Ade Armando Menduga Karantina WNI Pulang Dari Luar Negeri di Hotel Mewah Adalah Kejahatan Terorganisir

Ade Armando Menduga Karantina WNI Pulang Dari Luar Negeri di Hotel Mewah Adalah Kejahatan Terorganisir
Program Logika Ade Armando di kanal Youtube Cokro TV

HARIANNKRI.ID – Ade Armando menduga ada kejahatan terorganisir dalam pelaksanaan karantina dan atau isolasi mandiri bagi WNI yang baru pulang dari luar negeri. Mereka tidak punya pilihan melakukan karantina atau isolasi mandiri bagi yang positif Covid-19 kecuali di hotel-hotel mewah yang sudah ditetapkan pemerintah.

Hal ini dikatakan Ade Armando dalam kanal Youtube Cokro TV yang diunggah pertama kali pada 14 Juli 2021. Melalui unggahan tersebut, Dosen Komunikasi UI ini meminta pemerintah untuk segera mengakhiri kejahatan yang dilakukan lembaga-lembaga yang menggunakan otoritas negara untuk menipu, mengancam dan memeras WNI dan WNA yang baru datang dari luar negeri. Lembaga-lembaga ini bersama hotel berbintang 5 dan 4, disebutnya kompak memanfaatkan kebijakan resmi pemerintah untuk merampok mereka yang dianggap punya banyak uang.

“Hal ini sudah saya angkat pekan lalu. Ketika saya bercerita tentang pemerasan terhadap mereka yang baru datang dari luar negeri. Kali ini saya ulang, karena bukti-buktinya sudah semakin menguat dan tidak ada tanda-tanda pemerintah akan menghentikannya,” katanya.

Ade Armando menjelaskan, pekan lalu ia mengutip kisah yang bredar di Whatsapp Group (WAG) tentang orang-orang yang dipaksa untuk dikarantina dan diisolasi di hotel yang disebutnya mahal. Dengan alasan terbukti terkena Covid-19.

“Yang jadi masalah, mereka tidak punyna pilihan. Hotelnya sudah ditetapkan dan mereka tidak bisa meminta untuk test ulang PCR secara mandiri,” jelasnya.

Aturan Karantina dan Isolasi Mandiri

Ia memahami kewajiban karantina dan isolasi mandiri ini memang dikeluarkan oleh pemerintah sejak bulan Juni 2021. Setiap orang yang baru datang dari luar negeri harus dikarantina selama 5 hari dan dites PCR.

“Kalau ternyata hasilnya positif, dia harus diisolasi mandiri di hotel-hotel yang sudah ditetapkan oleh pemerintah,” imbuhnya.

Memang, menurut Ade Armando, ada kekecualian. Khusus pelajar, mahasiswa, buruh, PNS, bisa menjalankan karantina dan isolasi mandiri di Wisma Atlit secara gratis. Tapi selain yang telah disebutkan, harus menjalaninya di hotel yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Aturan ini, lanjutnya, berlaku bagi WNA maupun WNI.

“Masalahnya, kebijakan ini dijadikan lahan pemerasan. Buat saya ini sebuah kejahatan yang memalukan.,” tegas Ade Armando.

Dugaan Pemerasan Mengatasnamakan Karantina dan Isolasi Mandiri di Hotel Mewah Menguat 

Ia mengakui, pada video sebelumnya, apa yang disampaikan melandaskan diri pada percakapan WAG, artinya, masih perlu diverifikasi. Tapi, tegasnya, kini dugaan tersebut semakin menguat. Ia mengaku mendapat kiriman beberapa chat yang mengkonfirmasi cerita tersebut. Selain itu, Majalah Tempo disebutnya juga menjadikan dugaan tersebut sebagai materi liputan., dengan menampilkan beberapa cerita beberapa saksi yang disebut identitasnya.

