Refleksi Syawal 1440 H Sejak Berdirinya Kerajaan Pertama di Nusantara Hingga Indonesia Kini. Menelusuri Hilangnya Aset Kekayaan Rakyat, Bangsa dan Negara. Oleh: Yudi Syamhudi Suyuti, Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H bagi seluruh umat muslim di dunia.
Melalui tulisan ini saya ingin mereview catatan sejarah tentang negeri kita secara ringkas, singkat dan paling tidak bisa menjadi sedikit rujukan untuk mencari solusi bersama dalam mencari titik temu masalah yang terjadi.
Namun tulisan ini hanya sebagai review yang mengulas substansi atau Mukhtasor (ikhtisar) dari beberapa masalah inti saja.
Latar Belakang Sejarah
Sunda merupakan asal-usul sejarah tua Nusantara yang kemudian menjadi tatanan entitas yang berdiri secara tradisional dan membentang luas sebagai sebuah tatar sunda, perairan selat, filsafat dan ajaran budaya yang melahirkan basis sosial origin dan mempengaruhi tatanan masyarakat.
Sunda bahkan menjadi gambaran sebuah benua yang aliran perairannya diapit dua benua besar yaitu benua Sunda dan Sahul. Ini menjadi catatan pemetaan kuno dari berbagai literatur yang ditulis oleh penulis dari beberapa belahan dunia, seperti Asia, Timur Tengah, Eropa hingga Amerika.
Sunda lahir diawali sebagai ajaran yang dikenal sebagai ajaran padhang (terang), dimana saat itu dipandang sebagai penerang karena keyakinannya terhadap Sang Hyang Wisesa (Yang Maha Esa) satu Zat yang hidup dan menguasai kehidupan di seluruh alam.
Ajaran Sunda begitu mempengaruhi masyarakat luas hingga melahirkan berbagai cabang aliran seperti ketika orang-orang yang mengikuti ajaran tersebut membawa ajarannya ke negerinya. Hal ini tercatat menjadi dasar ajaran Hindu (dibawa melalui sungai yang dinamai Shindu dan menjadi ajaran hingga berdirinya masyarakat India yang disebut Hindia).
Selain itu, Sunda juga mempengaruhi lahirnya ajaran Shinto (yang masyarakat setempat mengeja Shindu menjadi Shinto) merupakan ajaran yang diyakini orang-orang di wilayah Jepang. Begitu juga orang-orang barat kuno yang merupakan kaum majusi membawa ajaran Sunda menjadi ajaran Sunday (sebuah ajaran yang berupacara secara ritual satu hari dalam seminggu, tepatnya pada hari Minggu.
Simbolisasi matahari seringkali disederhanakan sebagai penyembahan matahari yang sebenarnya makna dari penyembahan aslinya adalah penyembahan kepada Sang Hyang Wisesa atau Yang Maha Tunggal, dimana terangnya ajaran tersebut terbentuk dari benda ciptanNya yang menyinari bumi kehidupan. Pada perkembangannya, aliran kepercayaan Sunda tradisional disebut Sunda Wiwitan.
Sementara orang-orang Timur Tengah memanggil orang-orang Sunda dengan sebutan orang Java. Istilah Java ini konon disebut pertama kali oleh Nabi Ibrahim atau Abraham yang mengartikannya sebagai orang-orang hamba Allah (hamba Yahweh).
Hingga sesudah orang-orang Nusantara mengenal Islam, orang-orang Arab seringkali memanggil orang Nusantara sebagai Bani Jawi (meskipun orang tersebut berasal dari Sumatera, Bugis, Maluku, maupun dari wilayah lainnya).
Dan menurut kitab tua di Timur Tengah, Ibrahim juga menikahi Siti Keturah yang berasal dari Java tersebut dan mewarisi anak-anaknya dengan warisan yang dirahasiakan untuk diwariskan turun temurun.
Dari kitab tua tersebut, Nabi Ibrahim pun memberikan sesuatu yang amat berharga kepada anak-anaknya, yaitu sesuatu yang menjadi rahasia kepada keturunan Siti Keturah. Kunci-kunci Rahasia Permata-Emas atau Mewariskan Pusaka (Keris) yang juga sebagai tanda menunjukan mereka adalah keturunan Ibrahim Rasul Allah.
