Republik Indonesia Bab Dua: Mercenaries’ Bloody Hands. Oleh: Sri Bintang Pamungkas, Aktivis.
Krishna:
Kau tidak berperang untuk memperebutkan kekuasaan; kau berperang demi Keadilan, untuk menegakkan Kebajikan. Janganlah kau melemah di saat yang menentukan ini. Bangkitlah demi bangsa, negeri, dan Ibu Pertiwi.
Arjuna:
Dan, untuk itu aku harus memerangi keluarga sendiri? Krishna, aku bingung, tunjukkan jalan kepadaku.
Krishna:
Kau berbicara seperti seorang bijak, namun menangisi sesuatu yang tak patut kau tangisi. Seorang bijak sadar bahwa kelahiran dan kematian, dua-duanya tak langgeng. Jiwa yang bersemayam dalam diri setiap insan, sesungguhnya tak pernah lahir dan tak pernah mati. Badan yang mengalami kelahiran dan kematian ibarat baju yang dapat kau tanggalkan sewaktu-waktu dan menggantinya dengan yang baru.
Perubahan adalah Hukum Alam – tak patut kau tangisi. Suka dan duka hanyalah perasaan sesaat, disebabkan oleh panca-inderamu sendiri ketika berhubungan dengan hal-hal di luar diri. Lampauilah perasaan yang tak langgeng itu. Temukan Kebenaran Mutlak di balik segala pengalaman dan perasaan. Kebenaran Abadi, Langgeng dan Tak Termusnahkan. Segala yang lain diluar-Nya sesungguhnya tak ada – tak perlu kau risaukan. Temukan Kebenaran Abadi Itu, Dia Yang Tak Terbunuh dan Tak Membunuh. Dia Yang Tak Pernah Lahir dan Tak pernah Mati. Dia Yang Melampaui Segala dan Selalu Ada. Kau akan menyatu dengan-Nya, bila kau menemukan-Nya.
Karena sesungguhnya Dialah yang bersemayam di dalam dirimu, diriku, diri setiap insan. Maka, saat itu pula kau akan terbebaskan dari suka, duka, rasa gelisah dan bersalah. Kebenaran Abadi Yang Meliputi Alam Semesta, tak terbunuh oleh senjata seampuh apapun jua. Tak terbakar oleh api, tak terlarutkan oleh air, dan tidak menjadi kering karena angin. Sementara itu, wujud-wujud yang terlihat olehmu muncul dan lenyap secara bergantian.
“Keberadaan” muncul dari “Ketiadaan” dan lenyap kembali dalam “Ketiadaan”. Jiwa tak berubah dan tak pernah mati; hanyalah badan yang terus-menerus mengalami kelahiran dan kematian.
Apa yang harus kau tangisi? Badanmu lahir dalam keluarga para Satria, ia memiliki tugas untuk membela negara dan bangsa. Bila kau melarikan diri dari tanggungjawabmu, kelak sejarah akan menyebutmu pengecut….
Itulah petikan dari Baghawad Gita. Pembicataan antara Sri Krishna dan Arjuna sebelum Perang Barata Yudha antara kelompok Pandawa melawan Kurawa yang sebenarnya masih bersaudara dari anak turun Barata.
Perang Barata Yudha tersebut bisa dimiripkan dengan Perang-perangan yang sedang dan akan terjadi yang dipicu oleh peristiwa Pemilihan Presiden 2019 di Indonesia sekarang ini. Kalaulah Perang harus terjadi, maka Perang ini tentulah bukan untuk sekedar menang-menangan atau berebut Jabatan, Kekuasaan dan Kekayaan. Perang harus berlangsung di mana Kezaliman harus ditumbangkan… Keadilan dan Kebenaran harus ditegakkan… Kesejahteraan dan Kemakmuran harus diwujudkan!
Apa yang terjadi kemarin adalah jauh dari Perang Barata Yudha… Rakyat yang menolak Kecurangan dan menyuarakan Keadilan dan Kebenaran dilawan, ditembaki dan dibunuhi dengan peluru-peluru tajam.
Seakan-akan eksekusi itu datang dari Pasukan Bersenjata Bayaran demi kepentingan Negara Asing… Padahal mereka menggunakan label TNI dan Polri… Mereka seolah-olah mercenaries yang melihat Rakyat Pribumi sebagai musuh bebuyutan yang harus dilenyapkan…
Seandainya benar mereka bekerja untuk kepentingan Asing dan Aseng, maka tangan-tangan berdarah para mercenaries itu memang sudah selayaknya harus dilawan. Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dibela, diselamatkan, seperti dalam Perang Barata Yudha. Rakyat Indonesia bukanlah Pengecut dalam berusaha menyelamatkan Negara dan Bangsanya sendiri.
Semua itu demi menegakkan Keadilan dan Kebenaran serta menyelenggarakan Kemakmuran dan Kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia… Kekuasaan yang didukung para Pasukan Bayaran Asing ini harus ditumbangkan!