Disiplin Semua Pihak Enyahkan Wabah
Oleh : Yuliyati Sambas, S.Pt (Pegiat literasi Komunitas Penulis Bela Islam AMK)
Jangan panik, apalagi piknik
Jangan stress, mending beberes
Jangan resah, mending makan buah
Jangan nganggur, mari berjemur
Kita pasti bisa lawan Corona
Penggalan kalimat di atas bukan sembarang pantun, namun salah satu poin dalam Surat Edaran Bupati Kabupaten Bandung tertanggal 3 April 2020. Hal ini sebagai respon dari kian fantastisnya sebaran virus yang hanya seukuran 120 nano meter (NM) itu dan demikian lihai menyebar di udara hanya dalam waktu 8 jam saja.
Beragam upaya telah dilakukan oleh tiap individu masyarakat, pemerintah daerah hingga pusat. Namun ujian wabah masih juga betah singgah di negeri ini. Sebagian kalangan menganalisa bahwa ketidak disiplinan dari tiap individu di masyarakat dalam mematuhi protokol pandemi di masing-masing daerah adalah salah satu penyebabnya. Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Bandung.
Dilansir ayobandung.com (10/04/2020) bahwa anggota DPRD Kabupaten Bandung Erwin Gunawan menilai dan berharap semua lapisan masyarakat untuk disiplin dalam menjalani arahan pemerintah mengenai social distancing dan physical distancing. Juga menjaga kesehatan, kebersihan lingkungan, dan selalu menggunakan masker jika hendak keluar rumah hanya untuk keperluan darurat. Pasalnya, hal tersebut dinilai bisa memutus mata rantai penyebaran dan penularan Covid-19.
Hal ini sempat dikeluhkan oleh orang nomor satu di Kabupaten Bandung. H Dadang M Naser mengungkapkan bahwa hingga kini masih saja ditemukan warga Kabupaten Bandung yang acuh terhadap instruksi bupati untuk senantiasa menggunakan masker ketika ada keperluan keluar rumah.
Padahal, ia mengungkapkan “Kondisi bencana global penularan virus Corona (Covid-19), betul-betul harus diwaspadai oleh semua elemen masyarakat. Warga Kabupaten Bandung harus disiplin, bila mau keluar rumah harus menggunakan masker. Demi mencegah penularan virus Corona (Covid-19).” (jabaronline, 10/04/2020)
Apa yang disampaikan oleh pemerintah sungguh benar adanya. Protokol wabah memang wajib untuk diikuti dengan penuh disiplin oleh semua pihak.
Namun demikian tentu kita pun mesti menelusuri penyebab masyarakat seolah demikian berani menantang bahaya bahkan maut dengan keluar rumah tanpa masker dan alat pelindung diri. Ketika ditelusuri, hal ini disinyalir karena minimnya edukasi dan informasi yang sampai pada masyarakat.
Meski saat ini sarana informasi dari internet (HP) sudah dimiliki hampir semua kalangan, namun beragam tingkat sosial, ekonomi dan pendidikan menjadikan mereka kurang begitu merespon perkara informasi. Jika pun tidak demikian, karena faktor arus globalisasi liberal, antara fakta dan hoax kerap bercampur terakumulasi dalam benak masyarakat.
Ditambah dengan adanya fakta yang kerap membuat bingung masyarakat. Terkait dengan berubah-ubahnya kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah sebagai imbas dari keputusan pusat. Mulai dari ketika di awal adanya statemen pembesar negeri yang berargumen bahwa kondisi iklim dan cuaca di Indonesia yang tropis dan hangat tak perlu dikhawatirkan terkait dengan penyebaran virus semisal Corona.
Namun ternyata justru yang muncul adalah arahan untuk #stayathome dan #workathome. Lantas beberapa saat kemudian setelah melihat bahwa gejala wabah bukannya berkurang, namun kian fantastis sempat diwacanakan oleh pusat akan diberlakukan kebijakan darurat sipil.
Meski kebijakan final yang diambil berupa PSBB wilayah (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Bahkan dengan beragam alasan akhirnya PSBB pun hanya diberlakukan secara parsial di 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung. Hal tersebut bahkan kerap diberlakukan tanpa disertai dengan simulasi dan sosialisasi di awal pemberlakuan kebijakan. (jabar.idntimes.com, 19/04/2020)
Semua itu menjadikan masyarakat bingung bahkan informasi yang benar terkait bahaya virus dan tata cara menghindarinya pun tidak dipahami secara utuh.
Di samping itu, masyarakat sungguh membutuhkan peran pemerintah hadir secara menyeluruh dalam menyelesaikan permasalahan lanjutan dari kebijakan social distancing, physical distancing, hingga kebijakan yang mengarahkan segala aktivitas untuk dilakukan di rumah saja.
