Conflict Is Protection Oil Flow. By Malika Dwi Ana

Conflict Is Protection Oil Flow. By Malika Dwi Ana
Ilustrasi artikel opini Malika Dwi Ana: Conflict Is Protection Oil Flow

Conflict Is Protection Oil Flow. Ditulis oleh: Malika Dwi AnaPengamat Sosial Politik.

Jika dahulu ada istilah dalam penjajahan berkedok dagang membawa misi feitoria, fortaleza, danigreja (gold, glory dan gospel), maka dalam pemahaman geopolitik berkembang sebuah pemeo tua: “conflict is protection oil flow and blockade somebody else oil flow”. Bahwa konflik diciptakan untuk melindungi aliran minyak serta memblokade pihak lain atas aliran minyak tadi. Demikianlah garis besarnya.

Adanya isu bahwa di wilayah kaya tambang merupakan tanah kutukan (karena kerap terjadi konflik). Barangkali isu tersebut merupakan bagian dari modus dan propaganda cara pemeo tua tadi beroperasi. Entah konflik tadi dibuat oleh pihak eksternal, atau faktor (alami) rebutan sumber-sumber ekonomi oleh suku-suku disekitarnya dan kelompok-kelompok internal, lalu ditumpangi kepentingan dari luar dan lain-lain.

Conflict Is Protection Oil Flow?

Selanjutnya frasa “oil” diatas jika diperluas bisa berarti jenis sumberdaya lainnya. Seperti emas misalnya, atau gas bumi, rare earth, lithium dan seterusnya. Sekali lagi, pada wilayah dengan sumber daya alam melimpah dengan kekayaan tambang biasanya sering muncul (benih dan bibit) perpecahan dan konflik baik bersifat horizontal maupun konflik yang bersifat vertikal.

Konflik dilevel global semacam perang Irak, contohnya, atau konflik Afghanistan, Suriah dan lain-lain semata-mata karena faktor “oil”. Lantas, bagaimana dengan isu radikalisme dan konflik Syi’ah versus Sunni yang dianggap penyebab konflik? Ahh, itu hanya (geo) strategi kelompok eksternal. Mengingat bahwa dalam geopolitik, cara terbaik meraih geoekonomi adalah melalui geostrategi. Istilah lain geostrategi adalah the best way to reach the goal atau taktik untuk mencapai tujuan. Jadi urut-urutannya : geopolitik – geostrategi – geoekonomi. Geoekonomi sebagai goalnya, atau tujuannya.

Maka sekali lagi, “Conflict is protection oil flow.” Awalnya Suriah dulu aman-aman saja.Tidak ada konflik. Namun ketika ditemukan blok gas di Basin Levant wilayah yang berada di Estern Mediteranian yang punya deposit sekitar 122 trilun kaki kubik gas dan minyak 1,7 miliar barel. Maka semenjak itu Suriah ditarget sengketa perebutan SDA.

Di Myanmar dulu juga awalnya baik-baik saja dibawah Junta Militer. Namun ketika tahun 2004 ditemukan gas bumi di Shwe (Emas) Blok A1-Teluk Bengal, dengan prakiraan deposit gas mencapai 5,6 triliun kubik yang tidak akan habis dieksploitasi hingga 30 tahun, maka semenjak itulah bentangan lantai sepanjang 1.500 km antara teluk Bengal – Batas laut Andaman, Thailand menjadi incaran negara-negara besar seperti China, Rusia dan USA, dan Eropa – Frances.

Logika Sederhana Why Conflict Is Protection Oil Flow?

Retorika sederhananya, mungkinkah Suriah bergejolak jika ia hanya penghasil gaplek? Seandainya Thailand hanya penghasil transgender cantik, apakah juga bakalan diincar negara-negara adidaya dunia? Atau jika Afghanistan hanya produsen karpet, apakah NATO juga akan mau berekspansi ke sana, atau jika Irak cuma penghasil kebab, apakah bakal ada isu senjata pemusnah massal di negeri 1001 malam itu?

Narasi-narasi diatas sangat bisa untuk diterapkan dalam membidik konflik-konflik lokal di Tanah Air.

Logika sederhananya, jika laut Natuna Utara hanya berlimpah ikan kakap, apakah berlapis-lapis armada laut China bakal menyerbu kesana?

Atau seandainya Papua cuma penghasil koteka, ubi dan keladi, apakah akan ada KKB di Pulau Cendrawasih?

Pun dengan yang terjadi di Blok Wabu, Intan Jaya, Papua. Konon deposit emas di blok tersebut melebihi deposit di tambang Grasberg/Freeport Ind, 8,1 juta ton. Dan dalam senyap, para elit kekuasaan di Jakarta melakukan konsesi-konsesi untuk mengeksplorasi gunung emas di Blok Wabu yang adalah hak ulayat milik tujuh suku Papua dimana hingga kini tidak dibangun fasilitas jalan disana, hampir tidak ada sarana kesehatan dan pendidikan memadai, sehingga masyarakat sana tidak well informed, well educated dan seterusnya. Mereka hidup terbelakang, miskin dan bodoh, mudah kena tipu-tipu, mudah dihasut, dipersenjatai agar senantiasa berkonflik antarsuku, antar kelompok, konflik versus pendatang dan aparat keamanan. Begitu terus hingga habis para elit yang “kemaruk” dan serakah itu mengeruk gunung emas dan merusak ekosistem disana.

Demikianlah gambaran betapa konflik itu diciptakan demi melindungi aliran minyak dan memblokade pihak lain atas aliran minyak tersebut, “conflict is protection oil flow and blockade somebody else oil flow!”

Loading...