HARIANNKRI.ID – Beredar foto dokumen (manifes) berisi daftar penumpang pada kendaraan pada KMP Yunicee yang tenggelam di Selat Bali pada Selasa 29 Juni 2021 lalu. Pada manifes tersebut, jumlah penumpang yang tertulis lebih banyak dibanding daftar korban yang diumumkan.
Foto manifes sebanyak 2 lembar tersebut mulai beredar di sejumlah media sosial pada Sabtu (3 Juli 2021) siang. Satu foto pada bagian kanan bawa tertulis “halaman1/4”. Halaman tersebut berisi tabel dengan baris pertama bertuliskan “DAFTAR PENUMPANG PADA KENDARAAN”. Pada baris kedua tertulis tanggal 29 Juni 2021 dan baris ketiga tertulis nama kapal YUNICEE. Pada baris selanjutnya terdapat 10 kolom yang terdiri dari No, JK, Usia, Alamat (Domisili) Nomer Identitas, No Kendaraan, Gol, Total PNP dan Keterangan. Dibawah keterangan baris pada tabel tersebut, terdapat 31 baris isian yang disinyalir adalah nama sopir.
Pada foto dokumen kedua, disinyalir adalah lanjutan isian daftar nama sopir dengan nomer data paling akhir 41. Pada bagian bawah tabel sebelah kanan, tertulis Petugas Kapal PT Surya Timur Line (pemilik KMP Yunicee) dan terdapat tandatangan serta tulisan tangan nama penandatangan.
Melihat daftar yang tertulis di Posko Gabungan Tim Basanras, tercatat jumlah sementara penumpang KMP yang dinahkodai Indra Saputra sebanyak 57 orang. Dengan rincian 13 ABK, 41 penumpang serta 3 penumpang tidak terdaftar di manifes.
Jika melihat pada daftar manifes yang beredar, pada kolom Total PNP terisi jumlah total penumpang pada setiap kendaraan di foto dokumen tersebut. Jika kolom Total PNP dijumlah, disinyalir jumlah total penumpang KMP Yunice tersebut sebanyak 107 penumpang. Jumlah ini jika ditambah dengan 13 ABK (seperti yang tertulis di Posko), nama jumlah korban sebanyak 120 orang.
Ketua PPI Selat Bali Minta Kepastian Total Korban Tenggelamnya KMP Yunicee
Melalui sambungan selular, Ketua Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) wilayah Selat Bali Edi Susanto mengaku sudah mengetahui beredarnya 2 foto dokumen manifes KMP Yunicee. Menurutnya, 2 foto dokumen tersebut mirip dengan dokumen manifes yang biasanya harus diisi sebagai salah saru persyaratan sebelum sebuah kapal melaut.
“Betul, Itu mirip dengan dokumen manifes kapal yang mau (akan-red) berlayar. Tertulis tanggal pembuatan manifes yakni 21 Juni 2021, nama kapal disitu tertulis KMP Yunicee, rincian isi kapal dan ditandatangani oleh Petugas Kapal,” kata Edi.
Ia menjelaskan, sebelum kapal berlayar, nakhoda diharuskan membuat permohonan persetujuan berlayar. Salah satu persyaratan yang harus dilampirkan adalah menyertakan manifes (daftar muatan) yang sudah ditandatangani oleh petugas pemilik kapal.
“Itu wajib. Aturannya memang begitu. Semua dokumen persyaratannya harus diserahkan ke Syahbandar dimana kapal tersebut akan mulai berlayar,” imbuh Ketua PPI Selat Bali.
Terkait kebenaran foto dokumen tersebut adalah dokumen resmi daftar manifes KMP Yunicee, Edi mengaku tidak berani membenarkan sebelum melihat bentuk fisik dokumen tersebut secara langsung.
“Saya tidak berani mengatakan bahwa itu domumen manifes asli. Tapi kalau dilihat dari foto yang ada, memang mirip,” tegas Edi.
Karenanya, lanjut Edi, ia meminta agar pihak berwenang untuk segera mengklarifikasi kebenaran foto dokumen manifes tersebut. Menurutnya, jika tidak diklarifikasi, 2 buah foto dokumen tersebut berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat.
“Nanti ada kesan ditutup-tutupi gitu loh,” ucapnya.
Menutupi Jumlah Penumpang Yang Menjadi Korban Adalah Pelanggaran HAM
Edi pun menekankan, jika dokumen tersebut benar adanya, maka ia meminta agar jumlah total korban segera diumumkan. Pasalnya, hal ini akan membuat proses pencarian dan identifikasi korban menjadi rancu.
“Jika benar, maka total penumpang itu janganlah ditutup-tutupi. Agar bisa mempermudah dalam proses pencarian dan evakuasi,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, jumlah yang tertulis tersebut adalah jumlah nyawa orang, sehingga sangat tidak patut jika ada yang ditutup-tutupi. Selain tidak etis, hal tersebut menurutnya masuk dalam kategori pelanggaran HAM.
“Kalau jumlah total yang sesungguhnya ditutup-tutupi atau dimanipulasi ini sama halnya mengabaikan nyawa orang yang hilang dan belum ditemukan. Ini bisa masuk kategori pelanggaran HAM,” tutup Edi Susanto. (OSY)