PKS Tolak Swastanisasi Transmisi Listrik

Setelah BATAN dan LAPAN, Kini Juga BPPT Dilebur ke BRIN
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto

HARIANNKRI.IDAnggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menegaskan PKS keberatan dengan rencana Pemerintah menyerahkan pengelolaan jaringan transmisi listrik kepada badan usaha swasta.

Apalagi kerjasama itu dilakukan dengan skema bangun, miliki, operasi dan transfer (BOOT) sehingga kelak setelah proyek ini jadi, pengelola jaringan transmisi listrik ini diserahkan ke pihak swasta. Transfer kepada PLN dilakukan setelah umur proyek selesai.

“Sekarang ini, meski sebagian transmisi listrik dibangun oleh swasta, namun tetap pihak PLN yang mengoperasikan jaringan.  Kelak dengan model BOOT, maka praktis setelah siap, maka pihak swasta yang mengoperasikan jaringan listrik,” demikian kata Mulyanto dalam diskusi online Energy Talk 1.0 yang diselenggarakan oleh DPP PKS dalam rangka menyambut Rakernas PKS, Senin (15/03/2021).

Hadir sebagai narasumber lain Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mantan Dirut PLN, Djiteng Marsudi.

“Karena sifat alamiahnya, semakin ke hilir, dari produksi, transmisi sampai pada distribusi tenaga listrik, maka semakin terjadi monopoli alamiah.

Sisi distribusi dan transmisi listrik ini tingkat monopolinya mendekati 100 persen. Karena itu, semakin ke hilir, tingkat kestrategisannya pun semakin tinggi.  Tingkat kestrategisan sisi transmisi melebihi sisi pembangkit. Kalau sisi pembangkitan listrik terpisah antara satu dengan yang lain.

Sementara sisi transmisi, apalagi yang on grid adalah sistem tunggal yang terintegrasi.  Karenanya tak heran pada saat “kasus sengon” terjadi black out secara meluas se-Jawa-Bali,” lanjut Mulyanto.

Mulyanto menambahkan penyerahan pengoperasian jaringan listrik kepada pihak swasta ini ditengarai melanggar UU No. 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, yang mengatur integrasi vertikal (bundling) pengusahaan ketenagalistrikan oleh Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini PLN (sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan).

Listrik dikategorikan sebagai cabang-cabang usaha penting dan strategis yang dikuasai oleh Negara, sesuai dengan amanat UUD tahun 1945 Pasal 33 ayat 2, yang wajib dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Menyerahkan pengoperasian aspek transmisi listrik kepada pihak swasta, menurut Mulyanto, secara langsung membuat pengusahaan listrik menjadi bersifat tidak terintegrasi dalam suatu badan usaha (unbundling).

“Ini bertentangan dengan Keputusan Mahakamah Konstitusi (MK) tahun 2016, khususnya terkait pasal 10 ayat (2) dan pasal 11 ayat (1) UU Ketenagalistrikan,” tegas Mulyanto.

Seperti diketahui sebelumnya MK memutuskan bahwa pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, secara bersyarat tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, apabila rumusan dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Ketenagalistrikan tersebut menjadi dibenarkannya praktik unbundling dalam usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sedemikian rupa sehingga menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.

“Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila pihak swasta mbalelo menghentikan operasi jaringan transmisi ini, sementara secara alamiah jaringan listrik bersifat monopoli?  Maka Indonesia akan gelap-gulita.  Seluruh mesin industri mati.

Ini jelas-jelas praktik unbundling listrik, yang menghilangkan kontrol negara sesuai dengan prinsip dikuasai negara.  Ini melanggar UU dan PKS menolak itu.  Pemerintah harus meninjau ulang secara seksama rencana menyerahkan aspek transmisi listrik nasional ini kepada pihak swasta,” imbuh Mulyanto.

Seperti diketahui, Pemerintah bermaksud menyerahkan pengelolaan jaringan transmisi listrik kepada badan usaha swasta dengan skema bangun, miliki, operasi dan transfer (BOOT).

Menurut Dirjen Ketenaglistrikan Kementerian ESDM, rencana ini akan tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 sebagaimana diberitakan media dan terungkap dalam Rapat Panja Listrik DPR RI. Hal ini disebabkan, karena dinilai PLN tidak memiliki cukup dana untuk investasi di bidang tersebut.  Menurut Pemerintah, gap investasi yang membutuhkan modal swasta sebesar 12-18 triliun Rupiah.

Rencana pengembangan transmisi listrik ini akan dilaksanakan untuk 7 interkoneksi antar pulau besar pada 18 ruas transmisi dari 500 KV sampai 200 KV.  Termasuk dukungan terhadap transmisi prioritas. (RED)

Loading...