HARIANNKRI.ID – Kuasa hukum empat nadzir pemegang hak atas tanah wakaf Masjid Nurul Huda Desa Ujungnegoro Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang Jawa Tengah membantah kabar telah menerima uang pengganti dari PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) untuk sebagian tanah yang dipakai akses jalan menuju PLTU Batang. Uang pengganti yang diterima para nadzir diklaim tidak tidak ada hubungannya dengan PT BPI.
Bantahan ini Marthen H Toelle, Ketua tim hukum para nadzir yang menggugat PT BPI atas sebagian tanah wakaf masjid yang pakai sebagai akses jalan PLTU Batang. Ia menampik pernyataan Inspektorat Daerah Kabupaten Batang, Bambang Supriyanto di hariannkri.id, Senin (29/8/2022). Bambang mengatakan, pada sidang mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 22 Agustus 2022 lalu, perwakilan nadzir mengakui telah menerima pengganti untuk pengganti tanah wakaf masjid yang digugat.
Kepada hariannkri.id Bambang mengatakan, pada sidang mediasi, kedua pihak mengakui status tanah yang diperkarakan adalah tanah wakaf. Hakim mediator bertanya, apakah terjadi persetujuan antara para nadzir dengan pihak PT BPI pada tahun 2013 saat tanah tersebut akan dijadikan akses jalan PLTU Batang. Ditanyakan pula apakah sudah ada pengganti atau tidak pada tanah wakaf masjid yang terpakai akses jalan.
“Ada persetujuan. Ada pembayaran. Yang menerima nadzir dan diakui di sana (saat sidang mediasi berlangsung-red). Pak siapa namanya, Ketua nadzir yang datang. Waktu ditanya hakim ya mengakui menerima. Itu akhirnya sebagian tanah wakaf itu dipakai akses jalan. Kalau tidak mana mungkin,” kata Bambang.
Ketua tim Kuasa Hukum Nadzir Tanah Wakaf Masjid: Tidak Ada Pembayaran Apapun Dari PT BPI
Menurut Marthen, pihaknya menuntut ganti rugi karena sejak tahun 2013 PT BPI menggunakan sebagian tanah wakaf masjid Nurul Huda untuk akses jalan pembangunan PLTU Batang tanpa memberikan kompensasi apapun kepada para nadzir. Karenanya, ia menampik keras pernyataan Bambang kepada hariannkri.id bahwa ada pembayaran.
“Tidak benar dikatakan para Nadzir telah menerima uang dari BPI. Saya tekankan, tidak ada pengganti apapun dari BPI atas tanah wakaf yang digunakan sebagai jalan PLTU Batang. Apa dasarnya pak Bambang mengatakan ada pembayaran?” kata Marthen saat dihubungi hariannkri.id, Sabtu (3/9/2022).
Diakui Marthen, para nadzir pernah menerima uang pengganti sebesar 500 juta rupiah. Namun uang tersebut adalah pengganti tanah urukan yang diambil kontraktor untuk meratakan akses jalan PLTU yang lain. Itupun diberikan oleh kontraktor, bukan pihak PT BPI.
“Makanya kan kalau dilihat di lokasi yang disengketakan, ada bagian dataran tinggi yang dikepras. Uang yang diterima dalam bentuk ceq sebesar 500 juta dari kontraktor guna pengambil tanah wakaf ( bukit yang dikepras-red) untuk tanah urukan. Jadi bukan penjualan tanah wakaf untuk jalan,” tegas Doktor hukum lulusan Universitas Airlangga ini.
Terkait dokumen yang ditunjukkan oleh Bambang Supriyanto saat sidang mediasi, Marthen tidak menganggap penting. Pada dokumen tersebut, selain ada tandatangan 5 nadzir (1 nadzir telah meninggal dunia), juga ada tandatangan 4 orang lagi.
“Itu dokumen apa? Kenapa penerimanya ada sembilan? Padahal nadzirnya ada lima. Mengapa bu Meila (salah satu kuasa hukum penggugat-red) tidak diperbolehkan memfoto dokumen tersebut?” imbuhnya.
Marthen memastikan akan hadir pada sidang mediasi lanjutan yang digelar Senin 5 September 2022. Ia akan menyatakan keberatan atas kedatangan staff Pemda Batang dan perwakilan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Batang pada sidang mediasi sebelumnya.
“Besok saya hadir. Saya keberatan ada pihak lain selain principal (penggugat dan tergugat-red) hadir. Saya akan mengajukan keberatan,” tutupnya. (OSY)