Bawaslu Raja Ampat Minta Wartawan Klarifikasi, Ketua IJTI Papua Barat Protes

Bawaslu Raja Ampat Minta Wartawan Klarifikasi, Ketua IJTI Papua Barat Protes
Ketua Bawaslu Kabupaten Raja Ampat Markus Rumsowek, S.Sos

HARIANNKRI.COM – Dua wartawan media online di Raja Ampat dipanggil Ketua Bawaslu Raja Ampat untuk diminta keterangan terkait pemberitaannya pada tanggal 26 Maret 2020. Pemanggilan ini membuat sejumlah wartawan Raja Ampat mendatangi Kantor Bawaslu setempat untuk memintai penjelasan perihal pemanggilan tersebut, Selasa (16/6/2020).

Kepada wartawan, Ketua Bawaslu Kabupaten Raja Ampat Markus Rumsowek S.Sos mengatakan bahwa pemanggilan kedua wartawan ini untuk dimintai keterangan dalam klarifikasi. Dua wartawan yang dimaksud adalah jurnalis realitakini.com dan rakyatterkini.com. Adapun yang diminta klarifikasi adalah pemberitaan terkait anwaslu Distrik yang mempertanyakan kebijakan Bawaslu Raja Ampat terkait anggran OP dan honornya.

“Kami Bawaslu dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari Undang- Undang yang menyangkut dengan Pemilu dan Perbawaslu,” ucap Markus Rumsowek.

Dalam memintai keterangan tersebut, menyodorkan kurang lebih sebelas pertanyaan. Bawaslu Raja Ampat juga meminta kedua wartawan tersebut untuk menandatangani berita acara klarifikasi sebagai saksi. Namun permintaan tersebut ditolak.

Menanggapi hal itu, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua Barat, Chanry Andrew Suripatty,
saat dihubungi melalui via telepon, Selasa (16/6/2020) menyatakan, tindakan ketua Bawaslu Raja Ampat dengan memanggil dan memintai keterangan wartawan itu sebuah kesalahan besar.

Menurut Chandry, Posisi kedua Wartawan tersebut pada saat itu sedang melakukan tugas-tugas jurnalistik. Ia menegaskan, wartawan bukan pihak yang melakukan tindakan pidana Pemilu.

“Sehingga pemanggilan kedua wartawan itu dengan menggunakan rujukan undang-undang pemilu. bagi saya ini keliru,” jelas Chandry.

Selain itu, lanjutnya, UU Pers adalah UU Spesialis yang tidak dicampuraduhkan dengan UU lain.

“Masalah internal Bawaslu tidak bisa dikaitan dengan wartawan. Apalagi di libatkan sebagai saksi,” ucapnya.

Menurutnya, pemberitaan tersebut itu hasil karya jurnalistik yang mencari, memperoleh, memiliki, mengolah, menyimpan dan menyampaikan informasi kepada perusahan pers atau kantor berita untuk dipublish.

Chandry melanjutkan, dalam kode etik jurnalistik Pasal 7 menerangkan, wartawan memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya. Wartawan juga menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

“Wartawan memiliki hak tolak karena profesi dan untuk menolak ungkapan nama dan identitas lain narasumber untuk rahasiakan jika permintaan narasumber. Jadi menggunakan hak tolak aja dan jangan menandatangan formulir berita acara klarifikasi,” pungkas Ketua IJTI Papua Barat. (HSG)

Loading...