Diduga Ada Penambangan Liar Di Manokwari Raya, LAI Minta Perhatian Pemerintah

Diduga Ada Penambangan Liar Di Manokwari Raya, LAI Minta Perhatian Pemerintah
Salah satu lokasi yang diduga melakukan penambangan liar di Kabupaten Manokwari

HARIANNKRI.ID – Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) minta Pemerintah perlu melakukan penanggulangan terhadap Penambangan liar atau Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Manokwari raya. Pemerintah diminta fasilitasi menjadi penambangan pemegang izin pertambangan rakyat (IPR) terutama yang beroperasi di wilayah Papua Barat.

Hal ini dikatakan, Ketua Lembaga Aliansi Indonesia Provinsi Papua Barat Jhon Tokan. Ia menyebutkan bahwa Kementrian Energi dan sumberdaya Mineral perlu melakukan sejumlah langkah untuk merubah PETI menjadi IPR.

“Harus terlebih dahulu Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat menetapkan wilayah penambangan rakyat (WPR-red)nya. Agar tidak terjadi pelanggaran di sektor penataan ruang dan sektor pertambangan,” katanya saat Rapat bersama dengan seluruh anggota masyarakat pemilik hak ulayat di Manokwari Papua Barat, Sabtu 13 November 2021.

“Selain itu badan usaha pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) hendaknya memberdayakan masyarakat lokal setempat yang mempunyai hak ulayat atau masyarakat adat. Jangan seperti saat ini yang sedang terjadi di beberapa wilayah pedalam Papua Barat. Banyak sekali terdapat aktifitas penambangan liar atau pertambangan emas tanpa izin di beberapa Kabupaten Manokwari dan sekitarnya,” ujar Jhon diManokwari, Kamis (6/1/2022).

Diduga Ada Penambangan Liar Di Manokwari Raya, LAI Minta Perhatian Pemerintah
Jhon Tokan, Ketua LAI Papua Barat di ruang kerjanya

Maraknya Pertambangan Emas Tanpa Izin di Wilayah Manokwari Raya

Dijelaskan Jhon, bahwa data yang diperoleh Tim Investigasi LAI, daerah yang menjadi lokasi pertambangan emas tanpa izin tersebut meliputi beberapa wilayah. Diantaranya Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Manokwari. Kebanyakan penambangan liar tersebut dikelola oleh pengusaha luar Papua, yakni Sulawesi dan pengusaha asal China.

“Data yang kami himpun melalui tim investigasi Lembaga Aliansi Indonesia. Lokasi tersebut adalah Kabupaten pegunungan arfak, Kabupaten Tambrauw, dan Kabupaten Manokwari. Lokasi adanya aktifitas pertambangan emas tanpa izin ini terdapat beberapa pengusaha dari luar Papua, Sulawesi dan juga melibatkan pengusaha dari Negara Asing (China),” kata Jhon Tokan.

Aktifitas pertambangan emas tanpa izin tersebut bukan hanya memakai alat tradisional. Mereka memakai mesin dompeng, alkon. Bahkan di wilayah Distrik Masni Kabupaten Manokwari, para pengusaha melakukan aktifitas penambangan liar dengan memakai alat berat Excavator. Pantauan LAI, di sepanjang bantaran sungai Wariori sampai daerah Wasirawi. Alat berat yang dimaksudkan sebanyak 80 jenis Excavator.

“Hal ini harus menjadi perhatian khusus oleh Pemerintah Daerah, TNI/POLRI untuk segera menertibkan aktifitas pertambangan emas tanpa izin tersebut. Karena sudah pasti akan bedampak buruk bagi lingkungan dan kerugian bagi masyarakat adat pemilik hak ulayat. Dan juga kerugian bagi Negara akibat kerusakan lingkungan dan hutan serta sungai,” tegasnya.

Saat ini, lanjutnya, masyarakat adat setempat sedang berusaha mengurus izin penambangan tradisional atau pertambangan berbasis masyarakat adat. Upaya ini sudah pasti akan memberikan dampak positif besar terhadap kesejahteraan masyarakat adat yang memiliki wilayah tersebut.

“Hak untuk mengelola sumber daya alam yang ada wilayah adat adalah hak Asasi yang dibawa sejak lahir. Sistem hukum di negara menjamin akan hal itu. Yakni Hak Asasi Manusia. Yang termuat dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945. Sejak masyarakat adat lahir menjadi satu kesatuan masyarakat hukum adat. Dan di dalam UUD. 1945 Pasal 18B ayat 2,” seru Jhon.

Diduga Ada Penambangan Liar Di Manokwari Raya, LAI Minta Perhatian Pemerintah
Tim investigasi LAI saat berada di lokasi yang diduga melakukan penambangan liar

Ada Oknum Yang Menjadi Beking Penambangan Liar

Ia menegaskan, praktek penambangan liar saat ini telah menimbulkan banyak masalah dan konflik. Terutama antara masyarakat dan para pengusaha. Hingga saat ini telah terbukti dengan jelas bahwa hasilnya bagi masyarakat adat adalah berdiri sebagai penonton di atas tanah sendiri. Tidak mendapat keuntungan dari hasil pertambangan itu.

“Para pengusaha masuk keluar dengan aman dan melakukan aktifitas tanpa memperhatikan dan mematuhi hukum yang berlaku. Karena diduga ada bekingan dari oknum- oknum yang mengatasnamakan TNI/POLRI yang bekerja sama dengan para pengusaha tersebut. Bahkan oknum – oknum tersebut mematok harga sebesar Sepuluh Juta Rupiah untuk satu unit alat berat,” beber Ketua LAI Papua Barat ini.

Sementara, sebutnya, masyarakat adat sendiri berjuang keras untuk mendapatkan legalitas pertambangan dengan susah payah. Masyarakat kerap dibenturkan dengan kebijakan-kebijakan serta aturan aturan baik tingkat pusat maupun Daerah.

Jhon Tokan mengatakan, sudah saatnya pemerintah dan semua pihak mengambil sebuah tindakan kepada tegas terhadap pengusaha pertambangan emas tanpa izin tersebut.

“Dalam hal ini sudah harus ada tindakan tegas dari Pemerintah Daerah, TNI/POLRI. Untuk segera menindak tegas dan melakukan penertiban serta menangkap para Pengusaha Pertambangan yang tidak memiliki izin resmi Dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat,” tegasnya.

Ia menkankan, Badan Penelitian Aset Negara Lembaga Aliansi Indonesia Akan terus mencermati dan menyikapi, serta mendukung Penuh seluruh kebijakan Pemerintah, TNI/POLRI dalam langkah-langkah Penegakan hukum, Demi Menyelamatkan Aset Negara.

Sementara itu, H. Arifin, salah satu pengusaha Pertambangan tanpa ijin yang di hubungi sejak siang hingga berita ini diterbitkan, tidak memberikan keterangan. (HSG)

Loading...