Polres Salatiga Telah Diskriminatif Dalam Kasus B3 RSUD Salatiga.
Ditulis oleh: Dr.Marthen H. Toelle, Bc. Hk., SH., MH., Pemerhati Hukum.
Kajian ini berdasarkan pada:
Teori hukum KAUSALITAS. (sumber dari Ahmad Sofian Staff Pengajar Jurusan Hukum Bisnis, BINUS University).
Tindak Pidana yang Memerlukan Ajaran Kausalitas
Dalam hukum pidana Indonesia, ajaran kausalitas dipergunakan pada tindak pidana materiil, tindak pidana yang dikualifisir oleh akibatnya dan tindak pidana omisi yang tidak murni. Artinya diluar ketiga jenis tindak pidana tersebut tidak mungkin menggunakan ajaran kausalitas untuk dapat meminta pertanggungjawaban pelaku tindak pidana.
Tindak Pidana Omisi yang Tidak Murni
Dalam hal ini sudah masuk pada area yang lebih dikenal dengan melakukan perbuatan (commission) dan tidak melakuan perbuatan/membiarkan (ommission). 45
Secara umum omission diartikan sebagai seseorang yang memiliki kewajiban hukum, seharusnya mencegah terjadinya kejahatan/bahaya bagi orang lain namun tidak melakukannya, dia dapat dihukum sebagaimana dengan orang yang menimbulkan kejahatan/bahaya. Hampir sama dengan konsepsi tersebut, Satochid Kartanegara menyatakan bahwa bila seseorang tidak berbuat, sedangkan ia mempunyai kewajiban untuk berbuat, maka keadaan yang demikian dianggap sebagai sebab daripada akibat. Sementara itu, menurut D. Schaffmeister tindak pidana omisi yang tidak murni (commissio per omission) berarti menyebabkan timbulnya akibat karena kelalaian. Tindak pidana omisi yang tidak murni hanya memiliki lingkup terbatas, dimana si pembuat memiliki kewajiban.
Membaca putusan Pengadilan Negeri Salatiga, No.115/Pid.B/LH/2019/PN.Slt atas terdakwa MUH ACHMAD DARDIRI bin HARUN ROSJID, dalam pertimbangannya pada halaman 86 menyatakan: Menimbang , bahwa sebagaimana fakta hukum dipersidangan diketahui bahwa terjadi penjualan limbah dari ruang instalasi Hemodialisa RSUD Kota Salatiga karena terjadinya penumpukan limbah di Tempat Pembuangan sampah (TPS) RSUD Salatiga yang di sebabkan alat ineserator tidak jalan karena terkendala ijin sehingga terjadi penumpukan khususnya inslatasi Hemodialisa sehingga bekas kemasan farmasi berupa bekas botol infus dan bekas derigen dikumpulkan di ruang isterahat ruang instalasi Hemodialisa, untuk mengurangi penumpukan limbah di instalasi Hemodilisa lalu setelah saksi ARIS BUDIONO selaku coordinator ruang instalasi Homodialisa mendapat izin secara lisan dari saksi SLAMET RIYANTO selaku kepala instalasi sanitasi RSUD Salatiga menjual limbah dari ruang instalasi Hemodialisa kepada terdakwa….dstnya.
Dalam pertimbangan pada halaman 87: Menimbang, bahwa berdasarkan lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pemngelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dalam Tabel 3 yaitu Datar limbah B3 dari sumbers pesifik Umum , disebutkan bahwa untuk limbah dari jenis industri/kegiatan Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan, sumber limbah adalah seluruh rumah sakit dan laboratorium klinis facilitas incinerator dan IPALyang mengelola effluent dari kegiatan rumah sakit dan laboratorium klinis,dengan kode limbah A337-1 yaiu limbah klinis yang memiiki karakteristik infeksius dengan kategoribahaya 1 dan kode limbah B337-1 urian limbah yaitu kemasan produk farmasi, dengan kategori bahaya 2 (dua).
ANALISA DAN PENDAPAT HUKUM.
Dari lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pemngelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, yang dijadikan pertimbangan hukum ,maka jelas dan terang benderang bahwa Rumah Sakit cq RSUD salatiga yang mempunyai kewajiban dan kewenangan hukum untuk mengelola limbah B3, dengan cara melalui laboratorium klinis facilitas incinerator dan IPAL.
Bahwa adanya fakta hukum dipersidangan diketahui bahwa terjadi penjualan limbah dari ruang instalasi Hemodialisa RSUD Kota Salatiga karena terjadinya penumpukan limbah di Tempat Pembuangan sampah (TPS) RSUD Salatiga yang di sebabkan alat ineserator tidak jalan karena terkendala ijin, alasan ini tidak merupakan alasan hukum bagi RSUD salatiga sebagai alasan pemaaf dan alasan pembenar untuk memmbebaskan diri dari tanggungjawab hukum pemidanaan.
Oleh karena itu penyidik dalam hal ini Polres Salatiga harus menindak lanjuti perkara B3 dengan menjadikan pihak yang bertanggungjawab yang memiliki kewajiban hukum, seharusnya mencegah terjadinya kejahatan/bahaya bagi orang lain namun tidak melakukannya, dia dapat dihukum sebagaimana dengan orang yang menimbulkan kejahatan/bahaya.
Dasar penyelidikan dan atau penyidikan oleh Polres Salatiga dengan berpegang pada Tindak Pidana Omisi yang Tidak Murni .
Jika Polres Salatiga tidak melanjutkan proses perkara B3 ini, maka Polres Salatiga, telah melakukan tindakan hukum yang tidak obyektif, telah terjadi tindakan diskriminatif dalam hukum, hal sangat menciderai asas kesamaan didalam hukum (Equality before the Law) dan melanggar prinsip-prinsip Negara Hukum, yang diamanatkan dalam UUD’45.
Bravo Polres Salatiga dalam menindak lanjuti kasus B3. Ini.
Salatiga, 23-4-2021.
Dr.Marthen H.Toelle,Bc.Hk.,SH.,MH.