anusiaan. Dalam peristiwa perang sekalipun, warga sipil harus dihormati walau dia terlibat dalam proses evakuasi korban, apalagi hanya di dalam demonstrasi.
Dalam konferensi persnya Sabtu, (25/5/2019) di Jakarta, Joserizal Jurnalis menjelaskan bahwa anak kecil, wanita, tokoh agama harus dihormati dan dilindungi. Sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi Jenewa. Dijelaskan, Konvensi Jenewa juga mengatur perlindungan dalam peperangan. Misalnya ambulance, petugas medis, tidak boleh diserang.
“Harga dari penyelenggaraan Pemilu kali ini teramat mahal. Belum usai dan terungkap masalah tewasnya lebih dari 600 petugas KPPS dan ribuan lainnya yang mengalami sakit. Kini rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan bangsa kembali harus berduka dengan bergugurannya anak-anak bangsa. Yang ingin menyuarakan aspirasinya,” kata Joserizal Jurnalis.
Ia mengutip data korban yang dirilis oleh Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Jumlah korban meninggal dalam kerusuhan aksi massa 21 – 22 Mei 2019 lalu mencapai 8 orang. Sebanyak 737 orang mengalami luka-luka (data per Kamis/23 Mei 2019, pukul 11.00).
Dengan perincian, sebanyak 93 orang mengalami luka non trauma dan 79 orang luka berat. Kemudian, 462 orang mengalami luka ringan dan 95 orang masih dalam pemeriksaan dan belum teridentifikasi luka yang dialami. Dilihat dari usia, para korban kebanyakan berusia muda, yaitu 20 hingga 29 tahun sebanyak 294 orang dan berusia di bawah 19 tahun mencapai 170 orang.
“Kemarin, sesuai dengan laporan video, foto-foto dari staf medis dan relawan MER-C di lapangan, bisa dilihat bahwa tidak berimbang alat, misalnya, batu, yang dibawa oleh demonstran dengan senjata api yang digunakan aparat,” ujar Joserizal Jurnalis.
Lanjutnya, kejadian tersebut ternyata juga menunjukkan bukti bahwa pihak aparat menggunakan senjata tajam. Ia kemudian menunjukkan bukti berupa timbal hitam yang sepertinya mengenai tulang korban, peluru karet dan peluru tajam.
Joserizal Jurnalis juga menyayangkan penyerangan terhadap jurnalis dalam peristiwa kemarin. Menurutnya, menyerang jurnalis di medan perang saja merupakan sebuah kejahatan. Apalagi hanya untuk skala yang lebih rendah seperti demonstrasi.
“MER-C mengecam keras tindakan represif pemerintah dan aparat dalam menangani demonstran yang tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan dan Konvensi Internasional. Tim MER-C akan akan berdiskusi dengan tim hukumnya untuk melapor tindak kriminal ini ke institusi di luar Indonesia. Karena MER-C adalah NGO bersifat universal, maka kami akan menempuh jalur ICC (pengadilan kriminal internasional-red) atau ICJ (mahkamah internasional-red),” tegasnya. (OSY)