Lusiawati Dewi, Sang Dosen Tempe Yang Jadi Rektor Universitas Karangturi Semarang

Lusiawati Dewi, Sang Dosen Tempe Yang Jadi Rektor Universitas Karangturi Semarang
Rektor Universitas Nasional Karangturi Sang Dosen Tempe Lusiawati Dewi

HARIANNKRI.ID – Dedikasinya dalam meneliti dan mengembangkan olahan tempe membuat Lusiawati Dewi dijuluki rekan seprofesi sebagai “Dosen Tempe”. Kini sang penemu Tempe Pelangi ini pun dilantik menjadi Rektor Universitas Nasional Karangturi yang berada di Semarang Jawa Tengah.

“Saya tidak berfikir bahwa saya akan menjadi rektor Universitas Karangturi”. Itulah kalimat pertama yang diucapkan saat ditanya hariannkri.id di sebuah mall di kawasan Setia Budi Semarang Jawa Tengah, Rabu (1/3/2023).

Ia pun menceritakan momen saat dirinya diminta menjadi rektor Universitas Karangturi. Lusi mengaku kenal dengan para pendiri universitas tersebut jauh sebelumnya. Dengan para pendiri, mereka sering ngobrol ringan membincangkan segala sesuatu.

“Waktu Universitas Nasional Karangturi terjadi pergantian rektor karena masa jabatan sudah habis, saya kebetulanngobrol dengan mereka. Pak Harjanto Halim dan lain-lain. Ya ngobrol gini. Kok tiba-tiba “Ya Bu Lusi jadi rektor aja”. Saya kaget toh. Kalau Tuhan itu sudah menugaskan, ya tiba-tiba saja. Kita tidak bisa menolak,” kata Lusi.

Asal Muasal Lusiawati Dewi Dijuluki Dosen Tempe

Tahun 1981, Lusi memutuskan untuk kuliah di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga Fakultas Biologi. Lulus tahun 1987, langsung memutuskan untuk menjadi dosen di universitas tersebut.

“Pertimbangan saya pribadi adalah karena interaksi antara atasan dalam hal ini rektor dan sebagainya sampai ke bawah itu bagus. Pada perkembangannya semakin lama semakin kurang. Mungkin karena sudah besar ya,” ujarnya.

Pada tahun 1991, ia melanjutkan studi dengan mengambil S2 Molecular Cell Biology di University of Amsterdam, Belanda. Pada tahun 1993 Lusi berhak menyandang gelar MSi usai menyelesaikan studi hanya dalam waktu 20 bulan.

Sepulang dari Belanda, ia mengaku bingung untuk melakukan penelitian biologi di Indonesia. Ia merasa semua ilmu yang didapat selama studinya di Belanda seperti tidak berguna. Hal ini karena materi penelitian itu terlalu mahal, serta alat-alat penelitian juga tidak ada.

“Sehingga saya kesulitan untuk mengembangkan di Indonesia, terutama di UKSW. Saya berfikir untuk meneliti hal yang berkaitan dengan kearifan lokal. Muncullah tempe itu. Cuma tempe kalau aspek mikro biologi kan sudah banyak yang meneliti, akhirnya saya ambil dari aspek inovasinya. Sehingga saya mengeksplose keragaman dan olahannya,” ujar mantan Dekan Fakultas Biologi UKSW ini.

Lanjutnya, suatu ketika ia bekerjasama dengan salah satu dosen Universitas Diponegoro untuk pengabdian masyarakat di daerah Mungkid Magelang Jawa Tengah. Lusiawati Dewi mendapati, di daerah tersebut banyak tambak ikan namun hasilnya banyak terbuang.

“Karena jika panen melimpah, pasar tidak bisa menyerap semua. Akhirnya saya coba untuk mengaplikasikan menjadi olahan tempe,” tuturnya.

Dan penelitian olahan tempe pun dimulai. Usai melampaui berkali-kali percobaan, akhirnya sang Dosen Tempe ini pun berhasil membuat olahan tempe dengan bahan tambahan ikan.