Kisahnya, yaitu semasa hidupnya, Ibrahim memberikan hadiah-hadiah sekaligus meminta anak-anaknya tersebut meninggalkan Ishak untuk pergi ke arah timur.
Cikal Bakal Berdirinya Kerajaan Pertama di Nusantara
Pada abad 1 Masehi, Aki Tirem, seorang Penghulu Desa Perak (saat ini bernama Merak) yang merupakan seorang berdarah campuran dari Desa Swarnabumi, Desa Banda dan Desa Yavana Sebelah Barat, merupakan pemimpin besar di Desa-Desa Nusantara. Ia tinggal dan hidup di Desa Perak yang pada saat kepemimpinannya sebagai Penghulu Desa, Perak menjadi Desa yang sangat terkenal di belahan dunia hingga menjadi Desa Internasional.
Pada masa tersebut Desa merupakan sistem pemerintahan struktural dari kewilayahan, komunitas, kesukuan dan juga kelompok spiritual. Wilayah Desa Perak cukup luas dan masyarakatnya penganut ajaran Sunda. Kewilayahannya menjadi pusat dari Desa-Desa di Nusantara. Letak ibu kota Desanya sendiri berada di Pandeglang.
Pada masa itu di Desa Perak terdapat sebuah komunitas paling heterogen yaitu komunitas Betawi. Betawi saat itu merupakan komunitas multikultural, dan belakangan ketika Belanda menjadi Republik bernama Republik Bataf, wilayah komunitas Betawi sempat dijadikan Belanda menjadi Batavia yang juga merupakan pusat permodalan Republik Bataf di Belanda.
Aki Tirem yang juga sebagai pengembang ajaran Sunda ini, membangun Desa Perak sebagai Desa yang menguatkan produksi logam seperti perak. Dimana pada saat itu perak menjadi barang mahal yang diproduksi menjadi perkakas di rumah-rumah orang kaya dan istana-istana di luar negeri. Sehingga Desa Perak merupakan Desa produksi sehingga setiap harinya dikunjungi para pedagang dari India, Timur Tengah untuk bertransaksi membeli hasil produksi Desa Perak. India dan Timur Tengah memang memonopoli jalur perdagangan dari Nusantara saat itu, termasuk perdagangan dari Perak. Dimana melalui India dan Timur Tengah tersebut, distribusi perdagangan dari Nusantara diperdagangkan hingga ke Cina, Afrika, Amerika dan Eropa.
Dengan kemajuan yang pesat ini, Aki Tirem memperkuat Desanya dengan kekuatan militer tradisional untuk menjaga para perompak dan bajak laut. Saat itu, Aki Tirem menempatkan militer di Desanya dan pelabuhan-pelabuhan yang digunakan untuk pengiriman barang-barang produksinya. Dan saat itu Desa Perak, merupakan Desa terkaya, sehingga Desa Perak juga mendirikan gudang-gudang yang menyimpan hasil produksi dan emas-emas yang begitu banyak.
Pada suatu waktu, Aki Tirem kedatangan utusan dari Kerajaan India Selatan, bernama Dewawarman. Utusan kerajaan ini bermaksud membangun hubungan diplomatik dengan Desa Perak yang kaya raya.
Pada akhirnya keduanya menyepakati hubungan kerjasama perdagangan dan militer. Saat itu, Desa Perak membutuhkan tambahan pasukan militer untuk menghadapi kelompok perompak dan bajak laut yang begitu mengganggu. Kehadiran Dewawarman di Perak begitu dicintai masyarakat Perak, karena seringnya bergaul langsung dengan masyarakat Perak.
Setelah terjalin hubungan tersebut, pasukan militer Aki Tirem dan Pasukan Dewawarman langsung menyerbu pos-pos kelompok perompak dan bajak laut. Pasukan ini berhasil membunuh 37 orang perompak dan menahan 22 orang. Sementara 5 orang pasukan Aki Tirem dan 2 orang pasukan Dewawarman tewas dalam pertempuran. Setelah penyerbuan tersebut, wilayah Perak menjadi wilayahnya Desa yang aman.
Sejak keberhasilan tersebut, Aki Tirem menikahkan putrinya yang bernama Nyi Pohaci Larasati dengan Dewawarman.
Aki Tirem merasa sudah waktunya mengundurkan diri. Dan ingin berkonsentrasi untuk menjadi pertapa, demi mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Kemudian atas persetujuan tokoh-tokoh dan masyarakat Desa Perak, Aki Tirem menyerahkan kedudukan Penghulu Desa Perak kepada Dewawarman. Tidak lama kemudian, Aki Tirem meninggal dunia.
