HARIANNKRI.COM – Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) / International Humanitarian Activist Network (IHAN) akan mengadakan pertemuan korban hak asasi manusia (HAM) dan kriminalisasi rezim Jokowi di Hotel Gren Alia Cikini, Jl.Cikini Raya No.46, Jakarta Pusat, Selasa (15/1/2019) pada pukul 14:00WIB. Jaringan ini meminta keadilan hukum ditegakkan di Indonesia dengan seadil-adilnya. Bahkan mereka menyatakan siap untuk meminta keadilan tersebut ke ranah internasional.
Demikian dijelaskan Koordinator Eksekutif JAKI, Yudi Syamhudi Suyuti, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin malam (14/1/2019). Ia menjelaskan keseriusan JAKI, untuk membawa permasalahan HAM dan kriminalisasi ke ranah internasional.
“Apa yang kami lakukan ini adalah mengadakan kaukus (pertemuan) korban kriminalisasi dan HAM yang berada di kepemimpinan Jokowi. Pertemuan ini akan menghasilkan suatu piagam yang nanti akan kami beri nama Piagam Cikini 2019. Piagam ini akan ditandatangani oleh para korban. Kemudian kita akan menunjuk penasehat hukum untuk membawa sampai ke pengadilan internasional. Kebetulan kita ada kenal international courtof justice yang ada di Den Haag,” jelas Yudi.
Ditegaskan oleh Yudi, bahwa di dalam negara Indonesia, juga tegak hukum negara internasional. Karena Indonesia tidak akan berdaulat diakui oleh dunia internasional juga kalau tidak ada hukum internasional di dalamnya.
“Meskipun kita punya hak untuk menentukan nasib kita sendiri. Tetapi jika kita tidak mengakui aturan hukum internasional, maka akan dianggap sebagai negara gelap,” kata Yudi.
Yudi memaparkan, yang namanya HAM adalah bagian dari dasar negara kita. HAM bahkan terletak di sila kedua pancasila. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Karenanya,i hak-hak rakyat kecil juga harus berada pada kedaulatannya juga. Karena negara ini sebetulnya berdiri di bawah rakyat, bukan sebaliknya.
“Yang terjadi sekarang ini, Jokowi dalam pemerintahannya itu menjadi diktatorial. Jokowi sebagai sebuah rezim. Kemudian dengan jaringan kekuasaannya, dengan jaringan konglomerat taipannya, kemudian membuat jarak antara kekuasaan dengan rakyat. Akhirnya menindas. Ini yang harus diluruskan,” tegas Koordinator Eksekutif JAKI.
Yang lebih repot lagi, menurut Yudi, Jokowi kemudian mempengaruhi kriminal justice system juga. Mempengaruhi ini bukan dengan cara merubah sistem yang ada, bekerjasama dengan oknum-oknum yang ada. Ada organisasi dalam sistem negara ini yang tidak benar. Karenanya, sistem ini tidak akan bisa diluruskan dari dalam.
“Maka kita membenarkannya dengan hukum internasional. Hal seperti ini di negara manapun tidak ada masalah. Perlawanan pro judistia yang mengarah pada keadilan yang sesungguhnya,” kata Yudi.
Tambah Yudi, gerakan yang dibangun ini tidak untuk menjatuhkan hukum di Indonesia. Gerakan ini justru untuk menegakkan hukum di Indonesia, sesuai dengan tatanan internasional. Langkah ini akan memperkuat dan menginternasionalisasi hukum kedaulatan hukum di Indonesia. Sehingga negara lain juga mengakui kedaulatan hukum Indonesia.
“Untuk mengenalkan kedaulatan hukum kita inilah aktor-aktor penggerak hukumnya juga harus kuat. Kan sekarang tidak. Aktor-aktor civil society (masyarakat madani-red) ini berpengaruh juga. Apalagi partai-partai politik saat ini lebih ke unsur pragmatis saja. Hukum akan kuat jika aktor-aktornya juga kuat,” tegas Yudi.
Pertemuan yang diadakan oleh JAKI ini rencanya juga akan dihadiri tokoh HAM senior. Diantaranya Dr. Sri Bintang Pamungkas, Haris Azhar SH MA, Natalius Pigai, Prof Dr Hafidz Abbas dan Lieus Sungkharisma. Sedangkan korban HAM dan kriminalisasi yang rencananya datang diantaranya Nelly Rosa Yuliana Siringoringo dan Buni Yani.
“Sebetulnya banyak yang jadi korban, dan yangharus diketahui oleh publik, yang jadikorbanHAM dankriminalisasi ini bukan hanya karena efek pertarungan Jokowi dengan Prabowo. Ada petani yang kenakriminalisasi. Ada wartawan yang terkriminalisasi, bahkan TNI dan Polisi juga ada yang terkriminaliasasi,” tutur Yudi.
Koordinator Eksekutif JAKI ini berharap permasalahan HAM dan kriminalisasi ini segera diselesaikan oleh pemerintah. Karena jika tidak ada tanggapan serius, maka mereka akan membawa masalah ini ke pengadilan internasional.
“Tujuan akhirnya adalah menegakkan keadilan di Indonesia seadil-adilnya. Jika tidak, maka kami akan membawa ke pengadilan internasional. Pengadilan internasional sudah menjawab kami, jika mau mendaftarkan, silahkan. Nah ini kami mau ultimatum, keluarkan. Kalau macam-macam, mau tidak mau akan kami lakukan,” tutup Yudi Syamhudi Suyuti. (OSY)