HARIANNKRI.ID – Proyek penambangan galian C yang diduga tidak memiliki izin IUP, IPR, dan IUPK dengan menurunkan alat berat (excavator) kian marak. Bahkan penambangan ini diduga menggunakan bahan bakar solar subsidi.
Salah satu sopir pengangkut tanah galian C yang berada di Desa Bonjok, Kecamatan Adimulyo, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, NM menyampaikan, ia bekerja sebagai sopir pengangkut tanah menggunakan dump truck. Tugasnya, mengambil tanah dari lokasi (sawah) untuk dimuat ke dalam truk. Selanjutnya dikirim ke tempat orang yang memesan tanah galian C tersebut.
“Saya disini hanya sebagai sopir pengangkut tanah untuk dikirim ke masyarakat yang pesan tanah galian,” terang NM saat dikonfirmasi hariannkri.id di lokasi tambang galian C, Selasa (17/09/2024).
Lanjut dia, dalam setiap kali angkut tanah galian tersebut dirinya hanya menerima upah 50 ribu rupiah, tanpa tambahan apapun. Dirinya tidak mengetahui berapa satu truk harga tanah itu dijual ke warga sekitar.
“Sekali angkut saya mendapat uang 50 ribu rupiah tanpa ada tambahan apapun. Bahkan solar ditanggung oleh kami para sopir dump truck,” lanjutnya.
Sementara itu, selaku koordinator di lapangan, AR mengatakan, tanah yang dikeruk menggunakan excavator, supaya tanah pertanian dapat diratakan. Sebagian besar tanahnya dijual ke masyarakat yang membutuhkan.
“Tanah yang diambil dan diratakan itu tanah milik pemerintahan desa Bonjok. Dan sebagian lagi tanah milik warga,” ungkapnya.
Namun saat disinggung perihal dari mana solar itu didapat dan siapa yang bertanggung jawab, ia membeberkan, solar tersebut didapat dari penyuplai yang sudah bekerja sama dengan pengerjaan proyek tersebut. Dituturkan pula, penanggungjawab semuanya adalah Kepala Desa (Kades) setempat.
“Untuk pengisian solar sudah ada yang mengondisikan. Bahkan penyuplainya sendiri yang mengirim ke lokasi galian. Dan saya disini sebagai pekerja. Jika ingin tahu lebih detail terkait ijin atau yang lain, silahkan tanyakan saja sama pak Kades. Sebab penanggung jawabnya adalah pak Kades,” bebernya.
Terpisah, Kepala Desa (Kades) Bonjok Budiono menjelaskan, pihak pemerintah desa maupun dia selaku kades di desanya tidak terlibat dengan adanya proyek galian C yang berada di desanya.
“Kami selaku pemerintah desa maupun saya pribadi tidak terlibat di dalamnya. Dan itu murni dilakukan secara pribadi,” jelas Budiono saat diikonfirmasi tim media di kediaman rumahnya, Selasa (17/09/2024).
Ia menambahkan, pengerukan tanah sawah itu dilakukan guna untuk ketahanan pangan. Alasannya, saat musim penghujan selesai, sawah tersebut sudah tidak dapat ditanami padi karena faktor kekurangan air.
“Masyarakat sangat senang ketika tanahnya dikeruk. Gunanya apa? Saat musim kering, sawah warga dapat ditanami padi lagi,” tambahnya.
Kemudian saat disinggung siapa yang menurunkan alat berat, lalu izin IUP, IPR, dan IUPK dan apakah alat berat tersebut menggunakan solar industri atau solar subsidi dia mengatakan, bahwa dirinya tidak mengetahui terkait hal itu.
“Soal perijinan saya tidak tahu sama sekali. Tapi menurut informasi, mereka sudah izin ke Polsek, Polres, bahkan sampai Polda Jateng,” tandasnya.
Aturan Tanah Desa Dijadikan Galian C
Perihal diatas tercantum, pada pasal 158 UU Nomor 3 tahun 2020. Disebutkan:
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dari Dinas Kementerian ESDM dapat dipidana penjara selama 5 tahun dan denda 100 miliar rupiah. Namun demikian di pasal 158 UU Nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba bisa juga menjerat pelaku penambangan tanpa izin resmi oleh badan usaha yang berbadan hukum ataupun perorangan, sepanjang aktivitas penambangan itu tidak memiliki izin resmi.
Tertulis, selain UU Nomor 6 tahun 2014 ada juga aturan Permendagri Nomor 1 tahun 2016 tentang pengelolaan aset desa. Terlebih bilamana mengacu Pasal 10 dan 11 Permendagri Nomor 1 tahun 2016 mempertegas fungsi tanah kas desa yang hanya dapat digunakan dan dimanfaatkan dengan tidak menghilangkan status kepemilikan tanah kas desa “Tanah kas desa tidak diperjual belikan”. (SND)
Berita ini telah dilakukan revisi oleh redaksi atas pertimbangan redaksional