Ia menuturkan, narasumber pertama Tempo adalah seorang pria 71 tahun bernama Muljono Hanjaja yang baru saja pulang dari luar negeri. Untuk menjalani karantina, ia harus membayar 16,13 juta rupiah untuk kamar selama 5 malam di hotel mewah Kempinski. Biaya itu sudah termasuk biaya PCR dan transpotasi dengan menggunakan Toyota Alphard dari Bandara ke hotel.

“Di hari kelima dia menjalani PCR dan dinyatakan positif. Karena merasa sehat-sehat saja, dia meminta untuk mengikuti tes ulang secara mandiri. Petugas Badan penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) menolak permintaan itu. Dia terpaksa patuh dan dipindahkan ke Hotel Hariston untuk menjalani isolasi mandiri,” tuturnya.

Lanjutnya, petugas BNPB sempat menawarkan ambulance untuk mengantarkan Muljono dari Hotel Kempinski ke Hotel Hariston dengan biaya 3 juta rupiah. Permintaan tersebut pun ditolak oleh Muljono. Tapi permintaannya untuk berangkat dengan mobil pribadi juga ditolak. Ade armando mengaku, akhirnya Muljono harus menggunakan mobil dari Hotel Hariston.

“Di Hariston dia diminta untuk membayar di muka 16,5 juta rupiah untuk menginap selama 14 hari,” ungkap Ade Armando.

Menurut penuturan Ade Armando, selama di Hariston, Muljono tidak bisa dijenguk. Tak ada satu pun tamu bisa datang ke kamarnya. Muljono akhirnya meminta temannya untuk meminta agar pihak Polisi mengirimkan petugas kesehatan untuk memeriksa kesehatannya.

“Taktiknya berhasil. Pada hari keempat isolasi, Muljono dikunjungi petugas kesehatan kepolisian yang diundangnya. Mungkin karena gentar, pihak hotel pun mengizinkan Muljono untuk diperiksa di luar hotel,” tukasnya.

Ia kemudian menjalani PCR di dua tempat yang berbeda. Ternyata hasilnya seperti sudah diduga, hasilnya negatif.

“Kok bisa? Ya bisa saja. Mungkin memang PCR pertamanya salah. Atau kemungkinan kedua dan ini yang layak kita curigai. Sejak awal Muljono memang tidak terkena Covid-19. Tapi karena orang kaya seperti Bapak ini nampak sebagai mangsa yang menggiurkan, ia pun dinyatakan terkena Covid-19,” seru pemilik akun twitter @adearmando1 ini.

Menurut Ade Armando, singkat kata, Muljono pun selamat. Setelah terbukti tidak terkena Covid-19, ia bisa meninggalkan hotel. Pihak hotel pun, menurutnya, dengan perasaan tidak bersalah mengembalikan sisa uang Muljono.

“Tidak semua sih, dari 16,5 juta yang sudah dibayar, ia hanya memperoleh uang kembali sebesar 7,56 juta,” katanya.

Ia menuturkan, selain kisah Muljono, Majalah Tempo juga menceritakan tentang Erna. Erna juga dibawa ke Hotel Hariston untuk isolasi mandiri setelah dinyatakan positif Covid-19. Uang yang harus ia bayar adalah 17,6 juta untuk kamar 14 hari plus 2 kali tes swab. Tes PCR-nya dilakukan pada hari ke-9 dan ke-14. Ade Armando menkankan, seelama di hotel, Erna tidak mendapatkan pengobatan apapun.

Kiriman Chat Untuk Ade Armando 

Selain dua kisah dari majalah Tempo, Ade Armando mengaku juga memperoleh cerita dari seseorang yang mengirimkan chat untuk membenarkan videonya. Dia bilang, salah seorang kawannya juga mengalami kasus serupa. Suami kawannya juga dinyatakan positif Covid-19 disaat pemeriksaan di masa karantina.

“Untungnya, pria itu tidak mau begitu saja menerima ultimatum tersebut,” setusnya.

