HARIANNKRI.ID – Ketua Umum GPI (Gerakan Pemuda Islam Diko Nugraha menuding calon presiden yang memulai karir di dunia politik sebagai aktivis yang meragukan netralitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah pengecut. Statemen tersebut diklaim sebagai upaya lempar batu sembunyi tangan.
Tudingan ini disampaikan Diko dalam ngobrol politik Indonesia di kanal youtube Ngopi (Ngobrol Politik) yang diupload Senin (19/11/2023). Host channel tersebut, Gus Awi menjelaskan, topik yang dibahas dalam edisi tersebut adalah pidato singkat salah satu calon presiden usai pengundian nomor di KPU, Selasa (14/11/2023). Ia mencontohkan, salah satu calon presiden dalam pidatonya meminta agar KPU bersikap neral, tidak memihak paslon tertentu.
“Apa yang membuat pasangan calon presiden itu berpikir KPU akan berlaku tidak adil? Atau wasit pemilu itu akan melanggar aturan-aturan penyelenggaraan pemilu?” jelas Gus Awi.
Tanggapan Ketua Umum GPI Atas Pidato Singkat Calon Presiden Aktivis
Menanggapi hal itu, Diko menyayangkan pernyataan capres yang terkesan meragukan KPU akan berlaku tidak adil. Ia mengingatkan, pernyataan tersebut disampaikan ke publik secara langsung dan diberitakan di berbagai media massa.
Aktivis nasional ini menganggap, jika seseorang menjadi kontestan pilihan presiden (pilpres), maka mentalnya pasti sudah matang. Demikian pula moral dan kerangka intelektualnya, sebagai representasi dirinya mencalonkan diri.
“Tapi ketika tak bisa mengikuti alur diksi pidato pasangan nomor satu (Anies-Muhaimin-red), saya justru ragu. Karena yang dilontarkan adalah menbangun diski-diksi yang minor, yang menyebabkan seolah-olah demmokrasi ini tidak jurdil (jujur dan adil-red),” kta Ketum GPI.
Host dan narasumber lain yang menjelaskan, dari enam capres dan cawapres, pasangan nomor urut 1 dan nomor urut 3 adalah orang-orang yang mengawali terjun ke dunia politik dari dunia aktivis. Jika ditilik dari komposisi komisioner KPU yang ada, jelas terlihat garis aktivisnya mengarah ke kelompok Cipayung. Sedangkan 4 capres-cawapres tersebut juga bermuara kelompok yang sama saat menjadi aktivis. Hanya pasangan Prabowo-Gibran yang tidak.
Menanggapi statemen calon presiden dan dihubungkan dengan alur kelompok politik aktivis tersebut, Diko mengaku prihatin. Baginya, statemen tersebut tidak bisa dimaknai sekedar gimik belaka. Statemen tersebut akan menciptakan ketidakpercayaan rakyat kepada proses demokrasi yang berlangsung.
Diko pun menganalogikan pesan statemen capres tersebut dengan gerakan bunuh diri yang sempat marak di dunia maya. Ia mengingatkan, dampak dari gerakan radikal bunuh diri tersebut adalah menggiring frustasi.
“Saya melihat disini, ada paslon menggiring frustasi dan menyalahkan lembaga-lembaga demokrasi. Jangan sampai nanti ada pesan di masyarakat bahwa percuma pemilu berjalan, percuma ada capres, percuma ada KPU, percuma ada wasit. Toh perilaku moral pelaku demokrasi dianggap jatuh. Padahal dia bagian dari situ,” tegas salah satu aktor Makar 313 ini.
Gus Awi juga menanyakan, apakah statemen tersebut justru signal dari representasi kondisi militansi internal partai. Mungkin karena tokoh-tokoh partai dianggap tidak mengakar. Karena jika jujur, rakyat cukup terlatih dengan proses demokrasi saat ini. Contohnya Pilihan Kepala Desa (Pilkades). Proses tersebut terjadi langsung dan dikawal rame-rame.
Terhadap pertanyaan tersebut, Diko mengingatkan, pilpres di Indonesia sudah dilengkapi dengan elemen-elemen yang mampu mencegah terjadinnya kecurangan. Selain KPU dan Bawaslu, ia menyebut Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang didalamnya ada perwakilan dari kehakiman dan kepolisian. Karenanya, potensi terjadinya kecurangan sangat kecil.
“Karena pemantaunya juga banyak, belum lagi pemantau dari luar yang bersifat independen”
Ketua Umum GPI: Bagi Saya Pengecut. Tarung Ya Tarung
Berdasarkan hal tersebut, Diko mensinyalir, ada penggiringan opini ke arah tertendu. Oknum capres juga disebutnya menggiring ada keruntuhan moral demokrasi dimana ada pengkondisian tertentu.
“Saya melihat, ini kok paslon yang berlatang belakang, mohon maaf ya, sipil ataupun aktivis, membangun ini. Ada apa? Perhatikan deh. Yang berlatar belakang aktivis ya. Entah Mahfud, entah Ganjar, entah Muhaimin, entah Pak Anies. Kok mereka menggiring itu. Padahal, kalau secara relasi, mereka dekat. Jelas garisnya kan.Yang hijau mana yang hitam mana yang merah mana, jelas. Disini yang warnanya loreng ya cuman satu. Yang tidak beririsan dengan siapapun, dengan para komisioner (KPU-red) ini. Kalau mau ngomong kejujuran loh,”
Ia menambahkan, para capres aktivis ini jangan lempar batu sembunyi tangan. Jika ini yang terjadi, maka Diko pun mengaku sangat menyayangkan perilaku tersebut.
“Bagi saya pengecut. Jangan mengaku kelompok aktivis sipil kalau masih memegang watak pecundang. Tarung ya tarung. Kalau memang dia petarung,” tutup Diko Nugraha. (OSY)