HARIANNKRI.COM – Dua organisasi penggugat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Dewan Pers, Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), melalui kuasa hukumnya Dolfie Rompas, S.Sos, SH, MH. Secara resmi Dolfie telah mendaftarkan permohonan banding atas putusan PN Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Memori banding atas putusan pengadilan yang menolak gugatan telah dimasukkan pada Senin, 1 April 2018 oleh Dolfie Rompas. Memori tersebut diterima oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Mustafa Djafar, SH, MH. Hal itu disampaikan Dolfie Rompas kepada wartawan usai memasukkan memori banding ke PN Jakarta Pusat.
“Atas nama para penggugat, kami telah mendaftarkan permohonan banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang menolak gugatan PMH klien kami beberapa waktu lalu. Hari ini kami masukan memori bandingnya,” ujar Dolfie Rompas.
Sebagai pertimbangan dalam mengajukan permohonan banding tersebut, lanjut Dolfie, antara lain bahwa hakim dinilai tidak cermat dalam membaca dan menganalisa substansi gugatan para penggunggat. Ditambah lagi, majelis hakim terkesan tidak mempertimbangkan saksi fakta maupun ahli pers dari kedua belah pihak. Padahal, saksi dari pihak tergugat membenarkan bahwa UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers tidak diberikan kewenangan untuk membuat aturan-aturan pers.
“Kami menilai bahwa mejelis hakim tidak cermat dalam menilai substansi guguatan PMH terhadap Dewan Pers. Yang menjadi pokok gugatan klien kami adalah bahwa Dewan Pers telah melampaui kewenangannya. Dalam mengatur kehidupan pers. Seperti verifikasi organisasi, verifikasi media, dan melaksanakan uji kompetensi wartawan. Undang-undang tidak mengatur bahwa Dewan Pers diberi kewenangan untuk itu. Ahli pers yang dihadirkan oleh Dewan Pers juga membenarkan hal tersebut. Namun hakim tutup mata dengan keterangan para ahli maupun saksi fakta yang dihadirkan di persidangan,” urai Dolfie Rompas.
Sementara itu, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke menilai bahwa para hakim yang mengadili perkara PMH terhadap Dewan Pers gamang. Mereka cenderung tidak memahami persoalan yang disidangkan.
“Saya hampir tidak pernah absen, selalu mengikuti persidangan. Dan senantiasa memperhatikan sikap, pertanyaan, dan pernyataan para majelis hakim. Saya berkesimpulan, maaf, hakim tidak mengerti apa yang disidangkannya. Mereka perlu mempelajari substansi kemerdekaan pers sebagai Hak Asasi Manusia yang paling asasi. Sesuai Pasal 28F UUD NKRI dan Artikel 19 Piagam PBB,” kata Wilson.
Selanjutnya, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu juga menyatakan bahwa berdasarkan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, sebenarnya Dewan Pers itu bukan lembaga yang dibentuk untuk sekelompok wartawan yang diklasifikasikannya sebagai konstituennya.
“Dewan Pers itu dibentuk dan di-keppres-kan dengan fungsi menjaga dan mengembangkan kemerdekaan pers. Untuk seluruh wartawan atau pekerja pers, bahkan untuk seluruh rakyat. Bukan hanya untuk segelintir orang yang tergabung di organisasi tertentu itu. Seluruh rakyat Indonesia ikut andil membiayai operasional Dewan Pers. Melalui APBN yang mereka kuras setiap tahun melalui Kementerian Kominfo. Namun mengapa lembaga itu hanya mengakomodir kepentingan sekelompok wartawan saja? Tuman..!!” ujar Wilson.
Dia menjelaskan juga bahwa segala aturan yang dibuat Dewan Pers yang notabene melanggar aturan perundangan. Selama ini Dewan Pers dapat diduga menjaga berbagai kepentingan dari kelompok tertentu sehingga aman dari akses pihak lain terhadap potensi kepentingan tersebut. Para penguasa media, termasuk segelintir organisasi pers yang selama ini mendapatkan keuntungan dari geliat dunia pers. Mereka berkolaborasi dengan oknum penguasa. Saat ini mereka telah berhasil membentengi kepentingan mereka dari jangkauan para pendatang baru di dunia pers.
Terkait dengan permohonan banding yang sudah diajukan, Wilson berharap kiranya majelis hakim di tingkat banding dapat lebih cerdas melihat substansi gugatan dan memberikan keputusan yang adil.
“Yaa, sebagai pihak pembanding atas gugatan kita yang ditolak di tingkat pengadilan negeri. Kita berharap kiranya mejelis hakim di tingkat banding akan lebih cerdas membaca dan menilai substansi gugatan kita tersebut. Dan selanjutnya memberikan putusan yang adil. Demi tegaknya kemerdekaan pers bagi seluruh wartawan dan rakyat Indonesia,” pungkas Wilson. (EJD)