Pak Prabowo, Hati-hati dengan Luhut Panjaitan. Oleh: Asyari Usman, Wartawan Senior.
Luhut Panjaitan, pemegang kekuasaan paling besar di pemerintahan Jokowi, sangat ingin bertemu dengan ‘presiden pilihan rakyat’ Prabowo Subianto (PS). Dengan menggunakan kacamata sangka baik (husnuz-zon), tentu ajakan Luhut itu bukan problem.
Sekali lagi, keinginan untuk bertemu atau ajakan untuk bertemu bukan masalah. Yang menjadi masalah ialah kalau Pak Prabowo memenuhi ajakan itu. Andaikata Pak PS melayani ajakan Pak Menko, kita semua ingin berpesan agar Pak Prabowo berhati-hati dengan Luhut.
Tanpa masukan dari siapa pun, pastilah Pak Prabowo tahu persis siapa Luhut Panjaitan. Mereka sudah kenal sejak lama. Sama-sama berdinas di Kopassus. Pernah juga berbisnis bareng, dan lain sebagainya.
Tetapi, tak berarti keduanya sama dalam kepribadian. Tak berarti memiliki reputasi yang sama juga. Dan yang paling jelas, Pak Prabowo punya integritas. Tidak pernah terdengar menilap uang negara. Tak pernah pula mem-backing orang-orang berduit yang ingi mendapatkan sesuatu dengan jalan pintas.
Luhut, kata para pengamat, adalah orang yang pragmatis. Dalam bahasa lain, Luhut itu lebih suka berpikir keras tentang bagaimana cara agar tujuan tercapai. Dia tidak perduli dengan cara apa tujuan itu dicapai. Yang penting, tujuan tercapai. Apa saja cara, tidak masalah bagi Luhut.
Itu pula sebabnya Pak Jokowi senang memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Luhut. Jokowi yakin Luhut akan ‘get things done’. Bisa mewujudkan kehendak Jokowi (boleh jadi juga kehendak Luhut sendiri). Jokowi juga tidak menghiraukan cara untuk mencapai tujuan. Termasuklah tujuan supaya dinyatakan menang di pilpres 2019 ini.
Bagi Anda, mencurangi hasil pemilu, baik itu pileg atau pilpres, akan Anda lihat sebagai pertanda ketiadaan moral dan integritas. Tapi, bagi orang-orang yang hanya memikirkan tujuan, tindakan curang bukan masalah.
Sekarang, setelah nyata begitu banyak kecurangan yang terjadi dalam proses penghitungan suara pilpres 2019 (lebih 1,200 kali menurut catatan BPN Prabowo-Sandi), Luhut tidak merasakan semua itu sebagai kecurangan. Dia diam saja terhadap ratusan kejadian di lapangan dan di KPU yang berindikasi pencurangan suara Prabowo. Nah, sikap Luhut sangat kontras dengan prinsip moralitas Pak Prabowo.
Ada perbedaan ‘moral ingredients’ (ramuan moral) antara Pak Prabowo dan Luhut. Jadi, berdasarkan perbedaan moralitas yang tajam ini, tentulah tidak ada gunanya Pak Prabowo bertemu dengan Luhut meskipun Pak Menko memuja-muji ‘adiknya’ itu setinggi langit.
Sekarang ini, bukan saatnya untuk jumpa makan bersama seperti yang diinginkan oleh Luhut. Seluruh rakyat sedang sibuk mengawal suara Pak Prabowo.