Berupa dampak ekonomi mikro yang sangat berat dirasakan oleh semua lapisan rakyat. Masyarakat tentu akan merasa tenang dan patuh menjalani semua kebijakan di atas jika disertai suppot kebijakan lain untuk mendapatkan kecukupan semua kebutuhan hidup seperti pangan, sandang, dan tempat tinggal yang nyaman. Juga pada akses kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Pada saat diselami diduga kuat motif ekonomi makro menjadi alasan dari keraguan pemerintah pusat mengambil kebijakan tegas. Keberpihakan kepada korporasi milik kapitalis besar demikian nyata terlihat. Padahal jika sedari awal ketika virus mulai mengganas di negara asalnya Cina lantas dengan segera pemerintah -pusat hingga daerah- disiplin memberlakukan lockdown, publik bahkan para pakar kesehatan pun menganalisa bahwa musibah pandemik tak mesti masuk ke negeri kita tercinta.
Semua ini mustahil bisa dipenuhi jika paradigma kapitalis sekuler masih dianut oleh para pemangku kebijakan. Prinsip kapitalis telah meniscayakan materi dan prinsip untung rugi sebagai tujuan utama, dalam pengurusan rakyat sekalipun. Kebijakan untuk lockdown sangat sulit dipilih karena mensyaratkan semua kebutuhan asasi dan kolektif masyarakat dipenuhi oleh pemerintah.
Sebagai bahan perbandingan, sejarah peradaban Islam mencatat (dalam kitab Badzl al-Ma’un, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani) bahwa di masa Khalifah Umar bin Khattab pernah berada pada kondisi buruk karena terkena wabah penyakit Thaun Amwas. Sebagai pemimpin pemerintahan tertinggi, Sang Khalifah pun sigap mengambil tindakan dengan mengingat apa yang telah disabdakan oleh sosok teladan umat, yakni Rasulullah saw.,
“Thaum (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Swt. Untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendenar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, dari Usamah bin Zaid)
Namun qadha Allah menghendaki bahwa wabah tersebut menelan cukup banyak korban, tak terkecuali dari kalangan para sahabat Rasulullah. Selanjutnya Gubernur Syam saat itu yang dijabat oleh Sahabat Amru bin al-‘Ash mengajukan kepada pemerintah pusat yang ada di Madinah, dan Khalifah Umar bin Khattab pun tak kalah sigapnya segera menyetujuinya. Berupa social distancing dengan menyuruh kepada masyarakat Syam untuk tidak berkumpul, namun menyebar ke bukit-bukit atau padang pasir. Akhirnya wabah pun mereda dan Allah berkenan memberi kondisi masyarakat aman tenteram kembali.
Kesigapan pemimpin dalam memberlakukan kebijakan menjadikan masyarakat tidak berada pada posisi bingung dalam menjalani masa wabah. Semua kalangan memahami urgensi dari kebijakan yang diambil oleh pimpinannya sehingga berusaha menaatinya.
Ditambah dengan support kebijakan lockdown dengan isolasi dan karantina wilayah yang didukung penuh oleh pemerintah dengan kebijakan lain berupa pemberian semua kebutuhan asasi rakyat. Jauh sebelum wabah merebak pun Islam telah mengamanahkan kepada siapapun yang menjadi pemimpin.
Baik skala rumah tangga hingga skala negara untuk bersungguh-sungguh mengurus dan memberi pelayanan terbaik dalam perkara kebutuhan asasi. Sandang, pangan, papan. Juga kebutuhan kolektif publik, seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Semuanya wajib tunai tersampaikan pada orang-orang yang menjadi tanggungannya. Apatah lagi ketika musibah berupa wabah melanda, tentu mekanisme pengurusan ini lebih ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
Salah satu fragmen sejarah yang terhampar indah sungguh akan berarti jika kita yang hidup di masa kini mau dan mampu menyelami dan meneladaninya. Apalagi sejarah tersebut berasal dari sosok-sosok yang membawa misi untuk senantiasa mengajak taat hanya pada aturan Sang Penguasa Semesta. Dimana aturan-Nya menyentuh setiap aspek kehidupan dalam bingkai Daulah Khilafah.
Maka sungguh, agar kita semua segera dapat mengenyahkan virus Corona yang mewabah ini adalah dengan berupaya mendisiplinkan setiap elemen. Mulai dari elemen individu, masyarakat, juga pemerintah. Disiplin dalam mengenyahkan prinsip kapitalis sekuler dan menggantinya dengan menerapkan arahan dari Al-Khaliq dalam wadah Daulah Khilafah yang mengikuti manhaj Nabi saw.
Wallau a’lam bi ash-shawab.