People Power, Sebuah Opini Muslim Arbi

Persamaan Dihadapan Hukum Dalam Kasus Tindak Pidana Makar, Chandra Purna Irawan SH MH

People Power. Oleh: Muslim Arbi, Koordinator Gerakkan Perubahan (Garpu)

People power atau kekuatan Rakyat adalah konsitusional. Setiap rakyat punya hak untuk sampaikan pendapat di muka umum. Penyampaian pendapat itu adalah hak azasi setiap orang. Penyampain pendapat itu adalah HAM (Hak Azasi Manusia).

Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) pasal 28E ayat 3 berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Atas dasar pasal 28E ayat 3 di atas maka menyampaikan pendapat di muka umum, berserikat dan berkumpul untuk membentuk sebuah kekuatan pendapat dalam bentuk rapat-rapat umum dan mimbar bebas adalah sah secara konsitusional.

Peolpe Power dalam kontek di atas adalah sah secara secara HAM dan konsitusi. Maka perkumpulan rakyat di muka umum untuk menyampaikan pendapat dan pikiran dalam kerangka bernegara adalah tindakan sah yang perlu dilakukan oleh setiap warga negara dan aparat negara wajib melindungi pelaksanaan nya.

Penegak hukum adalah penegak konsitusi. Maka setiap aparat penegak hukum di semua insitusi hukum wajib melindungi dan membela dan menjunjung tinggi penegakkan HAM dan Konsitusi sebagai ciri negara demokrasi.

Setiap penegak hukum yang menghalangi penegakkan HAM dan konsitusi adalah pelanggar demokrasi. Penegak hukum yang langgar HAM dan konsitusi adalah musuh Demokrasi. Musuh Rakyat.

Terkait soal People Power yang di suarakan oleh Tokoh Reformasi Prof Dr Amien Rais dan Sdr Dr Eggie Sudjana SH adalah sah secara HAM dan Konsitusi. People Power yang terkait dengan soal-soal suara Rakyat yang kehendaki Pemilu Jujur dan Adil serta tidak curang adalah People Power pengawal demokrasi. People Power yang menjunjung keadilan dan kebenaran.

Bagi mereka-mereka yang anti People Power adalah Anti HAM, Anti Konsitusi, Anti Demokrasi, Anti Keadilan, Anti Kebenaran, Anti Fair Play dan Anti Fairness. Dan mereka adalah musuh bangsa dan negara.

Soal suara-suara tentang dugaan pemilu 2019 curang adalah suara-suara kebenaran dan keadilan. Penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) dan di bantu oleh Polri agar segera bertindak cepat mengusut dan menindak setiap pelanggaran pemilu. Baik oleh warga negara maupun penyelenggara pemilu dan penyelanggara negara.

Tetapi, jika ternyata KPU, Bawaslu dan Polri mendiamkan perbuatan curang atau lembaga-lembaga QC yang curang siarkan hasil Pemilu, maka jangan halangi Rakyat yang telah beri suaranya untuk kawal suaranya untuk dapat pastikan sampai di Komputer KPU, berkumpul dan menyampaikan pendapatnya dalam bentuk Peolpe Power. People Power bisa datang dari seluruh wilayah Hukum NKRI.

Prople Power itu sudah di buktikan dengan acara 212 untuk kawal hukum kasus penistaan agama Ahok di Monas dan beberapa aksi massa setelahnya. Aksi jutaan massa yang turun suarakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada satu pun rerumputan yang teraniya. Semuanya aman, tertib dan damai. Bahkan super damai. Jutaan rakyat berkumpul dengan penuh kesadaran, hati nurani dan akal sehat. Tanpa mobilisasi dan paksaan. Dunia internasional pun mengagumi dan mengakuinya.

Oleh karenanya, jika pun rakyat harus turun ke jalan dalam bentuk jutaan massa untuk menuntuk kebenaran dan keadilan. Menuntut pemilu tidak curang dalam bentuk People Power adalah amanat konstitusi. Maka Aparat wajib mengawal dan melindunginya. Bukan menghalang-halangi apalagi melawan dengan senjata dan peralatan Perang.

Kepada aparat negara, sadarlah. Kita telah memilih jalan demokrasi dalam berbangsa dan bernegara. Maka jadilah abdi negara dengan menjunjung tinggi demokrasi yang sedang berkembang. Jangan jadi pembonsai demokrasi apalagi menjadi pembunuh demokrasi. Tentu tidak bukan?

Maka aparat negara dan penegak hukum dan demokrasi dukunglah People Power sebagai bukti negara demokrasi, bukan momokrasi apalagi democrazy.

Loading...