Korban Dugaan Pemerasan dan UU ITE Tolak Undangan Mediasi Polres Kebumen

Korban Dugaan Pemerasan dan UU ITE Tolak Undangan Mediasi Polres Kebumen
Ilustrasi artikel berjudul "Korban Dugaan Pemerasan dan UU ITE Tolak Undangan Mediasi Polres Kebumen"

HARIANNKRI.ID – Korban dugaan pemerasan disertai ancaman dan UU ITE, AN secara tegas menolak upaya mediasi yang diprasaranai oleh petugas Polres Kebumen. Perbuatan terlapor, SS dinilai sudah melampaui merusak harga diri dan mencoreng AN beserta keluarga.

Kepada hariannkri.id, AN mengaku mendapat undangan musyawarah mediasi atas laporan pengaduan dengan oknum perangkat desa Sekarteja Kecamatan Adimulyo Kabupaten Kebumen Jawa Tengah berinisial SS sebagai terlapor. Undangan tersebut dikirim penyidik Unit 2 Tipidter Polres Kebumen untuk musyawarah mediasi pada hari Senin depan 9 Desember 2024 sekira pukul 10.00 WIB.

Menanggapi undangan tersebut, AN dan keluarga memutuskan tidak akan datang memenuhi undangan dimaksud. Mediasi bukan tujuan mereka untuk mengadukan tindakan SS ke Polres Kebumen pada 26 Agustus 2024 lalu.

“Saya dapat undangan dari Penyidik untuk mediasi tapi kami tidak akan datang kesana. Diinginkan korban itu hukum segera ditegakkan supaya pelaku segera menerima ganjaran serta cepat masuk penjara. Lha itu yang diinginkan. Bukan mediasi seperti ini,” kata AN saat dikonfirmasi hariannkri.id di rumahnya, Sabtu (07/12/2024).

AN menegaskan, dirinya beserta keluarga sudah tidak menginginkan mediasi di Polres Kebumen. Mereka meminta proses hukum segera dinaikkan ke meja hijau agar SS bisa mempertanggungjawabkan perbuatan serta mendapat hukuman yang setimpal.

“Kami sudah tak menginginkan mediasi apapun. Kami minta pelaku diproses hukum saja. Agar mendapat ganjaran setimpal atas perbuatan yang sudah dilakukannya,” terang AN.

Dengan meneteskan air mata AN melanjutkan, selama ini ia dan keluarga menahan rasa malu dan sedih. Karena ulah dan perbuatan SS tersebut sudah sangat merugikan korban dan keluarganya. Bukan hanya materi, harga diri dan nama baik seluruh keluarganya juga ikut tercemar khususnya di lingkungan masyarakat Sekarteja.

“Gara-gara ulah dan perbuatannya, kami sekeluarga harus menanggung malu seperti ini. Belum lagi gunjingan warga sekitar. Maka dari itu, SS harus menerima hukuman yang setimpal,” tegasnya.

Dia berharap, kepada Aparat Penegak Hukum (APH) jangan sampai mandul dalam penegakan hukum khususnya di Kebumen. Supaya hal ini menjadikan pembelajaran bagi pelaku dan kedepan menjadikan pengalaman bersama agar tak terulang kembali, sebab hal itu sangat bertentangan dengan Undang-undang yang berlaku di Indonesia.

“Mudah-mudahan APH tidak mandul dalam melakukan tugasnya, agar hal ini tidak terulang lagi. Karena negara kita adalah negara hukum. Siapa yang berbuat, maka dia harus harus berani bertanggung jawab,” harapnya.

Sementara, keluarga korban, DD membenarkan bahwa semua keluarga tidak menginginkan mediasi apapun selain proses hukum. Hukum harus tetap dijalankan agar menjadi efek jera terhadap pelakunya.

“Seluruh keluarga sudah tidak mau musyawarah agar cepat kepastian hukumnya. Karena jika nanti melakukan mediasi, saya yakin nanti prosesnya pasti jadi molor,” ungkapnya.

Dia menambahkan, keluarga korban hanya berharap proses tersebut dilanjutkan bukan sebuah kesepakatan damai.

“Intinya kami ingin proses ini lanjut. Selesai,” pungkasnya.

SEBAGAI INFORMASI PUBLIK

Tindak pidana pemerasan dan pengancaman adalah tindak pidana serius yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pidana

Pemerasan diancam pidana maksimum 9 tahun, sedangkan pengancaman diancam pidana maksimum 4 tahun.

(SND)

Loading...