PLTU Kekurangan Bahan Bakar Karena Pengusaha Pilih Jual Batu Bara ke Luar Negeri?

PLTU Kekurangan Bahan Bakar Karena Pengusaha Pilih Jual Batu Bara ke Luar Negeri?
PLTU Indramayu

HARIANNKRI.ID – Sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dikabarkan akan melakukan shutdown lantaran kekurangan pasokan batu bara. Dikabarkan pula, pasokan batu bara banyak diekspor karena harga jual internasional meninggi.

Anggota Komisi VII DPR RI dari PKS Mulyanto menjelaskan, di akhir Juni 2021, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) pada berada di USD 128,4/ton. Melonjak 1,7 persen dan menyentuh titik tertinggi sejak Januari 2011 atau lebih dari 10 tahun lalu.

“Dalam sepekan terakhir, harga komoditas ini naik 4,67 persen dan selama sebulan ke belakang meroket 17,58 persen. Selain China, ternyata permintaan batu bara di Jepang dan Korea Selatan juga meningkat,” kata Mulyanto di Jakarta, Rabu (30/6/2021).

Jelang musim panas, kebutuhan energi meningkat karena penggunaan penyejuk ruangan. Energi listrik di negara-negara itu masih banyak yang menggunakan pembangkit batu bara. Tren kenaikan harga batu bara menjadi berkah bagi emiten di Bursa Efek Indonesia. Harga saham sejumlah emiten produsen batu baa melonjak tajam.

Dalam sebulan terakhir, harga saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) melesat 5,56%. Selama periode yang sama, harga saham Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) meroket 10,4% dan PT Indika Energy Tbk (INDY) naik 1,14%.

Ia mengingatkan, harga batubara berada di angka USD 128,4/ton, yang menyentuh titik tertinggi sejak 10 tahun lalu. Sementara harga untuk pembangkit listrik di dalam negeri maksimal (HBA) adalah USD 70/ton.

“Dari pengalaman sebelumnya, patut diduga, pengusaha tambang batu bara lokal akan cenderung mengambil kesempatan profit dengan menjual batubaranya ke pasar ekspor. Ini tentu tidak kita inginkan.  Karena akan membuat PLTU kekurangan bahan bakar,” ujarnya.

Mulyanto pun memastikan akan meminta kepada Kementerian ESDM untuk melakukan pengawasan ketat. Ia meyakini, upaya ini perlu dilakukan agar pembangkit tidak kekurangan pasokan batu bara di saat harga internasional sedang tinggi.

“Saya akan minta Kementerian ESDM dalam hal ini Dirjen Minerba untuk mengawasi DMO ini dengan lebih ketat,” ucap Mulyanto.

Politisi PKS ini menambahkan, jika sejumlah perusahaan swasta masih nekat tidak mau mengalokasian batubaranya ke PLN, maka Kementerian ESDM akan mengenakan denda.

“Kalau pengusaha nekat, maka izin kuotanya akan dikurangi dan kena denda oleh Kementerian ESDM,” ujarnya.

Mulyanto menambahkan, Indonesia mempunyai regulasi domestic market obligation (DMO) guna menjaga keterjaminan suplai untuk pembangkit listrik. Pemerintah sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No.255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri 2021 telah menetapkan aturan penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) pada 2021 ini minimal sebesar 25 persen dari produksi per produsen.

“Artinya, 25 persen produk batubara dari setiap pengusaha tambang wajib didedikasikan untuk kebutuhan dalam negeri. Tidak boleh diekspor semuanya,” tandasnya. (OSY)

Loading...