HARIANNKRI.ID – Lembaga Masyarakat Adat (LMA) seluruh wilayah Sorong Raya (Se Sorong Raya) menggelar Deklarasi Bersama mendukung Otsus Jilid II di Provinsi Papua Barat. Otonomi khusus diyakini berdampak positif pada Orang Asli Papua, terutama pada pembangunan masa depan generasi muda asli Papua.
Deklarasi ini ditujukan untuk memberikan dukungan kepada pemerintah pusat melalui DPR Papua Barat demi keberlangsungan kelanjutan Otsus Jilid II. Berisi 6 pokok pernyataan, deklarasi ini dibacakan Drimlol Adolof Dari LMA Kabupaten Raja Ampat yang mewakili LMA Se Sorong Raya di LMA Kabupaten Sorong Jalan Raya Sorong – Klamono KM 20, Jumat (8/1/2021).
Kami masyarakat adat papua barat wilayah sorong raya dengan ini menyatakan bahwa :
- Mendukung kebijakan pemerintah untuk melanjutkan OTSUS di papua barat demi keberlanjutan pembangunan masa depan generasi muda asli papua
- Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat asli papua untuk tidak terpengaruh dengan ajakan, profokasi dari pihak yang tidak bertangggung jawab yang berusaha mempengaruhi masyarakat adat menolak keberlanjutan otsus di papua barat
- Penyataan ini tentu didasari dengan catatan sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyataan sikap
- Lembaga Masyarakat Adat di papua barat sorong raya terlampir agar segera di tindak lanjuti di DPR papua barat versi SSB kepada pemerintah Pusat
- DPR Papua Barat fraksi otsus segera melaksanakan politik bersama nasional dalam rangka mengawal pembahasan revisi undang-undang otsus di pemerintah pusat
- Pernyataan dibuat dan di tanda tangani dengan ketentuan keberlangsungan otsus di Papua Barat tidak mengabaikan adat sebagai jati diri orang asli papua
Usai deklarasi, Sekretaris LMA Papua Barat Frengki Umpain mengatakan, selaku wadah LMA provinsi, pihaknya mengapresiasi deklarasi yang dilakukan oleh LMA Se Sorong Raya. Ia menuturkan, LMA Papua Barat sendiri berkominten untuk mendukung Otsus di Papua Barat
“Ini sebagai komitmen generasi muda Papua. Bahwa sebagai warga Negara yang baik pertanggung jawaban moral kita terhadap Negara. Kita ini adalah warga Negara yang telah mendapatkan kekhususan dalam bentuk undang-undang otsus. Undang-undang otsus sebenarnya keberpihakan yang dikasih oleh pemerintah pusat kepada kita di Papua,” ucap Frengky.
Lanjutnya, komitmennya untuk mendukung keberlangsungan Otsus Jilid II ini demi untuk menjawab pelayanan yang tertunda. Yakni terciptanya sumber daya manusia Papua yang mampu bersaing.
“Komitmen kita hari ini otsus harus lanjut, kenapa..? Masih ada pelayanan yang tertunda. Kita membutuhkan sumber daya manusiaPpapua yang mampu bersaing. Kalau hari ini otsus di stop, siapa yang bertanggung jawab terhadap sumber daya Papua? Anak-anak masih berkuliah di luar negeri masih membutuhkan bantuan daripada pemerintah. Kita masih butuh fasilitas infrastuktur untuk bagaimana mendongkrat percepatan pembangunan di Papua itu sendiri” tegas Frengky.
Ia menyadari dan menghormati ada pihak-pihak tertentu yang menolak Otsus Jilid II. Menurutnya, setiap orang mempunyai sudut pandang sendiri yang harus dihormati. Karenanya, Frengky meminta agar negara tidak menganggap mereka yang tidak menginginkan Otsus Jilid II adalah warga negara yang tidak menginginkan keberadaan NKRI di papua Barat.
“Nah kita harus melihat dalam konteks riak-riak itu tentu mereka memiliki sudut pandang yang berbeda. Kalau LMA melihat bahwa keberlangsungan otsus itu adalah simpanan kita, bahwa ini adalah solusi. Sudara-sudara kita yang memiliki pandangan lain tentang otsus gagal, itu sudut pandangnya. Tetapi sebagai Negara, pemimpin Negara harus melihat penolakan otsus itu bukan bagian dari warga Negara yang tidak suka terhadap negaranya, tetapi sebagai konteks warga Negara yang ingin mendapatkan solusi tentang apa yang dirasakan,” tegas anak muda asal Kofiau Raja Ampat ini.
Ia menambahkan, LMA Papua Barat merupakan salah satu lembaga yang mendorong pemerintah Pusat melalui MRP untuk melakukan survey terhadap pemberlakuan undang-undang Otsus yang berlaku selama ini. Tujuannya, agar variabel dan indikator sebuah keberhasilan dapat diukur secara ilmiah.
“Kami salah satunya lembaga yang mendorong kepada MRP dan Pemerintah Pusat lakukan survey Indek Kepuasan Masyarakat terhadap pemberlakukan undang-undang ini di Tanah Papua. Supaya kita bisa mendapatkan variable dan indikator untuk mengukur sebuah keberhasilan. Kalaupun salah, kebijakan apa yang salah? Itu yang dievaluasi. Sampai sekarangpun kita belum bisa mengukur sebuah keberhasilan,” tutup Frengky Umpain. (HSG)