HARIANNKRI.ID – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas menolak kenaikan harga gas LPG non subsidi. Kenaikan harga komoditi ini hingga dua kali dalam waktu tak sampai sepekan diyakini akan membuat rakyat kian sengsara.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan Mulyanto meminta Pemerintah serius mengendalikan kenaikan harga kebutuhan pokok yang terjadi belakangan ini. Kenaikan harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, kedelai, daging sapi, gula, secara serentak sangat memberatkan masyarakat. Belum lagi kenaikan harga BBM serta harga LPG non-subsidi.
“PKS menolak kebijakan Pemerintah yang memberatkan masyarakat tersebut. Pandemi Covid-19 ini kan belum pulih. Omicron masih tinggi dan ekonomi masyarakat masih tertatih-tatih. Kenaikan harga barang-barang tersebut tentu memberatkan masyarakat. Hal ini bahkan dapat memicu inflasi dan menggerus daya beli mereka,” kata Mulyanto di Jakarta, (1/3/2022).
Ia menuturkan, harga gas LPG non subsidi baru naik tanggal 25 Desember 2021. Karenanya, iya pun mengaku bingung mengapa tanggal 28 Februari 2022 sudah naik lagi. Padahal, sebelumnya tanggal 12 Februari 2022 Pertamina sudah menaikkan harga untuk tiga jenis bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
Anggota Komisi VII ini mengingatkan, di awal-awal pandemi, ketika harga migas dunia anjlok menuju titik terendah, Pemerintah tidak menurunkan harga BBM dan LPG tersebut dengan berbagai alasan.
“Inikan kebijakan yang inkonsisten. Terkesan masyarakat mensubsidi BUMN bukan sebaliknya,” tegas Mulyanto.
PKS, lanjutnya, secara tegas menolak kebijakan Pemerintah yang menyebabkan kenaikan harga-harga komoditas energi. Pasalnya, kebijakan ini dikhawatirkan akan merembet ke harga yang bersubsidi.
“Kalau kita diamkan saja bukan tidak mungkin ini akan melebar pada kenaikan harga-harga produk lainnya. Kami khawatir, kalau besok-besok, Pemerintah juga akan menaikan harga BBM dan LPG bersubsidi termasuk listrik PLN,” tukas Mulyanto.
Harga Gas LPG dan BBM Seharusnya Tidak Naik
Mulyanto meyakini, pemerintah seharusnya tidak menaikkan harga LPG dan BBM non subsidi. Semestinya Pemerintah bisa mengembangkan berbagai opsi kebijakan yang inovatif, yang tidak memicu inflasi dan membebani rakyat.
Terlebih lagi, sebelumnya Pemerintah mengaku bangga dengan prestasi kinerja penerimaan keuangan negara dari durian runtuh wind fall harga batubara dunia yang melejit. Maka, defisit transaksi berjalan dari sektor migas seharusnya dapat dikompensasi dengan penerimaan dari ekspor komoditas energi lainnya seperti batu bara, gas alam dan juga CPO.
“Apalagi ketika iklim investasi di bidang migas ini semakin kondusif, yang mendorong peningkatan produksi komoditas energi kita. Kalau kebijakan ini didorong maka penerimaan negara dari sektor energi akan sangat mungkin untuk ditingkatkan,” tutupnya. (OSY)