HARIANNKRI.COM – Advokat Milenial Peduli Pemilu melaporkan calon presiden (capres) 01 ke Bawaslu terkait dugaan penggiringan opini yang mengatakan seolah-olah Prabowo mendukung para koruptor pada debat capres yang pertama (17/1/2019). Upaya tersebut dianggap merupakan penghinaan terhadap Prabowo yang merupakan capres nomor urut 02.
Kelompok pengacara yang tergabung dalam Advokat Milenial Peduli Pemilu, saat mendatangi Kantor Bawaslu, jalan MH Thamrin, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/1/2019). Mereka melaporkan capres 01 terkait dugaan penggiringan opini negatif terhadap capres 02, saat debat capres edisi pertama.
Usai melakukan pelaporan, mewakili tim Advokat Milenial Peduli Pemilu, Muhajir SH MH menjelaskan bahwa laporan mereka telah diterima Bawaslu dengan tanda bukti penerimaan Laporan Bawaslu RI Nomor: 08/LP/PP/RI/00.00/I/2019.
“Pada saat pelaksanaan debat Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang diselenggarakan oleh KPU di Hotel Bidakara pada hari Kamis, 17 Januari 2019, Joko Widodo (Jokowi) sempat menanyakan ke Prabowo. Terkait mantan narapidana kasus korupsi yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dari Partai Gerindra. Jokowi menyebut Prabowo menandatangani berkas pencalonan tersebut,” kata Muhajir.
Menurut Muhajir, bahwa pernyataan Jokowi merupakan penggiringan opini yang menyesatkan. Karena faktanya, 6 mantan napi kasus korupsi dari Partai Gerindra itu merupakan caleg DPRD. Sebagai ketua umum, Prabowo tidak menandatangani berkas pencalonan caleg DPRD.
Bahwa penandatanganan berkas caleg DPRD sebagaimana ketentuan Pasal 243 Ayat (3) UU Nomor7 Tahun 2017 Tentang Pemilu. Pasal tersebut menjelaskan, bahwa daftar calon anggota DPRD tingkat provinsi ditetapkan oleh pengurus parpol tingkat provinsi. Untuk caleg DPRD tingkat kabupaten/ kota, ditetapkan oleh pengurus parpol tingkat kabupaten/kota.
“Bahwa pernyataan Jokowi tersebut merupakan penggiringan opini. Yang mengatakan seolah-olah Prabowo mendukung para koruptor. Padahal hak politik warganegara untuk dapat dipilih atau memilih dalam Pemilihan Umum. Sepanjang hak tersebut tidak dicabut oleh pengadilan melalui putusan hakim, tetap melekat dan dilindungi oleh konstitusi,” tegas Advokat Milenial ini.
Lanjut Muhajir, yang diucapkan oleh Jokowi kepada Prabowo tersebutadalah sebuah penghinaan. Karena hak konstitusi warganegara untuk dipilih dan memilih dalam Pemilihan Umum dilindungi Undang-Undang. Terlebih lagi, fakta bahwa caleg DPRD tidak ditandatangani oleh Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra.
“Maka patut diduga tindakan Jokowi dalam membuat pernyataan dan atau pertanyaan mengenai mantan narapidana kasus korupsi yang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif dari Partai Gerindra dan Prabowo menandatangani berkas pencalonan tersebut, adalah merupakan penghinaan terhadap Prabowo yang merupakan Calon Presiden dengan nomor urut 02,” tegas juru bicara Advokat Milenial Peduli Pemilu.
Menurut Muhajir, Jokowi diduga telah melanggar Pasal 280 Ayat (1) huruf c juncto Pasal 521 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 280 Ayat (1) huruf c tentang larangan Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu. Menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.
Jokowi juga diduga melanggar Pasal 521. Setiap pelaksana, peserta dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan Pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 Ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i atau huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah). (OSY)