Yuk Jalan-jalan Melihat Kasus Bank Century, Sebuah Opini Ansyari Usman

Yuk Jalan-jalan Melihat Kasus Bank Century, Sebuah Opini Ansyari Usman

Yuk Jalan-jalan Melihat Kasus Bank Century

By Asyari Usman

Bank Century sudah tidak ada lagi. Bahkan, sebelum ‘nyawanya hilang’, dia berganti nama. Waktu itu, nama barunya sangat indah: Mutiara. Bank Mutiara. Tapi, si Mutiara pun juga ‘diakhiri hidupnya’ karena dianggap menjadi beban. Mungkin karena Mutiara menjadi tempat perselingkuhan banyak orang.

Hari ini, kita tamasya relijius. Mampir sebentar ke kuburan Bank Mutiara yang akhirnya berubah nama menjadi Bank J Trust Indonesia.

Begitulah kira-kira narasi untuk menggambarkan Bank Mutiara (BM) yang menjadi jelmaan Bank Century (BC). Dulu BC adalah tempat bermain orang-orang penting. Karena memang besar daya tariknya. Bank ini banyak membawa rezeki bagi Robert Tantular (pemilik pertama). Masa itu, yang duduk sebagai presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sejak tahun lalu (2018), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut ulang ‘kematian’ BC. Kayaknya, banyak hal yang mencurigakan. KPK melakukan ‘otopsi’ ulang. Tulang-belulang BC diperiksa kembali, Dan ternyata memang ada yang tak wajar dengan ‘kematian’ BC. Kelihatannya, dia mati karena kehabisan darah. Darah Bank Century diisap oleh drakula penghuni Istana Kerajaan.

Drakulanya memang sangat ganas. Berkali-kali transfusi darah ke BC, langsungu habis diisap. Mari kita lihat kembali kisah BC si pembawa rezeki untuk drakula Istana Kerajaan itu.

Bermula di bulan Oktober 2008. Sejumlah nasabah besar BC tidak bisa menarik dana mereka. BC mengalami kesulitan likuiditas. Maksudnya, tidak punya uang. Budi Sampoerna (pabrik rokok Sampoerna) tidak bisa menarik uangnya sebesar dua triliun. Pada 13 November 2008, Gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono, menegaskan bahwa BC kalah kliring. Terjadilah penarikan uang oleh para nasabah. Esoknya, 14 November, BC memohon dana darurat. Selanjutnya, pada 20 November, BI menetapkan BC sebagai bank gagal.

BI juga menyatakan bahwa rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio atau CAR) BC berada di angka minus 3.52%. Status minus ini harus dinaikkan ke posisi 8% dengan suntikan 632 miliar rupiah. BC diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Sekarang terjadi perdebatan: apakah BC akan dibiarkan dengan status gagal atau akan diselematkan? Kalau dibiarkan gagal dan ditutup, apakah ada dampak sistemik terhadap perekonomian nasional atau tidak?

Di internal BI muncul dua pendapat. Sebagian besar mengatakan akan timbul dampak sistemik kalau tidak diselamatkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) juga setuju akan ada dampak sistemik. Ada seorang deputi gubernur BI yang mengatakan tidak akan ada dampak sistemiknya. Tetapi pendapat ini tertepis, tidak dihiraukan.

Soal dampak sistemik inilah yang menjadi “peluang” penyalahgunaan dana talangan BI. Karena takut ekonomi Indonesia akan mengalami kriris lagi, disuntikkanlah dana segar ke BC supaya kepercayaan publik terhadap perbankan tidak terganggu. LPS akhirnya menyuntikkan dana (yang resminya disebut Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek atau FPJP) sebesar 2.7 triliun rupiah ke BC. Manajemen BC langsung diganti. Dirut Hermanus Hasan Muslim dibuang. Dia digantikan Maryono dari Bank Mandiri.

Di bulan Desember 2008, LPS kembali menyuntikkan dana segar sebesar 2.2 triliun karena nasabah BC terus menarik simpanan. Seterusnya, pada 3 Feb 2009 ditambah lagu 1.5 triliun guna mempertahankan CAR Bank Century di angka 8% sampai 10%. Pada 21 Juli 2009, LPS menambah lagi FPJP sebesar 630 miliar untuk menutupi CAR. Total FPJP menjadi 6.7 triliun.

Robert Tantular, pemegang saham BC, melakukan tindakan tercela. Dia berkali-kali menarik uang dari BC dan dibiarkan saja oleh Gubernur BI waktu itu, Boediono, yang kemudian dibawa menjadi wapres oleh SBY pada pilpres 2009.

Untuk melengkapi tulisan ini, ada satu tulisan yang sangat menarik di RMOL edisi 20 Mei 2013 (Kamis) tentang berbagai pertanyaan mengenai kasak-kusuk di Bank Century. Sangat menarik untuk disimak, berikut ini. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak saya edit dari sisi konten, hanya editing yang sifatnya penghematan ruang dan edit tanda baca.

===
Pertama, kendati mengetahui Robert Tantular (RT) melakukan penggelembungan dan kredit fiktif, mengapa Boediono sebagai Gubernur BI tidak menonaktifkannya? Boediono malah berusaha keras memenuhi permintaan Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) yang diminta RT.

Kedua, mengapa Boediono sengaja mengubah Peraturan Bank Indonesia (PBI) agar FPJP tersebut bisa dicairkan ke BC dengan menurunkan persyaratan dari CAR minimal 8 persen menjadi CAR “positif” melalui PBI No.10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008. Saat itu, CAR Bank Century hanya 2.35 persen per 30 September 2008 yang dijadikan patokan. Padahal per 31 Oktober 2008, CAR-nya sudah negatif 3.53 persen.