Setelah Aki Tirem meninggal dunia, Penghulu Desa Perak Dewawarman merubah Desanya menjadi Kerajaan, dengan nama Kerajaan Salaka Nagara, sekaligus mengangkat dirinya menjadi Maharaja Salaka Nagara didampingi Puteri Aki Tirem yang diangkat sebagai Ratu Permaisurinya.
Kerajaan-Kerajaan di Nusantara
Dari Kerajaan Salaka Nagara inilah yang pada masa itu seringkali disebut sebagai Nagara Gapura Sagara (Negara Gerbang Laut), karena mengembangkan kekuatan maritim, di kemudian harinya, muncul dan lahir banyak kerajaan di wilayah Nusantara.
Perkembangan regenerasi kerajaan-kerajaan Nusantara ini selalu dibangun oleh dua fundamental, yaitu basis sosial origin tradisional atau budaya dan agama. Sedangkan agama-agama yang menjadi basis-basis kerajaan-kerajaan di Nusantara, yaitu Hindu, Budha dan Islam.
Berikut kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Kerajaan Hindu/Buddha
Kerajaan Salakanagara
Kerajaan Tarumanagara
Kerajaan Kutai
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
Kerajaan Kalingga
Kerajaan Keritang
Kerajaan Mataram (Mataram Kuno)
Kerajaan Medang
Kerajaan Kahuripan
Kerajaan Kediri
Kerajaan Kanjuruhan
Kerajaan Janggala
Kerajaan Singasari
Kerajaan Majapahit
Kerajaan Dharmasraya
Kerajaan Pajajaran
Kerajaan Blambangan
Kerajaan Sailendra
Kerajaan Sanjaya
Kerajaan Isyana
Kerajaan Negara Daha
Kerajaan Negara Dipa
Kerajaan Tanjung Puri
Kerajaan Nan Sarunai
Kerajaan Kuripan
Kerajaan Tulang Bawang
Kerajaan Aru
Kerajaan Mengwi
Kerajaan Islam
Kesultanan Aceh
Kesultanan Asahan
Kerajaan Kemuning
Kerajaan Batin Enam Suku
Kerajaan Indragiri
Kesultanan Banten
Kesultanan Bima
Kesultanan Bulungan
Kesultanan Buton
Kesultanan Cirebon
Kesultanan Lingga-Riau
Kesultanan Deli
Kesultanan Dompu
Kesultanan Demak
Kerajaan Djipang
Kesultanan Kalinyamat
Kesultanan Gowa
Kesultanan Jambi
Kesultanan Kota Pinang
Kesultanan Kutai
Kesultanan Langkat
Kesultanan Pajang
Kesultanan Mataram
Kesultanan Kartasura
Kesultanan Pagaruyung
Kesultanan Inderapura
Kerajaan Sungai Pagu
Kesultanan Palembang
Kesultanan Pontianak
Kesultanan Samawa
Kesultanan Sambas
Kesultanan Serdang
Kesultanan Siak Sri Inderapura
Kerajaan Tanjungpura
Kerajaan Iha
Kerajaan Tanah Hitu
Kesultanan Ternate
Kesultanan Tidore
Kesultanan Buton
Kerajaan Sumedang Larang
Kasunanan Surakarta
Kasultanan Yogyakarta
Mangkunagaran
Kadipaten Paku Alaman
Kesultanan Malaka
Kerajaan Pasai
Kesultanan Banjarmasin
Kerajaan Linge
Kesultanan Perlak
Kesultanan Pasir
Kesultanan Kotawaringin
Kerajaan Pagatan
Kerajaan Tidung
Kesultanan Sambaliung
Kesultanan Gunung Tabur
Kesultanan Mempawah
Kesultanan Kubu
Disinilah Nusantara merupakan negeri yang berdiri banyak kerajaan yang memiliki begitu besar kekayaan warisan.
Dan dari warisan kekayaan tersebut berkembang ke berbagai sektor ekonomi produktif hingga perdagangan rempah-rempah.
Bersambung ke Tulisan Kedua, “Masuknya Penjajah Asing ke Nusantara dan Kontrak-kontrak Kerjasama hingga lahirnya Republik Indonesia.”