Mediasi Terkait Sukmawati Tidak Dapat Dibenarkan Dalam Pandangan Hukum? Oleh: Chandra Purna Irawan SH MH, Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Sekjend LBH Pelita Umat.
Ada yang mengusulkan bahwa terkait Sukmawati sebaiknya dilakukan mediasi antara Pelapor dan Sukmawati.
Berkaitan hal tersebut diatas, saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, bahwa mediasi hanya dapat dilakukan pada penyelesaian hukum yang bersifat perdata (privat) atau kasus hukum pidana yang terkategori delik aduan, yaitu tindak Pidana yang korbannya tertuju pada seseorang atau beberapa orang yang sifatnya individual dan/atau jumlah korbannya dapat dipastikan, seperti tindak pidana fitnah dan/atau pencemaran nama baik.
KEDUA, Bahwa untuk kasus dugaan tindak Pidana penistaan agama bukanlah kasus perdata atau tindak pidana yang terkategori delik aduan melainkan tindak pidana yang rumusannya masuk kategori “Ketertiban Umum”. Kepentingan Umum agar dapat tercipta kondisi masyarakat yang aman, damai dan tentram sehingga kepentingan umum wajib dijaga oleh negara. Melindungi kepentingan agama adalah identik dengan kepentingan Negara. Kasus ini murni delik umum dimana adanya perdamaian tidak menghapus unsur pidana dan kewenangan menuntut perkara.
KETIGA, bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai pernyataan Sukmawati Soekarnoputri menyinggung perasaan umat Islam. Frasa “menyinggung perasaan umat Islam“, maka sebetulnya dapat dinilai memenuhi kategori atau rumusan 156a KUHP. Karena pasal 156a KUHP berada di bawah bagian “ketertiban umum”. Sehingga apabila proses hukum tidak disegerakan maka dikhawatirkan berpotensi mengganggu ketertiban umum;
KEEMPAT, bahwa apabila Pelapor melakukan mediasi, tidak dapat dinilai mewakili seluruh umat Islam termasuk MUI sekalipun apabila melakukan mediasi juga tidak dapat dibenarkan. Karena ini adalah kepentingan umat Islam tentu harus ada kesepakatan secara keseluruhan dan tidak dapat diwakili oleh individu tertentu;
KELIMA, Bahwa penegak hukum semestinya mengedepankan proses hukum dan equality before the law atau kesamaan dihadapan hukum. Apabila Sukmawati kembali tidak diproses hukum untuk kali kedua, maka akan tercipta ‘ketidak adilan’ dan citra buruk bahwa hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil dan untuk orang yang tidak berkawan dengan penguasa. Citra buruk penegakan hukum dikhawatirkan berpotensi dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kebencian terhadap negara.