Diceritakannya, pria tersebut meminta untuk melakukan tes mandiri. Ketika petugas menolak, Sang Pria ini pun mengancam akan bicara ke media. Akhirnya terhadap mirinya langsung dilaksanakan tes ulang.

“Dan dalam tes kedua ini, dia dinyatakan tidak terindikasi terkena Covid-19. Bagi saya ini semua jelas menjijikkan. Ini adalah penyalahgunaan wewenang yang sungguh memalukan,” tegasnya.

Menurut Ade Armando, apa yang ditulis oleh Majalah Tempo dan yang ia peroleh melalui WAG memang hanya kasus-kasus yang menimpa WNI yang mungkin dianggap kaya. Tapi, ia mengingatkan, tidak terttup kemungkinan bahwa ini juga berlaku pada WNA.

“Kebijakan pemrintah ini sendiri layak dicurigai. BNPB menetapkan bahwa mereka yang baru datang dari luar negeri harus dikarantina. Dan kemudian diisolasi mandiri kalau terbukti terkena Covid-19,” sebutnya.

Ade Armando mengaku baru saja mendapat cerita dari negara Belanda. Di sana orang juga harus menjalani protokol karantina dan isolasi mandiri. Tapi tidak ada kewajiban untuk tinggal di hotel, apalagi di hotel mewah. Mereka yang baru datang atau pulang dari luar negeri memang harus mengkarantina diri tapi bisa di rumah masing-masing. Hanya saja, lanjutnya, orang tersebut harus melapor atau dicek oleh pemerintah. Bila melanggar, maka bisa kena sanksi atau denda.

“Jadi kewajiban yang diterapkan di Indonesia sangat patut dicurigai. Apalagi hotel-hotel yang ditetapkan pun mayoritas adalah hotel mahal,” seru Ade Armando.

ADe Armando Sebut Ada Kejahatan Terorganisir

Peneliti di Saiful Mujani Research and Consulting ini mengaku memperoleh daftar hotel karantina yang dikeluarkan Perhimpunan Hotel dan Restauran. Ia menyebut ada 26 hotel terdaftar dengan rincian hotel berbintang 5 ada 11, bintang 4 ada 11 dan hanya 4 hotel yang berbintang 3.

“Jadi yang terdaftar adalah hotel-hotel mewah seperti Grand Hyatt, Kempinski, Mandarin, Grand Sahid, Shangri La, Ritz Carlton, Borobudur, Mercure dan seterusnya dan seterusnya. Kenapa hanya hotel-hotel ini yang digunakan? Tidak jelas,” tegasnya.

Namun, menurut Ade Armando, yang tentu paling mencurigakan adalah terkait tes PCR.

“Mengapa PCR hanya boleh dilakukan di hotel tersebut? Kenapa tidak boleh ada tes mandiri di luar? Dan mengapa ketika ada warga yang mengancam melaporkan ini kepada publik, buru-buru bisa dilakukan PCR ulang dan hasilnya negatif? Ini semua menunjukkan bahwa apa yang terjadi ini adalah kejahatan terorganisir,” kata Ade Armando.

Ia menyayangkan jika memang yang terlibat adalah lembaga pemerintahan.

“Seperti BNPB, Satgas Penanganan Covid-19. Atau mungkin juga Kementerian Luar negeri dan pengelola hotel-hotel mewah,” sebutnya.

Apa yang terjadi ini, menurut host program Logika AA di Cokro TV ini, akan menghancurkan kewibawaan pemerintah. Ade Armando mengingatkan, saat ini dibutuhkan kekompakan kerjasama semua pihak untuk mengatasi pandemi yang sudah menewaskan puluhan ribu warga Indonesia. Ia pun meminta Pemerintah harus segera bertindak tegas.

“Jangan jadikan pemerintah bahan bulan-bulanan atau bahan tertawaan masyarakat. Ini disgusting. Menjijikkan. Mari kita gunakan akal sehat. Karena dengan akal sehat, negar akan selamat,” tutupnya. (OSY)

Loading...