HARIANNKRI.COM – Rusaknya jalanan membuat sejumlah siswa harus berjuang melawan lumpur sebuelum melakukan proses belajar mengajar. Tidak jarang mereka putar balik membatalkan niatnya untuk pergi ke sekolah
Diakui masyarakat sejak Pemerintah Kabupaten PALI berdiri memisahkan diri dari kabupaten induk yakni Muara Enim selama 6 Tahun ini, dibawah kepemimpinan Ir. H. Heri Amalindo MM Infrastruktur dan akses jalan hampir 90% telah mulus dan terleasasi.
Sehingga perekonomian masyarakat di kabupaten berjuluk Bumi Serepat Serasan ini mengalami peningkatan secara signifikan. Namun meskipun demikian masih ada sebagian akses jalan yang belum tersentuh pembangunan oleh pemerintah setempat.
Seperti jalan menuju Suka Damai dan Kota Baru. Selain itu jalan Muara Ikan menuju Madu Kincing, termasuk jalan dari Sungai Langan atau yang lebih dikenal Talang Biwal menuju Kukuy dan tembus ke arah Simpang Raja dan Jalan Talang Biwal menuju Kukuy Dusun 3 desa Sungai Langan tembus ke Simpang Raja Pendopo.
Padahal jalan tersebut merupakan jalan poros yang menjadi urat nadi perekonomian masyarakat. Bahkan pusat aktivitas warga sekitar terutama anak-anak sekolah. Tentunya hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah kabupaten PALI provinsi Sumatera Selatan.
Saking parahnya jalan tersebut membuat beberapa siswa bersusah payah melewati jalan satu satunya penghubung tersebut karena berlumpur. Sehingga tidak jarang mereka putar balik membatalkan niatnya untuk pergi ke sekolah.
“Kami capek, setiap hari kami melintasi jalan yang hancur penuh lumpur seperti ini. Padahal di daerah lain sudah menikmati jalan aspal dan cor. Tapi jalan kami masih berlumpur,” ujar Jefri salah seorang siswa SMP Negeri Sungai Langan yang tengah melintas, Selasa (9/4/2019).
Sementara itu Husin salah seorang tokoh masyarakat Kukuy menuturkan bahwa sudah kerap kali jalan tersebut diusulkan. Lewat Proposal maupun Musrenbang di tingkat desa maupun kecamatan untuk supaya dibangun. Tetapi hingga hari ini belum terealisasi oleh Pemkab PALI.
“Kami sangat membutuhkan jalan yang layak seperti desa desa lain. Di daerah yang terisolir seperti ini harga karet kami lebih murah dibeli. Sedangkan bahan kebutuhan sehari-hari menjadi mahal. Karena harus mengeluarkan biaya ekstra atau ongkos kendaraan yang mahal. Untuk mengangkut getah maupun barang barang tersebut,” ujarnya.
Husin juga mengakui masalah ini berdampak pada anak-anak mereka. Setiap hari bergumul dengan lumpur untuk mencapai sekolahnya di luar sana.
“Untuk itu kami mohon kepada pemerintah terutama bapak Bupati dan Kepala Dinas PU Bina Marga. Untuk membangun jalan kami ini,” ujar Husin dengan. (SHM)