Return Of Investment (ROI) Chapter Two (1): Serba Terpaksa. Sri Bintang Pamungkas, Aktivis.
Pada sekitar 1993 SBP menolak mencantumkan tandangannya pada formulir Pemilihan Soeharto sebagai Presiden Calon Tunggal, yang disodorkan oleh Pimpinan PPP. Kepada Pers SBP nenyampaikan alasannya, bahwa kalau Capresnya dari PPP, dia mau memilihnya.
Sesudah sering mengunjungi pertemuan Petisi 50 setiap Rabu di rumah Bang Ali Sadikin, SBP pun menjadi suka berkunjung ke rumah Jenderal Besar Nasution. Suatu ketika, Pak Nas menyampaikan pesan: “Mas Bintang, Prabowo ingin ketemu”. Untuk sejenak SBP kaget. Setelah berbincang-bincang menanggapi pesan itu, pertemuan disetujui di rumah Pak Nas dan dihadiri Pak Nas. Rupanya SBP ngepèr, baru kali itu diajak bicara perwira TNI aktif, menantu Pak Harto lagi!
Pada Hari yang sudah ditentukan, datang dua orang Utusan Prabowo. Salah satunya mengatakan, bahwa Prabowo tidak bisa hadir, juga salah satu teman lain tidak bisa hadir. Mereka satu angkatan dengan Prabowo. Selanjutnya dilakukan pembicaraan, yang lebih banyak berupa tanya-jawab. Yaitu, berkisar pada soal Pak Harto dan ABRI.
Antara lain, kenapa SBP tidak suka kepada Pak Harto. Kenapa SBP menolak Dwi-Fungsi ABRI. SBP menjawab dengan tegas, jelas dan lancar, karena perihal itu pulalah yang didiskusikan SBP dengan Pak Nas sebagai Pimpinan Petisi 50 selama itu. Misalnya, Pak Nas pernah mengatakan: “Bukan Dwi-Fungsi ABRI macam begini yang saya maksud!”.
Pembicaraan dengan Utusan Prabowo di rumah Pak Nas berakhir selama satu-setengah jam. Permintaan bertemu lagi di tempat lain ditolak SBP.
Peristiwa pertemuan dengan Prabowo itu disampaikan kembali beberapa kali oleh SBP di antara kawan-kawan dekatnya. Ketika menanggapi segala peristiwa yang berkaitan dengan Prabowo, termasuk Pencapresannya. Terakhir sebelum Pemungutan Suara 17 April lalu. Dalam Pertemuan terakhir itu, pembicaraan berkisar soal Ganti Rezim Ganti Sistim sebagaimana pikiran ini pernah diluncurkan SBP dan kawan-kawannya di Komunitas Guntur 49 pada 2006. Yaitu, dalam rangka menggalang Kekuatan Kembali ke Pancasila dan UUD 1945 Asli.
Dalam pertemuan antar generasi itu, yang tertua adalah SBP sendiri. Dan termuda adalah sarjana baru yang mengaku lahir pada 1992. Kemudian kami maklum, para pemuda seusia sarjana baru itu, pada 2002 baru berusia 10 tahun… Mereka tidak tahu banyak soal UUD 1945 Asli, karena mereka hanya mengenal dan hidup dalam Dunia Amandemen UUD 2002.
Jumlah mereka yang tidak mengenal UUD 1945 ini dan berusia layak untuk ikut dalam Pemilu 2019 kemarin diperlkirakan tidak kurang dari 100 juta Pemilih. Lebih dari separuh Pemilih di seluruh Indonesia. Maka bisa dimengerti, kalau tidak ada pergerakan mahasiswa dan pemuda lagi dalam kekacauan terkait Konstitusi di Negara ini.
Kami berpikir, Amien Rais, bersama para pendukung Amandemen, baik Asing, Aseng maupun para pengkhianat Dalam Negeri terhadap Cita-cita Kemerdekaan Republik Indonesia itu, telah bergerak selangkah lagi menuju keberhasilan mengubah Indonesia menjadi bagian dari Negara-negara Kapitalis, Liberalis dan Imperialis Dunia.
Amien Rais luar biasa! Tidak heran, kalau Amien Rais menempel terus pada Prabowo, agar Prabowo bisa dikendalikan untuk tetap setia dengan Amandemennya. Sebab, hanya dengan Amandemen UUD 2002 itu, Amien berpendapat Republik Indonesia bisa menjadi Negara Kapitalis dan Liberalis besar dan maju seperti Amerika Serikat, Uni-Eropa atau Cina RRC.
Tapi benarkah Prabowo akan menjadi the President of the Republic of Indonesia?! Kalau benar, Ganti Rezim memang bisa terjadi. Tapi Ganti Sistim dengan berlakunya kembali UUD 1945 sepertinya tidak akan berhasil. Amien Rais bersama Komplotannya pasti dengan sekuat tenaganya akan menentangnya, karena telah terikat janji. Dan Prabowo sudah telanjur menikmati kemenangan lewat UUD Amandemen.
Memang Prabowo menang. Pasti menang! Dan era Jokowi sudah berakhir. The Republic of Indonesia menyongsong Bab Dua, Chapter Two, dalam sejarah Republik. Tapi benarkah Prabowo akan menjadi Presiden mengawali Bab Dua Indonesia mendatang ini?! Belum tentu! Tentu masalahnya tidak absolut begitu, tetapi relatif.
Dengan Pendukungnya yang militan dan luar biasa besar itu, Prabowo bisa menang, karena dia lebih baik daripada Jokowi. Prabowo menang karena tidak ada pilihan lain dan orang sudah muak dengan Jokowi. “Jatuhkan dulu Jokowi. Soal UUD 1945 Asli ditunda dulu. Tidak ada rotan, akar pun jadi!”, itu kata-kata Barisan Emak-emak Militan. Sejak dulu, sosok Prabowo tidak berubah. Tapi dia bisa menang, karena tidak ada pilihan lain.
Jadi, kemenangan Prabowo adalah akibat keterpaksaan. Keterpaksaan inilah yang selalu menghantui kehidupan politik Bangsa Indonesia. Seakan-akan selalu menyerah pada keadaan, tidak ingin mengubah keadaan.
Terpaksa memilih Soeharto karena dia berjasa menumpas PKI. Terpaksa memilih Habibie, karena dia sudah telanjur dilantik Soeharto. Terpaksa memilih Gus Dur, karena khawatir yang naik Megawati. Terpaksa memilih Mega, karena Gus Dur dilengserkan. Terpaksa memilih SBY, karena disponsori AS dan Mafia Cina. Terpaksa memilih Jokowi, juga karena dukungan AS dan Mafia Cina serta RRC.
Bangsa Indonesia masih harus menunggu sampai Bangsa ini sadar betul. Bahwa Tuhan Yang Maha Esa akan mengubah nasib Bangsa ini, hanya apabila Bangsa ini benar-benar mau mengubah nasibnya sendiri: Perekonomian yang rusak. Kemiskinan dan pengangguran yang terbuka. Konflik di antara anak-anak Bangsa. Bahaya PKI. Hegemoni para Cina Mafia Indonesia. Ancaman Cina RRC atas kedaulatan kita. Dan seribusatu macam persoalan lain.
Semua Ada di depan Mata. Semua adalah akibat Amandemen UUD 2002!