Jurnalis VS Influencer; Berita Berbasis Fakta Kalah Oleh Yang Manipulatif

Jurnalis VS Influencer; Berita Berbasis Fakta Kalah Oleh Yang Manipulatif
Jurnalis peraih Nobel Perdamaian Maria Ressa menyebut Facebook "mengganti jurnalis dengan influencer" dalam DW Global Media Forum di Bonn Jerman, Senin (20/6/2022)

HARIANNKRI.ID – Media sosial Facebook dengan segala kemampuan teknologinya dikatakan mampu “mengganti jurnalis dengan influencer”. Kabar yang manipulatif secara emosional dan pemikiran yang lambat di era sekarang mampu menggantikan jurnalisme yang berbasis fakta serta penalaran berbasis bukti.

Penyataan ini disampaikan oleh jurnalis peraih Nobel Perdamaian Maria Ressa saat menyampaikan pidato utama di DW Global Media Forum di Bonn, Jerman, Senin (21/6/2022). Pakar media dari seluruh dunia ambil bagian dalam acara dua hari tersebut untuk membahas masa depan jurnalisme di masa perang, krisis, dan bencana.

“Jika Anda tidak memiliki fakta, Anda tidak memiliki kebenaran. Jika Anda tidak memiliki kebenaran, Anda tidak memiliki kepercayaan,” kata peraih Nobel Perdamaian 2021 seperti dilansir dari dw.com.

Ressa menunjukkan, teknologi besar berkontribusi pada masalah berita palsu dan disinformasi. Ia juga mencatat, kebohongan yang dibumbui dengan amarah dan kebencian menyebar lebih cepat daripada fakta.

“Jangan menjadi organisasi berita yang tunduk pada pengawasan kapitalisme pecundang. Kita harus menggunakan teknologi untuk mengendalikan nasib kita sendiri. Jika Anda tidak memiliki supremasi hukum di dunia maya, Anda tidak akan memiliki supremasi hukum di dunia nyata,” tegas Perempuan asal Filipina ini.

Jurnalis terkenal itu menyerukan undang-undang untuk mengatur perusahaan teknologi, meningkatkan dukungan keuangan untuk media. Ia mendesak pemerintah demokratis untuk mengalokasikan lebih dari 0,3% dari bantuan pembangunan luar negeri untuk mempromosikan jurnalisme.

Facebook Mengganti Jurnalis dengan Influencer

Ressa adalah salah satu pendiri Real Facebook Oversight Board (RFOB). Nama tersebut adalah sebuah gerakan yang tidak terkait dengan dewan pengawas raksasa media sosial itu sendiri. Anggotanya adalah sekelompok pakar global yang bertujuan meminta pertanggungjawaban Facebook.

“Facebook “mengganti jurnalis dengan influencer”. Dan media sosial itu menghentikan demokrasi di sejumlah negara,” tegasnya.

Kenyataan yang terjadi, kanjut Ressa, algoritma media sosial yang sekarang merupakan platform distribusi terbesar untuk berita secara global. Hal ini membuat jurnalis terpisah-pisah, terpolarisasi dan meradikalisasi.

“Konsekuensinya adalah bahwa Anda mendapatkan berita yang manipulatif secara emosional dan pemikiran yang lambat. Sementara jurnalisme yang berbasis fakta, penalaran berbasis bukti, menjadi semakin lemah. Dan juga memungkinkan munculnya demokrasi tidak liberal di seluruh dunia,” tegas Ressa.

Ia menekankan, saat ini jurnalis kalah dalam perang secara global dalam perjuangan untuk jurnalisme berbasis fakta. Dengan mengandalkan media sosial untuk distribusi konten, organisasi berita “berjalan ke model pengawasan kapitalisme yang pada dasarnya memanipulasi pengguna online untuk mendapatkan keuntungan.”

“Itu sebabnya, Saya pikir mereka harus terpisah. Masalah terbesar kami saat ini adalah bagaimana kami mendapatkan kembali komunitas kami. Bagaimana kami membangun teknologi yang lebih baik sehingga distribusi (berita-red) kembali kepada kami. Dan semua itu dimulai dengan meminta pertanggungjawaban teknologi atas kerugian yang ditimbulkannya,” tutup Ressa. (OSY)

Loading...