“Untuk test rasa, tahun 2014 olahan tempe dengan varian ikan ini diikutkan lomba inovasi dan kreasi di Salatiga. Eh ndilalah (Tak diduga-red) menang juara 1. Tahun 2015 ikut lomba serupa tingkat provinsi, hasilnya menang lagi,” sambungnya.

Lusi pun akhirnya mengambil kesimpulan bahwa mengembangkan olahan dan varian tempe adalah hal yang menarik dan benar. Pasalnya, dari berbagai expo dan ajang pameran yang ia ikuti, banyak masyarakat yang tertarik untuk mencoba olahan tempenya.

“Sejak itu oleh teman-teman seprofesi, saya dijuluki “Dosen Tempe,” kata Lusiawati Dewi.

Lusiawati Dewi, Sang Dosen Tempe Yang Jadi Rektor Universitas Karangturi Semarang
Sang Dosen Tempe Lusiawati Dewi dengan beberapa varian olahan tempe hasil penelitiannya

Meski kreasi olahan tempe yang ia buat sudah beberpa kali mendapatkan gekar juara, namun hingga saat ini tempe olahannya masih belum ia produksi secara massal. Ia mengaku, saat ini pembuatan olahan tempe masih harus ia buat sendiri.

“Kalau massal belum. Itu nanti. Cita-cita saya itu ingin menjadikan hobi saya sebagai pekerjaan. Semoga tercapai. Jadi sekarang ini saya merintis bahannya, dibuat apa saja, saya kumpulkan dulu. Suatu saat saya sudah tidak jadi dosen, saya terjun ke kuliner,” ungkapnya.

Rektor Universitas Nasional Karangturi ini mengakui, jika dijual, harga tempe olahannya lebih mahal dari tempe biasa. Tetapi ia meyakinkan, jika dijual bebas, harganya masih terjangkau oleh masyarakat luas. Kemahalan.itu karena tempe buatan Lusi ada tambahan bahan natural dalam.proses fermentasi tempe sehingga meningkatkan nilai gizi dan nilai fungsi tempe tersebut.

“Paling perpotongan besar seperti yang dijual di pasar, harganya terpaut seribu dua ribu lah. Tidak terpaut banyak,” tuturnya.

Varian Tempe Hasil Riset Lusiawati Dewi

Ia mengaku, hingga kini sudah membuat 4 varian rasa tempe, yakni tempe ikan, tempe kunyit, tempe pelangi dan tempe cia seed . Terkait rasa, ungkapnya, masih dominan rasa dibanding varian rasa, karena Lusi tetap ingin mengedepankan dominan rasa tempe.

“Saat ini saya masih mengembangkan dua varian rasa lagi. Dengan beberapa varian lagi, masih dalam taraf.pengujian. Adalagi tempe lapis- lapis, bahannya dari berbagai macam jenis. Ada kacang merah, kedelai, kacang hijau,” kata mantan Ketua Senat UKSW ini.

Lusiawati Dewi menambahkan, saat ini ada tawaran dari temannya untuk membuka usaha kuliner dengan tema olahan tempe. Ia menuturkan, teman yang mengajaknya berbisnis olahan tempe ini. Impian saya semoga hasil olahan varian tempe ini bisa dipasarkan dan bisa membangun suatu rumah olahan tempe. Olahan tersebut dapat disajikan pada resto, dan edukasi tentang tempe.

“Jadi tidak hanya menjual tempe, tapi juga ada narasi tentang tempe, varian tempe, komposisi dan khasiatnya. Sasaran segmennya menengah ke atas. Semoga mimpi ini tercapai sebelum masa hidup saya usai. Tentu kerjasama yang baik dapat mewujudkan mimpi-mimpi itu,” imbuhnya.

“Tetap sebagai peneliti, di Universitas Nasional Karangturi, kami program studi Teknologi Pangan akan memfokuskan riset pada inovasi pengolahan pangan. Antara lain basis tempe, mengembangkan Pusat Riset Tempe di Universitas Karangturi. Bekerjasama dengan para stakeholders, akan mengembangkan tempe dan olahannya dari hulu ke hilir. Hanya Tuhan saja yang dapat mengabulkan cita cita ini, amin,” pungkas Lusiawati Dewi. (OSY)

Loading...