alasan pengalaman, maka 3 tahun dirasa sudah cukup untuk mengajari tenaga pribumi tentang teknologi atau etos kerja.
“Sudah cukup 3 tahun saja. Semua pekerja di pabrik baterai Morowali harus pribumi, tidak ada TKA Cina. Tenaga kerja kita harus diberi kesempatan. Sekali lagi saya meminta, tidak boleh ada TKA Cina di pabrik baterai Morowali, harus pribumi,” tutup Agus Flores. (OSY)