HARIANNKRI.ID – Mantan peneliti di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Mulyanto menyebut ketidaksiapan Bio Farma menjadi penyebab riset vaksin Merah Putih mundur dari jadwal yang ditentukan. Ia pun meminta Menteri BUMN Erick Thohir untuk segera membenahi perusahaan kesehatan plat merah tersebut.
Menurut Mulyanto, saat ini riset vaksin Merah Putih, yang salah satunya dimotori LBM (Lembaga Biologi Molekuler) Eijkman, mundur dari jadwal. Semula diperkirakan vaksin ini dapat diproduksi massal pada awal tahun 2022. Namun karena Bio Farma tidak siap, maka produksi massal vaksin ini diperkirakan molor hingga September 2022.
Belakangan diketahui, aku Mulyanto, ketidaksiapan BUMN Bio Farma tersebut karena vaksin Merah Putih yang akan dikembangkan didasarkan pada protein rekombinan mamalia. Sementara fasilitas produksi BUMN Bio Farma hanya siap kalau vaksin yang dikembangkan berbasis pada protein rekombinan ragi (yeast).
doktor nuklir lulusan Tokyo Institute of Technology, Jepang tahun 1995 ini pun menyesalkan hal tersebut. Pasalnya, akibatnya, terpaksa LBM Eijkman harus banting setir mulai dari nol lagi untuk mengembangkan riset vaksin berbasis ragi.
“Ini soal keseriusan BUMN Kesehatan untuk memproduksi vaksin domestik. Semestinya mereka mendukung produksi Vaksin Merah Putih. Jangan hanya cari untung mudah dari vaksin impor,” kata Mantan Peneliti di BATAN ini di Jakarta, Selasa (27/7/2021) sore.
Mulyanto meminta Erick Thohir agar Bio Farma segera mempersiapkan berbagai fasilitas uji klinis dan produksi massal vaksin Merah Putih. Sehingga vaksin anak bangsa ini dapat dilepas ke masyarakat tepat waktu.
“Syukur-syukur bisa lebih cepat dari jadwal yang direncanakan,” ujarnya.
Keseriusan Pemerintah Riset Vaksin Merah Putih
Mulyanto menilai, Pemerintah adem-adem saja dan membiarkan riset vaksin ini berjalan apa adanya. Bahkan, pemerintah terkesan maju-mundur dan disebutnya seperti joget poco-poco.
“Terbukti dana riset vaksin di LBM Eijkman, yang disiapkan Pemerintah tidak lebih dari Rp 10 M. Ini sungguh miris dan jauh dari memadai. Apalagi kalau dibandingkan dengan dana yang disiapkan untuk mengimpor vaksin yang ratusan triliun,” cetus mantan Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Sistem Informasi dan Pengawasan pada tahun 2005 ini.
Seharusnya, lanjut Mulyanto, pemerintah dapat mengalokasikan dana riset yang cukup. Termasuk dukungan infrastruktur pada mitra BUMN yang akan memproduksi.
“Agar vaksin Merah Putih ini dapat diproduksi lebih cepat,” papar Mulyanto.
Ia pun menyikapi rencana Menteri BUMN memanggil pulang salah satu peneliti vaksin AstraZenica asal Indonesia Indra Rudiansyah sekedar gimik belaka Menurtnya, daripada panggil pulang Rudiansyah, sebaiknya Erick thohir persiapkan anak buahnya di BUMN Bio Farma untuk produksi massal vaksin Merah Putih.
“Kalau memang Menteri BUMN serius terkait pengembangan vaksin anak bangsa, maka ketimbang panggil pulang Rudiansyah, sebaiknya yang jelas di depan mata ini saja segera dibereskan,” tutupnya.
Seperti diketahui saat ini Indonesia memiliki 11 platform riset vaksin Merah Putih yang dijalankan oleh 6 lembaga riset pemerintah dan perguruan tinggi, yakni LBM Eijkman, LIPI, UI, ITB, Unair, dan UGM.
Yang tercepat, LBM Eijkman menjadwakan uji klinis tahap 1-3 bersama BUMN Bio Farma pada bulan Juli-Desember 2021 dan target memperoleh ijin BPOM dan diproduksi massal pada bulan Januari 2022.
Tapi karena kondisi infrastruktur produksi vaksin BUMN Bio Farma, yang hanya dapat memproduksi vaksin berbasis protein rekombinan ragi, maka produksi massal vaksin ini diperkirakan paling cepat September 2022. (OSY)