HARIANNKRI.ID – Praktisi hukum DR Nicholay Aprilindo SH MH MM menilai secara logika hukum dan nalar berfikir waras (menggunakan akal sehat), sepantasnya praperadilan Pegi Setiawan dikabulkan. Adanya beberapa kejanggalan yang mencolok membuat kasus ini seharusnya dengan mudah mempertanyakan penetapan Pegi sebagai tersangka.
“Kalau pakai nalar berfikir yang waras. Saya mendefinisikan waras adalah menggunakan akal sehat yang baik dan benar,” kata Nicho, Minggu (08/07/2024) melalui sambungan selular.
Ia pun memaparkan perilaku janggal para pelaku kejahatan yang kembali ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) paska melakukan kejahatan. Bahkan pada kasus pembunuhan Vina, dikatakan tiga hari paska pembunuhan para pelaku kembali ke TKP dan berkumpul di TKP.
“Mana mungkin para pelaku kejahatan atau pembunuhan melakukan itu. Sampai para terpidana ditangkap oleh ayah korban Eky yang bernama Iptu Rudiana dari Satuan Narkoba di TKP. Orang gila atau tidak waras pun tidak mungkin sebodoh itu. Habis berbuat kejahatan di suatu tempat lalu kembali ke TKP,” papar pengacara Prabowo-Gibran ini.
Karenanya, ungkap Nicho, kesaksian AEP dan DD patut dipertanyakan kebenaran dan tingkat keakuratannya. Karena logika hukum dan nalar berfikir yang waras sangat susah menerima fakta bahwa Pegi akan kembali ke TKP tersebut.
Nicho juga mengomentari kejanggalan pemeriksaan barang bukti yang digunakan untuk membunuh Vina dan Eky. Seperti batu, bambu, kayu, samurai bahkan motor korban Eky, semuanya tidak pernah dilkukan pemeriksaan sidik jari.
“Juga pada baju atau jaket almarhum Eky dan Vina serta darah yang melekat di baju korban. Tidak pernah diperiksa DNA atau darah milik siapa,”seru Nicho.
Ia mengingatkan, kejadian terjadi pada malam hari, hujan dan gelap. Berdasarkan data yang ada, pada TKP terdapat 6 CCTV.
“Namun janggalnya, CCTV tidak pernah dibuka untuk melihat kejadiannya,”sambungnya.
Ia juga mengingatkan, dikatakan ada 3 TKP yaitu pengeroyokan/pemukulan/pelemparan batu dll, pemerkosaan, pembuangan korban (di fly over). Namun dari TKP yang dimaksud, tidak pernah terdapat persesuaian keterangan saksi.
“Masih banyak kejanggalan lainnya kalau mau dirunut satu persatu. Dari proses penyelidikan, penyidikan sampai penuntutan dan peradilan dari para terpidana yang telah divonis hakim dalam peradilan “sesat” tersebut,” tutup Nicholay Aprilindo. (OSY)