HARIANNKRI.ID – Kepala Rutan Kelas I Cirebon Jawa Barat R Indra Pitoy mengakui kondisi saat ini terjadi jumlah warga binaannya mengalami over kapasitas. Pihaknya diklaim sudah berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi warga binaan.
Hal ini disampaikan Indra kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Instrumen dan Penguatan (IP) Kementerian Hak Asasi manusia (KemenHAM) Nicholay Aprilindo saat melakukan inspeksi ke rutan yang dipimpinnya, Sabtu (08/02/2025). Turut hadir sejumlah staf Kantor Wilayah (Kanwil) KemenHAM Jawa Barat.
“Warga binaan Rutan Kelas I Cirebon jumlahnya 582 orang. Kapastas seharusnya 199 orang. Dua kali lipat lebih dari jumlah ideal. Sedangkan jumlah total petugas rutan hanya 78 orang. Bisa dibayangkan,” tutur Karutan Kelas I Cirebon.
Indra menjabarkan, jika ada tulisan “Kamar 7” di atas pintu masuk kamar tahanan, artinya seharusnya kamar tersebut diisi 7 warga binaan. Ukuran kamar, lebar 4 meter panjang 7 meter. Pada kenyataannya harus diisi 25 warga binaan.
“Rutan Kelas I Cirebon ini punya 4 blok dengan 25 kamar,” imbuhnya.
Kenyataan ini, lanjutnya, mau tidak mau pasti ada aturan yang harus dilanggar. Seperti pemisahan antara warga binaan yang masih menjalani persidangan dengan yang sudah mendapatkan vonis.
“Harusnya tahanan dengan narapidana tidak digabung,” ungkap Indra.
Tanggapan Dirjen IP KemenHAM Terkait Over Kapasitas Rutan Kelas I Cirebon
Kepada hariannkri.id, Nicholay Aprilindo menyatakan prihatin atas kondisi tersebut. Menurutnya, over kapasitas rutan atau lapas adalah hal mendesak yang harus dicarikan solusi secepatnya.
Ia mengaku senang melihat ada televisi di pojok atas di kamar tahanan. Untuk membuktikan kalau televisi tersebut bukan hanya hiasan belaka, ia meminta petugas jaga untuk dinyalakan dan ternyata memang menyala. Petugas pun menjelaskan bahwa setiap kamar tahanan memiliki televisi yang dikontrol dengan saklar yang diletakkan di pos jaga. Televisi tersebut hanya menyala pada wajtu tertentu sehingga tidak mengganggu kegiatan warga binaan.
“Ini salah satu solusi kecil. Paling tidak warga binaan sedikit terhibur meski tidur berdesakan. Ini juga solusi dalam penguatan HAM,” katanya.
Namun Dirjen IP KemenHAM mengingatkan, kondisi over kapasitas ini tidak bisa dijadikan pembenaran bagi petugas rutan atau lapas melakukan pelanggaran HAM. Penegakan HAM adalah hal wajib karena sesungguhnya Ham itu fitrah manusia yang menempel sejak lahir.
“HAM itu hak dasar manusia. Itu harus terpenuhi karena kita harus memanusiakan manusia. Sederhananya, patokannya ya rasa kemanusiaan,” tegas penikmat kopi hitam tanpa gula ini.
Karenanya, ungkap Nicholay, semua petugas rutan atau lapas, warga binaan dan masyarakat harus diedukasi tentang HAM. Setiap orang wajib tahu mana hak dan mana kewajiban sehingga tidak ada alasan lagi untuk melakukan pelanggaran HAM kemudian beralasan tidak tahu. Bahkan untuk warga binaan yang tanggal di rutan atau lapas.
“Itulah kenapa kami dari KemenHAM selalu datang ke rutan-rutan dan lapas-lapas. Karena warga binaan ini kan posisinya rentan, mereka harus diedukasi untuk berani meminta haknya jika tidak diberikan, berani melapor dan tahu kemana harus melapor jika ada pelanggaran HAM,” ungkap Nicholay.
Insiden Dirjen IP KemenHAM Tegur Keras Petugas Rutan Kelas I Cirebon

Pada inspeksi tersebut, Dirjen IP KemenHAM sempat menegur keras petugas rutan saat menengok ruang telepon umum. Saat dialog dengan warga binaan Rutan Kelas I Cirebon, ia mendengar pengakuan salah satu penggunaan sarana telepon umum tersebut ternyata berbayar.
“Bayar 5 ribu pak,” kata salah satu warga binaan.
Nicholay pun langsung memanggil petugas rutan. Oleh petugas rutan, dijelaskan bahwa sebenarnya penggunaan sarana tersebut gratis. Namun karena sesuatu hal, pengguna terpaksa harus berkontribusi sejumlah yang disebutkan.
“Katanya tadi semua fasilitas di rutan ini gratis. Kalau memang harus bayar, ya harus disebutkan dan ditulis kenapa harus bayar 5 ribu. Jangan begitulah. Bagaimana kami bisa bantu kalau ada tipu-tipu begini,” seru Dirjen IP KemenHAM. (OSY)