Inspektorat dan Dinas PMD Kebumen Tak Tahu Dugaan Cinta Segitiga

Inspektorat dan Dinas PMD Kebumen Tak Tahu Dugaan Cinta Segitiga
Ilustrasi artikel berjudul "Inspektorat dan Dinas PMD Kebumen Tak Tahu Dugaan Cinta Segitiga"

HARIANNKRI.ID – Meski sudah diakui pelaku, dugaan cinta segitiga Kades Buluspesantren (MK) dengan AN, salah satu pegawai BumdesMA kecamatan, sekaligus istri dari AP salah satu pegawai Kecamatan Buluspesantren sampai saat ini belum mendapatkan sanksi administrasi maupun tindakan tegas dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) dan Inspektorat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Termasuk kabar bahwa ada “uang damai” dengan nominal ratusan juta rupiah.

Kepala Bidang (Kabid) Pemerintah Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) melalui stafnya Mohammad Muktar menyampaikan, sampai saat ini pihaknya belum mengetahui terkait adanya informasi tersebut. Baik melalui aduan dari masyarakat sekitar maupun dari kecamatan setempat.

“Jujur kami malah belum tahu jika ada dugaan cinta segitiga yang dilakukan oleh MK. Karena sampai saat ini belum menerima aduan dari masyarakat sekitar. Bahkan dari Camat Buluspesantren pun belum menginformasikan kesini,” kata Mohammad Muktar saat dikonfirmasi hariannkri.id di Kantor Dinas PMD, Senin (24/03/2025).

Lanjut dia, sebelum melakukan tindakan tegas, dinas PMD akan segera melakukan kordinasi dengan kecamatan setempat. Mereka akan menanyakan perihal kebenaran permasalahan tersebut. Kemudian berkordinasi dengan dinas terkait lainnya guna mencari solusi terbaik dalam penyelesaian persolan tersebut.

“Setelah menerima laporan tentunya kami akan berkordinasi dengan kecamatan dan menanyakan kebenaran persoalan itu. Selanjutnya kami juga akan berkordinasi dengan Inspektorat untuk mencari solusi terbaiknya. Tentunya tetap mengacu pada aturan dan perundang-undangan yang ada,” ungkapnya.

Muktar menambahkan, terkait adanya laporan yang masuk ke dinas PMD dirinya masih akan menunggu wacana dan perintah dari pimpinan. Termasuk terkait sanksi administrasi yang dilakukan oleh oknum kades Buluspesantren.

“Terkait laporan, intinya kami memiliki kepala pimpinan dinas. Tentunya kami sebagai bawahan akan patuh terhadap apa yang jadi bahan dari pimpinan. Lha terkait sanksi kepada oknum Kades, bukan kewenangan kami. Sebab Dinas PMD tugasnya hanya pengawasan dan pembinaan saja,” imbuhnya.

Ia menjelaskan, perbuatan oknum Kades selaku pejabat publik yang diduga melanggar aturan, harus berdasarkan bukti-bukti. Jika benar, maka Dinas akan memberikan sanksi administrasi terhadap oknum kades tersebut. Kemudian apabila disana ditemukan unsur-unsur suatu tindak pidana hal itu menjadi ranah Aparat Penegak Hukum (APH). Sebab dinas hanya berwenang terkait administrasi.

“Sejauh mana pelanggaran itu dilakukan oleh oknum kades tersebut, saya kira ada sanksi-sanksinya. Tetapi kembali lagi pada hasil pemeriksaan dari Inspektorat. Setelah ada hasil dari pemeriksaan dan disana ditemukan suatu tindak pidana, itu sudah ranahnya penegak hukum. Bukan kewenangan kami lagi,” jelasnya.

Sementara itu, Inspektur Pembantu Khusus (Irbansus) dari Inspektorat Syamsudin Kurniawan mengungkapkan, hingga saat ini, Inspektorat belum menerima aduan atau laporan dari masyarakat dan dinas terkait. Karenanya, pihaknya belum bisa mengatakan langkah apa yang akan diambil terhadap dugaan cinta segitiga tersebut.

“Kami belum menerima aduan dari manapun. Entah dari masyarakat, kecamatan, atau dinas PMD. Jadi belum bisa memberikan keterangan apapun,” ungkapnya.

Dia menghimbau kepada seluruh masyarakat, apabila ditemukan suatu penyimpangan atau pelanggaran serta memiliki bukti-bukti yang cukup yang terjadi di wilayahnya supaya melaporkan hal itu ke Inspektorat secara langsung.

“Jika terjadi pelanggaran etika serta dugaan penyimpangan keuangan yang dilakukan oleh pejabat publik, kepada masyarakat sekitar sekaligus membawa bukti-bukti datang ke Inspektorat untuk melapor. Kami pasti akan menindaklanjuti laporan tersebut,” tandasnya.

Sebagai Informasi Publik Terkait Dugaan Cinta Segitiga di Kebumen

Dasar hukum terkait perbuatan kepala desa yang dianggap sebagai perzinaan atau perkosaan di Indonesia dapat ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang terkait lainnya. Berikut penjelasan lebih detailnya:

  1. Perzinaan

Perbuatan zina diatur dalam Pasal 284 KUHP dengan ketentuan sebagai berikut:

Zina adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seseorang yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan pasangannya.

Ancaman pidana bagi pelaku zina adalah pidana penjara paling lama 9 bulan.

Pengaduan hanya dapat diajukan oleh pasangan yang sah (suami atau istri) dari pihak yang berzina.

  1. Perkosaan

Tindak pidana perkosaan diatur dalam Pasal 285 KUHP dengan ketentuan:

Perkosaan adalah tindakan memaksa perempuan bersetubuh di luar kemauan dan tanpa persetujuannya.

Ancaman pidana bagi pelaku perkosaan adalah pidana penjara paling lama 12 tahun.

Selain KUHP, aturan terkait kekerasan seksual juga diperbarui melalui:

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)

Mengatur lebih komprehensif mengenai kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual, pemaksaan seksual, eksploitasi seksual, dan lainnya.

Memberikan perlindungan lebih bagi korban dan memperluas cakupan tindak pidana kekerasan seksual.

  1. Pelanggaran Etika Jabatan

Jika kepala desa melakukan perzinaan atau perkosaan, selain dijerat pidana, ia juga bisa dikenakan sanksi administrasi atau etika sesuai dengan:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang telah diubah dengan PP Nomor 47 Tahun 2015, tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Desa.

Perbuatan kepala desa yang dianggap sebagai perzinaan atau perkosaan dapat dikenakan pidana penjara.

Melanggar kesusilaan di muka umum atau di muka orang lain tanpa kemauan orang tersebut dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.

Dalam konteks kepala desa, tindakan tersebut tidak hanya merupakan pelanggaran pidana, tetapi juga melanggar kode etik sebagai aparatur pemerintah desa. Sanksi hukum bagi kepala desa yang melakukan tindak asusila dapat berupa pidana penjara atau pemberhentian.

Pemberhentian

  • Kepala desa dapat diberhentikan sementara dalam jangka waktu paling lama 90 hari.
  • Kepala desa dapat memberhentikan perangkat desa setelah berkonsultasi dengan camat.
  • Perangkat desa dapat diberhentikan oleh kepala desa karena meninggal dunia, permintaan sendiri, atau diberhentikan.
  • Perbuatan kepala desa yang dianggap sebagai asusila dapat berupa: Perzinaan, Perkosaan, Melanggar kesusilaan di muka umum, Melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.

(SND)

Loading...