Dilema Kesehatan dan Ekonomi Bagi Pedagang Pasar Dikala Pandemi. Oleh: Ermawati, Aktivis Muslimah.
Pasar merupakan salah satu tempat berkumpulnya manusia dalam jumlah tak sedikit. Kerumunan massa tak bisa dihindari dan ini sifatnya rawan. Maka potensi penyebaran virus di dalam pasar sangatlah tinggi.
Di sisi lain pasar juga merupakan tempat berputarnya roda ekonomi tertinggi di dalam negeri. Ratusan pedagang pasar diketahui positif terinfeksi covid-19 dan beberapa bahkan menjadi korban jiwa. Sebaran virus di pasar diduga karena pedagang tidak patuhi protokol kesehatan dan karena pemerintah melakukan pendekatan yang salah. Kebijakan persuasif tidak dilakukan sejak jauh-jauh hari. Apalagi sosialisasi tes rapid jarang dilakukan di pasar. Tak heran jika kemudian rapid test ditolak warga.
Bahkan ratusan pedagang dan pengunjung pasar di Pasar Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengusir petugas covid-19 dari Gugus Tugas Kabupaten Bogor. Insiden itu terjadi Rabu 10 Juni 2020. Setelah diberikan arahan oleh anggota TNI, situasi yang tadinya memanas menjadi cair. Ini bukti kurangnya edukasi pada masyarakat. Dalam menangani pasar, berbeda dengan tempat lainnya dalam mencegah penyebaran covid-19. Karena di dalamnya pasar banyak oran-orang dari berbagai tempat di luar pasar. Kemudian banyak barang yang keluar masuk pasar, juga di sana ada uang yang menjadi alat bertransaksi antar pembeli dan penjual.
Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKPPI) mencatat sebanyak 529 pedagang positif corona (Covid-19) di Indonesia. Kemudian, di antara ratusan pedagang yang positif corona tersebut sebanyak 29 lainnya meninggal dunia (nasional.okezone.com 30/06/2020).
Kabar ini tentu membuat khawatir banyak pihak, karenanya para pedagang yang terpapar corona berdampak pada kehilangan mata pencarian sebanyak 12 juta pedagang. Lantaran masyarakat takut berbelanja di pasar tradisional.
Maka seharusnya pemerintah lebih gencar dalam melakukan program penanganan covid-19 di pasar-pasar tradisional khususnya. Seperti program sosialisasi bahaya covid-19 dan melaksanakan protokol kesehatan. Juga memberikan bantuan masker gratis untuk para pedagang juga handsanitizer. Tak lupa, penyemprotan desinfektan di pasar-pasar saat berhenti beroperasi di jam-jam tertentu secara rutin.
Ini menegaskan pemerintah tidak cukup menyediakan sarana tes dan himbauan agar patuh, tapi juga butuh pendekatan agar sadar protokol kesehatan. Tak lupa pula pemberian jaminan pemenuhan kebutuhan sehingga rakyat tidak memaksakan untuk berjualan yang berisiko besar terhadap penyebaran virus. Serta harus ada sanksi tegas yang dijalankan oleh aparat setelah edukasi memadai.
Sampai saat ini belum ada obat untuk covid-19 ini, bahkan badan kesehatan dunia menetapkan pandemi untuk virus ini, karena seluruh negara di dunia ini terkena covid-19.
Pada masa Rasulullah dan sahabat, umat islam pernah terkena wabah penyakit. Cara yang dilakukan dalam menangani wabah saat itu ternyata bisa diterapkan pada zaman modern saat ini, termasuk menangani covid-19.
Anjuran untuk selalu menjaga kebersihan, cuci tangan, juga karantina yang saat ini dinamai dengan lockdown. Serta berdoa kepada Allah SWT, dan dalam Islam menjaga kebersihan diharuskan, sebelum beraktifitas selalu cuci tangan, berwudhu selalu dilakukan lima waktu dalam sehari sebelum salat. Bahkan ilmu pengetahuan membuktikan dengan seringnya cuci tangan pakai sabun bisa mencegah infeksi virus.
Kebijakan lockdown pun pernah dilakukan di masa Rasulullah saat terjadi wabah pada umat muslim seprti kusta dan diare. Bahkan Rasulullah melarang keluar atau masuk daerah yang terkena wabah, dalam hadistnya disebutkan, “Jika kalian mendengar tentang thoún di suatu tempat maka janganlah mendatanginya, dan jika mewabah di suatu tempat sementara kalian berada di situ maka janganlah keluar karena lari dari thoún tersebut.” (HR Bukhari).
Thoun adalah wabah yang mengakibatkan penduduk sakit dan berisiko menular, jika penduduk kota tersebut terus mobile. Dalam ajaran Islam, negara mempunyai peran sentral dan sekaligus bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk dalam urusan kesehatan. Rasulullah saw. bersabda: “Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Wallahu ‘alam bi ash-shawab