HARIANNKRI.ID – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan Mulyanto mengingatkan Pemerintah, laranga ekspor batubara jangan hanya gertak sambal namun loyo dalam penerapan. Kebijakan yang berlaku selama satu bulan tersebut hendaknya disertai dengan penegakkan aturan domestic market obligation (DMO).
Demikian kata Mulyanto menanggapi kebijakan Pemerintah melarang ekspor batu bara mulai 1 hingga 31 Januari 2022. Menurutnya, Pemerintah harus memperketat pelaksanaan aturan DMO agar ketentuan pelarangan ekspor batubara ini tidak sekedar gertak sambal bagi pengusaha yang membandel.
Kebijakan ini diyakini sudah sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dimana komoditas energi, seperti batubara, tidak dianggap sebagai komoditas ekonomi yang diperdagangkan untuk meningkatkan devisa negara. Namun lebih pada komoditas untuk menunjang pembangunan nasional dengan berbagai multiflier efeknya.
“Karena itu Pemerintah harus konsisten, tegas dan adil. Jangan hanya gertak sambal dan loyo dalam aspek pengawasan di lapangan,” kata Mulyanto di Jakarta, Minggu (2/1/2021).
Anggota Komisi VII ini menambahkan, untuk menjaga kewibawaan Pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini maka perlu juga diberikan sanksi yang tegas dan jelas bagi perusahaan yang melanggar. Pemerintah jangan sekedar memberi sanksi teguran, bayar denda atau pengurangan kuota produksi bagi perusahaan yang melanggar.
“Dibuka saja ke publik perusahaan mana yang melanggar kewajiban DMO sebesar 25 persen produksi batubara tersebut. Publik perlu tahu,” kata Mulyanto.
Mulyanto minta Pemerintah mencabut izin usaha perusahaan batu bara yang melanggar. Upaya ini penting agar kebijakan pengelolaan batubara benar-benar ditaati.
“Selama ini terkesan kebijakan Pemerintah yang seperti ini sering ditawar-tawar oleh pengusaha, sehingga di lapangan menjadi loyo,” jelas Mulyanto.
Mulyanto: Pengusaha Patuh Kewajiban DMO Boleh Ekspor Batubara
Di sisi lain, kata Mulyanto, Pemerintah juga harus adil dan konsisten dengan menerapkan prinsip reward dan penalties. Bagi perusahaan yang patuh dengan kewajiban DMO, mestinya tetap dapat diperbolehkan untuk ekspor. Mumpung harga batu bara tengah tinggi. Sebagai reward bagi mereka sekaligus upaya untuk meningkatkan PNBP (penerimaan negara bukan pajak).
“Karena persoalan DMO ini sering berulang, ketika harga batubara tinggi, ke depan semestinya Pemerintah membangun sistem pengelolaan neraca batubara yang lebih komprehensif baik di sisi permintaan maupun di sisi pemasokan, sehingga lebih optimal.
Misalnya, pengguna batubara membeli dengan cara kontrak jangka panjang secara langsung kepada produsen batubara. Tidak melalui trader. Serta manajemen teknis distribusi-logistik lainnya ditata sedemikian rupa, sehingga tidak terganggu perubahan cuaca,” pungkasnya. (OSY)