Ada Pungli Pologoro di Desa Sekarteja?

Ada Pungli Pologoro di Desa Sekarteja?
Ada Pungli Pologoro di Desa Sekarteja?

HARIANNKRI.ID – Diduga terjadi praktek pungutan liar (pungli) pologoro di desa Sekarteja kecamatan Adimulyo Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Pologoro adalah bentuk pungutan desa yang terjadi karena adanya peristiwa hukum yang berakibat terjadinya peralihan hak atas tanah dan bangunan di desa.

Pungutan yang asalnya sah ini secara resmi dihapus oleh DPRD kabupaten Kebumen. Kesepakatan pencabutan pasal pologoro ini tertuang dalam Perda nomor 8 tahun 2017 Tentang Sumber Pendapatan Desa. Kedelapan fraksi semuanya sepakat atas rekomendasi Komisi B. Beberapa tahun yang lalu pengesahan pencabutan pologoro dilaksanakan bersamaan dengan pengambilan keputusan atas empat Raperda yang lain.

Berdasarkan investigasi hariannkri.id, sebagian besar masyarakat mengakui pungutan tersebut masih ada di desa Sekarteja. Pungutan tersebut dikatakan sudah ada sejak tahun 2019. Jika warga ingin perubahan nama dan pengukuran tanah warisan luas kurang dari 50 ubin, wajib membayar 500 ribu rupiah dan 1 juta rupiah jika diatas 50 ubin.

Hal ini dibenarkan oleh salah satu warga Desa Sekarteja (KI). Ia mengungkapkan, pada saat datang kantor balai desa untuk mengajukan perubahan pemilik tanah yang ia dibeli, dirinya diwajibkan untuk membayar uang sebesar 1 juta rupiah oleh oknum pemdes Sekarteja.

“Lha kemarin saja saat mengajukan perubahan nama sawah yang sudah saya beli dimintai uang 1 juta rupiah. Sama Sekdesnya,” kata KI di kediamannya, Selasa (22/10/2024).

Ia menambahkan, jika dia tidak mau membayar, maka tidak akan dilayani. KI mengaku sempat direkam saat melakukan percakapan dengan oknum sekdes setempat. Kepada haariannkri.id, ia menunjukkan bukti-bukti rekaman suara tersebut.

“Saya punya bukti rekaman saat mengajukan perubahan nama pemilik tanah di Balai Desa. Katanya tidak dilayani jika ga mau bayar. Kata Sekdesnya, sebelumnya warga yang lain saat membuat perubahan nama juga membayar,” tambahnya.

Senada, warga desa setempat, AW juga membenarkan adanya pungli pologoro di desa Sekarteja. Ia bercerita, saat mengajukan perubahan atas nama, selalu dimintai biaya administrasi. Hal itu sudah dilakukannya bahkan sampai tiga kali dan selalu diwajibkan membayar kepada oknum pemdes setempat.

“Memang benar. Sebab tiga kali mengajukan perubahan nama tiga kali juga saya dimintai biaya administrasi. Karena saya beli tanahnya dibawah 50 ubin maka hanya diwajibkan membayar uang sebesar 500 ribu rupiah,” tuturnya.

Warga Berharap APH Ungkap Dugaan Pungli Pologoro di Desa Sekarteja

AW berharap Aparat penegak hukum (APH) dan Pemerintah Daerah untuk turun dan mengusut tuntas permasalahan di desanya. Sebab menurutnya, terlalu banyak dugaan menyimpang di pemerintahan desanya yang dilakukan oleh oknum pemdes.

“Kepada Kapolda, Kejati Jawa Tengah, Kapolres, Kejari, serta Bupati Kebumen segera turun ke wilayah khususnya desa kami. Untuk menindak tegas terhadap oknum pemdes yang tidak bertanggung jawab demi keuntungan pribadi,” harapnya.

“Sebenarnya banyak kasus disini. Hanya saja warga itu diam saja tidak mau memperkeruh keadaan di desa. Tapi jika suatu saat nanti mereka sudah sudah jenuh, bosan, dan emosi lihat saja. Pasti bakal ada demo di Balai Desa,” pungkasnya.

Sanggahan Kepala Desa Sekarteja Terkait Dugaan Pungli Pologoro

Ditemui di ruangan kerjanya, Kepala Desa (Kades) Sekarteja Suharyanto mengakui tidak melakukan pungutan terkait pologoro terhadap warganya sendiri. Ia membenarkan selama ini memang ada warga yang memberi uang. Namun ia menekankan, itu atas dasar kesadaran masing-masing yang mana dilakukan saat pengajuan perubahan nama dari pemilik tanah.

“Masyarakat ngasih ya Alhamdulillah tidak ngasih tidak apa-apa. Seikhlasnya lah, kalau tidak memberi uang sebenarnya tidak masalah. Lebih gampangnya silahkan saja,” terang Suharyanto saat dikonfirmasi hariannkri.id di ruang kerjanya Selasa (22/10/2024).

Kades Sekarteja juga menampik soal oknum pemdes yang tidak mau membuatkan surat jika tidak memberikan uang ke pemdes saat pengajuan perubahan nama pemilik. Dijelaskan, perihal surat menyurat itu adalah kewajiban pemdes untuk melayani masyarakat yang membutuhkan.

“Semua warga desa sini yang membuat pengajuan perubahan nama pemilik tanah tetap akan dilayani oleh perangkat desa. Karena itu adalah kewajiban desa,” jelasnya.

Lanjutnya, terkait warganya yang diminta uang oleh pemdes setempat yang sekitar 500 ribu rupiah sampai 1 juta rupiah dengan ukuran tanah di bawah 50 ubin atau di atasnya adalah tidak benar. Sebab selama dirinya menjabat sebagai kades belum ada satu warganya yang diwajibkan untuk membayar uang tersebut.

“Tidak ada warga yang diwajibkan membayar uang 500 ribu rupiah. Apalagi sampai 1 juta rupiah saat membuat surat ajuan perubahan nama. Jikapun ada siapa nama perangkat yang minta atau menerima dan siapa yang sudah memberikan uang itu. Saya pengen tahu,” ujarnya.

Ditegaskan, sejak menjabat kades Sekarteja, dirinya memberikan himbauan kepada bawahannya agar tidak melakukan penarikan pungli pologoro ke masyarakatnya. Sebab penarikan terkait hal itu tidak ada peraturan desa (Perdes) nya.

“Setelah menjabat sebagai kades di sini, semua perangkat langsung saya ultimatum untuk tidak melakukan penarikan uang terkait pologoro. Adapun ada warga yang ngasih silahkan tapi jangan memaksa,” tegasnya.

Informasi Publik Terkait Pologoro

Pungutan pologoro di Kabupaten Kebumen sudah dihapuskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 7 Tahun 2019. Peraturan ini merupakan perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sumber Pendapatan Desa Perspektif Maslahah Mursalah.

Penghapusan pologoro dilakukan karena desa sudah mendapatkan pemasukan berupa Alokasi Dana Desa dan Dana Desa yang diatur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) setiap tahunnya. (SND)

Loading...