Ketiga, pada 6-13 November 2008, RT menarik duit dari BC sebesar Rp 344 miliar sehingga bank semakin kesulitan likuiditas dan pada 13 November 2008 dinyatakan gagal kliring. Tapi mengapa pada tanggal 14 November 2008 (sehari kemudian), Boediono, setelah mengubah PBI, justru menyuntik FPJP sebesar Rp 680 miliar, untuk menutupi bolong akibat penarikan oleh RT?

Setelah penyuntikan itu, RT terus menarik duit lagi sampai dengan 21 November 2008, sebesar Rp 273.8 miliar; sehingga total RT sudah menarik Rp 617.8 miliar. Jadi boleh dibilang, FPJP Rp 680 miliar itu 90 persen-nya buat “disikat” RT saja. Tidak mungkin Boediono tidak tahu, karena semua transaksi itu jelas bisa dimonitor oleh BI.

Pemberian FPJP sebenarnya dilakukan untuk menutupi gagal kliring Bank Century per 13 November 2008 sebesar Rp 654 miliar. Dalam prakteknya, kucuran dana dilakukan tiga kali lagi, yakni Rp 356.8 miliar per 14.11.2008; Rp145.26 miliar per 17.11.2008; dan Rp187.3 miliar per 18.11.2008. Mengapa BI (Boediono) tidak mengawasi penggunaan dana tersebut di BC?

Keenam, pada kurun waktu 14 November 2008 sampai 18 November 2008 terdapat pemberian FPJP sebesar Rp 689.39 miliar digunakan untuk kebutuhan melunasi pinjaman antarbank sebesar Rp 28.2 miliar, dan keperluan pembayaran Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp 661.1 miliar. BC juga punya kewajiban DPK yang ditunda pembayarannya secara kumulatif sampai 20 November 2008 sebesar Rp 292.5 miliar, dan DPK yang jatuh tempo 20 November 2008 sebesar Rp 454 miliar yang telah diminta diperpanjang oleh BC. Jumlah DPK yang ditunda sebesar Rp 746.5 miliar. Jadi total DPK sampai 20 November 2006 berjumlah Rp 1.4 triliun

Dalam notulen Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang beredar di media massa tanggal 21 November 2008 yang dipimpin Menkeu dan dihadiri Gubernur BI, para Deputi Senior BI, Ketua LPS, Ketua Bapepam-LK dan Dirut Bank Mandiri; diuraikan bahwa untuk menyehatkan BC perlu suntikan modal Rp 632 miliar.

Ini lebih rendah dari pernyataan anggota DPR yang menyatakan bahwa pada saat meminta persetujuan bail out BC diperlukan talangan Rp 1.3 – 1.6 triliun. Kenyataannya, dalam hitungan hari sejak Rapat KKSK, dari 23 November 2008 sd 1 Desember 2008, LPS menyuntikkan dana Rp 2.77 triliun. Dalam hitungan hari pula (9/12/2008 sampai 30/12/2008), kemudian LPS menyuntikkan lagi Rp 2.2 triliun.

Lalu pada periode 4 Februari 2009 sampai 24 Februari 2009, LPS menyuntikkan lagi Rp 1.2 triliun. Lalu pada 24 Juli 2009 menyuntikkan lagi Rp 630 miliar sehingga total bail out Rp 6.76 triliun. Bayangkan, dari Rp 632 miliar membengkak lebih dari 10 kali lipat menjadi Rp 6.76 tiliun. Jumlah dahsyat ini seolah mengambarkan LPS adalah ATM-nya bank bobrok itu.

Kemudian, mengapa terjadi mutasi terhadap 50 pegawai BI per 1 Desember 2008, atau 10 hari sejak Bank Century dinyatakan gagal? Mutasi dinilai sebagai hukuman terhadap para pihak yang menolak untuk menyelamatkan BC.

Pertanyaan kesembilan, dari kutipan notulen rapat-rapat KSSK, kuat indikasinya Presiden RI (SBY) dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Tapi mengapa SBY menyatakan tidak tahu menahu sampai bail out sudah dilakukan?

Sepuluh, untuk apa Ketua Unit Kerja Presiden Untuk Pengelolaan Reformasi (UP3R) Marsilam Simanjuntak hadir di rapat-rapat tersebut? Tidakkah ini berarti Marsilam mewakilil SBY, atau setidaknya sepengetahuan SBY dan hadir untuk memberikan laporan kepada SBY?

Sebelas, sejak dinyatakan sebagai bank gagal pada 20 November 2008 sampai suntikan terakhir pada 24 Juli 2009, ada rentang waktu lebih dari 8 bulan. Bukankah menyelamatkan bank seharusnya dilakukan sekaligus? Bukan dicicil sampai 8 bulan? Kenapa?

Dan pertanyaan akhirnya berujung pada hasil audit investigasi BPK yang menyebutkan, suntikan dana untuk BC sampai 10 kali lipat dari kebutuhan itu sebagian besar dilakukan secara tunai. Bukankah seharusnya cukup lewat transfer saja? Ke mana saja uang itu mengalir?

Apakah ini semua digunakan untuk kepentingan pemenangan parpol tertentu pada Pemilu 2009? [ald]
Editor: Aldi Gultom
===
Begitulah tulisan yang dimuat di RMOL edisi 20 Mei 2013. Sebagai hasil dari penyelidikan KPK, Budi Mulya (pejabat tinggi BI) dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Dari fakta persidangan pejabat BI ini, terungkap nama-nama yang sangat mungkin ikut melakukan tindakan pidana. KPK akan melanjutkan prosekusi kasus BC.

Semoga jalan-jalan melihat kasus Bank Century ini bermanfaat bagi kita semua.

(Penulis adalah wartawan senior)

Loading...